PROLOG

1092 Kata
. . Diana tak percaya dengan apa yang kini tersaji di depan matanya. Lelaki yang selama ini selalu terucap dalam tiap doanya. Yang selalu dia hargai dan cintai dengan sepenuh jiwa. Lelaki yang dia kira menjadi lelaki satu-satunya yang tidak akan pernah menyakiti hatinya. Ternyata kini menjadi penyebab luka di hatinya. Perih ... sakit walau tak berdarah. Sebisa mungkin dia menahan laju air mata yang siap mengintip dari sudut matanya. Tapi ternyata tak bisa karena lolos satu tetes air mata membasahi pipinya. Dengan kasar dia menghapus air mata yang dengan lancangnya menerobos dari kantung persediaan air mata yang entah seakan berlomba untuk meluncur. Diana menatap langit-langit ruangan berharap tak ada lagi air mata yang menjadi tolak ukur kekalahannya. Tidak. Dia tak boleh kalah. Setidaknya tidak kali ini. Tidak di depan dua makhluk yang tidak punya malu ini. Dia harus kuat dan tegar. Demi harga dirinya. Sekuat tenaga dia menolak untuk kalah. Kalah dengan p*****r kecil itu. "Mas ... apa ini?" tanya Diana berusaha mengabaikan bukti yang tersaji nyata di depan mata. Lelaki yang begitu dicintai tega mengkhianatinya. Mengkhianati pernikahan yang suci. Dia pikir suaminya juga menganggap pernikahan mereka suci, ternyata hanya berlaku bagi Diana saja. Buktinya, semudah itu suaminya menghadirkan wanita lain dalam biduk rumah tangga mereka. Diana enggan percaya. Dia memilih abai dan pura-pura tak peka. Bodoh, bukan? Mendengar suara Diana yang terdengar kaku dan serak menahan isak tangis, lelaki yang dipanggil 'MAS' itu segera membenahi penampilannya sebelumnya dia mendorong wanita yang sedari tadi dipeluk dengan erat. Pakaian keduanya sudah tidak berbentuk lagi. Entah apa saja yang sudah terjadi. Tapi sebagai wanita dewasa tentu saja Diana sadar apa yang sudah terjadi di ruang tamu rumah ibu mertua nya. Rumah yang selama ini memang tak terlalu dia suka karena di rumah inilah dia seringkali menerima hinaan dan cacian ibu mertuanya. Meskipun bukan tempat terindah baginya. Tapi baru saja dia memutuskan akan tinggal di rumah ini apabila suaminya meminta. Namun Diana ragu apa dia masih bisa bertahan dalam maghligai rumah tangga yang sudah ternoda. Rumah yang harusnya jadi tempatnya pulang. Entah kenapa sekarang dia merasa rumah mertuanya menjadi panas dan membuatnya kian tidak betah. Apa karena baru saja terjadi hal yang terlarang di rumah ini? Atau karena pelakunya adalah suaminya sendiri. Lelaki itu tega bermaksiat dengan gadis bau kencur yang sangat dikenal oleh Diana. Tapi bagaimana suaminya mengenal gadis itu? "Sa-sayang .... kamu sudah pulang? I-ini tidak seperti yang kamu lihat. Rindang ... maksudku gadis ini yang menggodaku. D-dia masuk tanpa kuketahui. Kau percaya kan?" Ucap Bayu berusaha berkilah. Padahal jelas-jelas semua bukti tersaji nyata. "Rindang? Dia siapa?" tanya Diana berusaha menutup mata dari semua yang sudah dia lihat. Berpura-pura buta dan memilih untuk percaya dengan semua kebohongan sang suami. Dia memilih menjadi wanita yang bodoh asal rumah tangganya selamat. Agar dirinya tidak berstatus sebagai JANDA. TIDAK. Diana bahkan pura-pura tidak mengenal siapa Rindang, Padahal Diana mengenal dengan baik siapa itu Rindang. Gadis yang sudah dia tolong, ternyata tega menusuk-nya dari belakang. Apa gadis itu sengaja melakukannya? Beginikah balasan atas semua kebaikannya selama ini? Baik kepada Rindang. Maupun kepada keluarga gadis itu. Bolehkah Diana menyesal sudah pernah menolong mereka? Harusnya dia menutup mata bukan? Andai waktu itu dia tidak menolong gadis itu mungkin saat ini kejadian menyakitkan ini tidak pernah terjadi. Karena saat ini gadis itu pasti sudah ada dalam kubur. Membusuk. Kenapa Tuhan? Apakah ini balasannya sudah berbuat baik? Perasaan sesal memenuhi rongga dadanya. Ingin rasanya dia menampar gadis yang kini meringkuk ketakutan di belakang tubuh suaminya. Tak hanya menampar kalau perlu dia cakar dan juga jambak. Cihhh, dasar ratu drama. Batin Diana jijik. Orang-orang seperti Rindang inilah yang membuat banyak manusia menjadi raja tega. Dan enggan untuk mengulurkan tangan kala ada yang membutuhkan. Karena buat apa berbuat baik jika nantinya akan ter-khianati. Rindang itu layaknya binatang yang menggigit tuan yang selama ini memberi makan. Setidaknya binatang memang tidak mempunyai pikiran. La, Rindang kan makhluk yang di anugerahi pikiran dan hati nurani. Kenapa tidak dipakai untuk berpikir? Diana sungguh menyesal sudah pernah membantu gadis itu dan juga keluarga itu, jika kini rumah tangganya yang dipertaruhkan. "Si-siapa? Rindang? Rindang siapa?" tanya Bayu pura-pura tak mengerti. Dia pikir aku juga tuli apa? batin Diana jengkel. Merasa tak dihargai dan dianggap bodoh. Baiklah, akan dia ikuti alurmu mas--batin Diana mantap. "Kan kamu yang sebut-sebut Rindang. Makanya aku tanya siapa Rindang? Pel*cur kecil itu?" tanya Diana ikut alur yang dibuat suaminya. Dia juga akan berpura-pura tak kenal dengan Rindang. Dia ingin tahu bagaimana kedua orang di depannya ini bisa kenal hingga tega menikung-nya dari belakang. Siapa yang memulai berulah? Mas Bayukah? Atau justru si Rindang yang menggoda suaminya? "Jaga ucapan kamu ya, Di!" bela Bayu tak terima kalau Diana menghina Rindang. "Oh, kamu sudah berani membela pelac*ur itu mas?" tanya Diana tak menyangka kalau sekarang suaminya malah terang-terangan membela pelacurnya itu. Bukannya tadi lelaki itu masih pura-pura kalau dia yang dijebak. Semudah itu dia mengakuinya kini hanya gara-gara tidak terima pelac*urnya dia hina. "Bu-bukan begitu ... maafkan mas ya dek. Mas khilaf," ucap Bayu akhirnya. Entah apa motifnya kini, Diana hanya akan mengikuti alur yang dibuat oleh suaminya. Dia ingin tahu sampai di mana suaminya mampu berkilah. Awalnya Diana ingin rumah tangganya tetap utuh. Kini dia mulai ragu dengan keputusannya itu. Bagaimana rumah tangga itu kokoh berdiri jika hanya satu orang saja yang menjaganya sedang satunya lagi sibuk merobohkan bangunan suci itu? Mahligai rumah tangganya terkoyak sudah. Dan Diana tidak mampu lagi untuk menambal supaya koyakannya bisa utuh kembali. Kalaupun bisa utuh kembali pastinya bentuknya tak lagi sama. "Sekarang aku mau tahu siapa pelac*ur itu? Kenapa dia bisa ada di rumah kita? Dan kenapa kamu tega mengkhianati pernikahan kita?" tanya Diana berusaha untuk tenag meski gemuruh di dadanya tidak bisa lagi dia tahan. Bersikap biasa-biasa saja ternyata tidak mudah. "Dek janganlah kau panggil dia dengan sebutan pela*ur. Dia gadis baik-baik," pinta Bayu penuh harap. Dia mengenal Rindang gadis yang perasa. Tentu mendapati julukan sebagai pela*ur sungguh merusak psikisnya. Bayu tidak mau gadis pujaannya akan bersedih dan terus kepikiran dengan ucapan dari istrinya. Diana tertawa sinis mendengar pinta Bayu. "Gadis baik-baik kau bilang?" tanya Diana dengan tatapan menghina yang dia tujukan ke arah Rindang. "Gadis baik-baik tentu saja tidak akan menggoda suami orang!" "Gadis baik-baik tidak akan mau diajak ke rumah lelaki yang sudah beristri apalagi diajak oho hihe!" "Mikir kamu, mas! Hanya pelacu*ur saja yang melakukan hal yang aku sebut tadi. Sekarang kamu paham kan, kenapa aku menyebut gadis yang kamu cumbu beberapa saat tadi dengan panggilan pelac*r. Bukan salahku," ejek Diana. Wanita yang kini tersakiti itu mendengus mendengar pembelaan suaminya pada gadis selingkuhannya itu. >>BERSAMBUNG>>
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN