1. Ajakan Menikah

1071 Kata
"Jadilah istriku enam bulan saja," laki-laki yang duduk diatas kursi roda itu akhirnya buka suara. Sementara Inara hanya menunduk, menunggu keputusan dari abah. Lama tak bersuara, hanya embusan nafas yang terdengar, terhanyut dalam pikirannya masing-masing. "Maaf ini terpaksa aku lakukan agar harta papa tak jatuh ke tangan orang lain yang gila harta hanya gara-gara aku belum menikah." Ia kembali membuka suara. Wajah tampannya seolah datar tanpa ekspresi dan juga sikapnya terkesan begitu dingin. "Seperti yang asistenku katakan sebelumnya, saya akan menebus sawah Abah dari juragan Bani lalu melunasi hutang abah. Dan putri Abah ini takkan sengsara menjadi istri ketiganya." Inara makin tertunduk, rasanya begitu malu. Bagaikan buah simalakama, maju salah mundur pun salah. Dan sekarang pria yang sama sekali tak dikenal sebelumnya, ia datang melamarnya tapi karena keterpaksaan. Entahlah, seolah takdir tengah mempermainkan. *** Enam hari sebelumnya ... "Ampun ... Ampun juragan ...! Tolong biarkan saya pulang!" ucap Inara gugup. Sore itu, ia baru pulang dari sawah tetapi langsung dicegat oleh Juragan Bani dan dua asistennya. Pria paruh baya yang kaya raya, tapi sayangnya mata keranjang. Ia sudah punya dua istri, tapi masih suka menggoda para gadis. "Hei, gadis manis! Kamu mau kemana? Ikutlah pulang sama Abang!" hadang Juragan Bani dengan tatapan menggoda. Ia penuh hasrat ketika melihat gadis sederhana itu. Inara tak berkutik. Gadis berjilbab itu hanya tertunduk, terpaku di tempatnya berdiri. "Kamu masih ingat 'kan hutang abahmu jatuh tempo hari ini? Kalau dia tak bisa membayarnya, maka kamu sebagai jaminannya!" "Maaf, Juragan. Kami memang belum mendapatkan uangnya. Hasil panen kali ini merosot, jadi tak bisa--" "Gak usah banyak alasan! Menikah denganku, maka hutang-hutang abahmu akan lunas! Kamu pun bisa hidup di rumah mewahku! Apa yang kau inginkan akan terkabulkan! Bukankah itu tawaran yang sepadan, Sayang?" Juragan Bani mengitari tubuh Inara sambil menyeringai. Inara makin gugup dan takut. Ia memalingkan wajahnya saat tangan Juragan Bani hendak menyentuhnya. "Ampun, Juragan. Tolong jangan sentuh saya!" "Hei Inara yang manis, janganlah sok jual mahal. Ayo pulang bersama Abang!" Inara menggeleng cepat. Tapi Juragan Bani memberi kode kepada anak buahnya untuk menyeret Inara pulang bersamanya. "Gak! Saya gak mau!" Gadis itu meronta, tapi tangan kekar anak buahnya tak bisa membuatnya berkutik. Inara diseret oleh anak buah Juragan Bani. Abah yang melihatnya segera berlarian dari tengah sawah menuju putrinya. "Juragan! Ampun Juragan! Tolong lepaskan putri saya!" Dengan nafas tersengal-sengal abah meminta ampun pada pria tua yang angkuh itu. "Tidak ada ampun lagi! Putrimu akan kujadikan istri ketigaku, seperti kesepakatan sebelumnya! Hari ini hari terakhir jatuh tempo, tapi kau tidak bisa membayarnya!" Juragan Bani mulai murka. Ia bosan dijanji-janjikan terus oleh orang miskin ini! Bani seorang juragan, bisnisnya bermacam-macam, bahkan ia menjadi orang paling kaya di desanya. Selain berbisnis, ia pun menjadi rentenir kejam, meminjamkan uang untuk orang-orang yang membutuhkan dengan bunga yang tinggi. "Maaf, Juragan. Tolong bebaskan putri saya. Dia tak bersalah dalam hal ini, semua ini tanggung jawab saya!" "Gak usah banyak omong! Pardi, bereskan orang miskin itu! Berikan dia pelajaran!" tukas Juragan Bani ketus. "Baik, Bos." Salah seorang anak buahnya yang bernama Pardi segera memukuli Abah tanpa ampun. Sementara yang lain masih memegangi Inara dengan kuat. "Tidak! Abaaah, Abaaah ...!" Inara menjerit menangis menyaksikan ayahnya dipukuli hingga babak belur, sedangkan ia tak bisa berbuat apa-apa. Tiba-tiba seorang pria berjas hitam itu langsung menghajar Pardi. Semuanya terperanjat kaget saat melihat kedatangan pria asing itu. Somad ikut menghajarnya karena melihat Pardi kewalahan. Sementara Inara mempergunakan waktu yang singkat ini untuk menolong abahnya. "Beraninya kalian menindas mereka?!" pekik pria asing itu sembari membenarkan jas yang dikenakannya. Pardi dan Somad hanya menyeringai kesakitan. Tenaganya tak bisa dibandingkan dengan pria itu yang terlatih dalam hal bela diri. "Hei, kau orang asing! Jangan pernah ikut campur urusan kami!" "Kalian sudah menghalangi jalan bos saya, sudah tentu ini menjadi urusan saya!" teriak pria itu lagi. Tak jauh dari tempat kejadian, sebuah mobil sport mewah warna hitam metalic tengah bertengger manis di jalan. "Pardi, Somad, tak usah dengarkan orang gila ini! Bawa kembali Inara ke rumah! Pisahkan dia dengan abahnya! Sebelum dua pria itu kembali menyandera Inara, pria asing itu menghalanginya. "Lepaskan mereka! Kalian tidak bisa bersikap semena-mena!" "Hei, pria asing! Mereka punya utang sama saya. Putrinya dijadikan jaminan karena dia gak bisa bayar!" Pria asing itu tetap menggelengkan kepalanya. "Saya sudah merekam aksi kejahatan kalian! Tinggal laporkan ke polisi, beres bukan?" Pria itu menyeringai sembari menunjukkan video di ponselnya. Pardi dan Somad saling berpandangan. "Bos juragan, kami gak mau ditangkap Bos! Anak dan istri saya mau makan apa nanti, Bos!" celetuknya panik. Juragan Bani menepuk dahinya pelan, melihat tingkah kedua anak buahnya yang takut akan ancaman itu. "Oke, kali ini kalian kuampuni! Kuberikan waktu 6 hari lagi, kalian harus melunasi hutang-hutangnya! Tapi bila sampai 6 hari dan kalian gak bisa bayar, maka tiada ampun bagi kalian! Jangan harap aku akan mengasihani kalian lagi!" tukas Juragan Bani kemudian berlalu begitu saja. Inara memapah abahnya untuk bangkit. "Terima kasih, Tuan. Sudah membantu kami." Pria asing itu mengangguk dan langsung kembali ke mobilnya. "Kenapa membereskan itu saja kau lama sekali, Ettan!" "Maaf Tuan." "Cari tahu tentang mereka dan berikan tawaran yang menarik untuknya," sahut pria yang duduk di jok belakang dengan nada dingin. "Maksud, Tuan?" "Apa perlu kuulangi lagi?" "Ti-tidak, Tuan. Saya paham. Saya akan mengikuti mereka," sahut pria bernama Ettan. Ettan tak percaya kalau bosnya tertarik dengan gadis itu. Selama dua minggu lamanya untuk mencari calon istri, dari pergi ke klub hingga mendatangi perkumpulan wanita cantik, tapi tak ada sedikitpun yang bisa membuat hatinya tergerak. Tapi ini, hanya melihatnya di pinggir jalan saat gadis itu ditindas membuat hatinya yang dingin ikut tersentuh. Tanpa menunggu waktu lama, mobil sport itu melaju pelan mengikuti Inara dan abahnya yang sudah melangkah lebih jauh. Sebuah rumah kecil berdindingkan pagar anyaman bambu, membuat pria yang duduk di belakang itu tertegun. "Ettan, kamu tahu kan apa yang harus kamu lakukan?" "Iya, Tuan." Ettan turun dari mobil dan melangkah maju. Sementara di dalam sana, Inara tengah menangis sembari mengompres luka lebam ayahnya dengan air hangat. "Gimana, Abah? Inara gak rela kalau harus jadi istri ketiga Juragan Bani. Tapi mendapatkan uang sebanyak itu dalam waktu yang singkat rasanya juga mustahil." Gadis itu mengeluh, nampaknya putus asa. "Saya bisa membantu kalian!" timpal pria yang menolongnya tadi. Dia tiba-tiba masuk ke dalam rumahnya membuat anak dan ayah itu saling berpandangan. "Tu-tuan? Tuan ada apa perlu kesini?" "Saya bisa membantu masalah kalian, melunasi hutang kalian. Tapi dengan satu syarat." "Sya-rat?" Inara dengan gugup bertanya padanya. "Ya, menikahlah dengan Tuan Muda kami." "Hah? Me-menikah?"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN