Robin dan Sara pun pergi dan sampai kerumah kediaman keluarga Robin. Saat masuk tak ada sambutan hangat dari keluarga Robin, rumah itu tampak sepi seolah tak ada acara apapun didalamnya. Sang ayah yang sudah cukup tua tengah duduk diruang tengah sambil membaca buk dan sang ibu bahkan tak ada disana.
Yang ada hanya adik perempuan Robin yang disabilitas. Usianya mungkin dibawah Sara hanya beberapa tahun saja, tapi sikapnya seperti anak kecil.
Ia bergerak senang saat bertemu dengan Robin, memeluk kakaknya senang dan berbicara tak jelas pada Robin tapi pria itu tampak mengerti dan bisa berkomunikasi dengan baik. Gadis itu bernama Nancy.
Sara dan Robin menyapa sang ayah yang tengah berada diruang tengah sembari membaca. Sepasang suami istri itu hanya mendapatkan balasan sapaan dingin dari pria tua yang kembali asik membaca.
Robin segera mengajak adiknya bermain dan meninggalkan Sara yang masih berdiri canggung didalam ruangan yang luas itu.
" Non Nancy, ayo makan siang dulu" ajak seorang perawat
" Biar saya saja yang suapi" ucap Robin sambil mengambil piring berisi makanan dan mengajak Nancy duduk lalu menyuapinya.
Nancy pun makan disuapi Robin sambil bergerak kesana kemari.
Dengan Sabar Robin mengajak Nancy kembali duduk dan menyuapinya satu persatu sampai Nancy kembali berdiri dan bergerak kesana kemari.
Melihat hal itu, Sara mencoba mendekati Nancy dan mengambil boneka yang berada di lantai. Ia hanya tak ingin terlihat tak peka dan tak berusaha untuk berbaur dengan keluarga suaminya,walau ia tahu dirinya tak diterima disitu.
" Hai Nancy..." Sapa Sara sambil memberikan boneka itu pada Nancy.
Nancy yang periang menatap Sara lalu berkata sambil tersenyum pada Sara.
" Perkenalkan aku Sara..." ucap Sara saat Nancy menyentuh pakaiannya. Nancy segera menarik tangan Sara seolah mengajaknya kesuatu tempat.
" Kamu ingin aku ikut? Tap i sambil makan ya...mau aku suapi?" bujuk Sara saat mendapat respon baik dari Nancy. Nancy mengangguk sambil menarik narik tangan Sara. Sara segera mengambil piring dari tangan Robin dan berjalan mengikuti Nancy.
Gadis itu mengajak Sara ke kamarnya dan memamerkan semua mainannya.Dengan sabar Sara menemani Nancy sambil terus menyuapinya. Robin menatap Sara dengan pandangan lembut dari belakang. Hatinya tersentuh saat Sara mau mencoba dekat dengan adiknya.
Tak banyak kekasihnya dulu yang mau mendekatkan diri dengan Nancy, bahkan mereka memandang jijik melihat Nancy yang sering kali berantakan saat makan.
Jangankan sang kekasih, sang ibu pun sampai hari ini terlihat masih belum menerima melahirkan gadis cacat. Ia cenderung menelantarkan Nancy karena tak bisa menerima kehadirannya.
Saat makan siang pun tiba.
Robin dan sang ayah sudah duduk dimeja makan dan membahas hal hal yang berhubungan dengan perusahaan.
Tak lama, Sang ibu pun muncul dengan pakaian tidur dengan rokok ditangannya. Walau usianya baru memasuki usia 50 tahun wajahnya masih terlihat sangat cantik.
" Mana istri kamu?" tanya sang ibu sambil duduk ditempatnya dan mematikan rokok.
" Dikamar Nancy sedang bermain bersama" jawab Robin acuh.
Lalu sang ibu memanggil pelayan dan menyuruh pelayan itu memanggil Sara untuk segera keruang makan.
" Biar aku saja" ucap Robin sambil berdiri dan menyusul istrinya ke kamar Nancy.
Saat itu Sara baru saja menggantikan pakaian Nancy dengan pakaian yang lebih santai dan nyaman, membasuh wajahnya dan mengikat rambutnya agar gadis itu terlihat lebih segar.Nancy tampak menurut, ia hanya diam sambil bernyanyi saat Sara mengikat rambutnya. Sang perawat sibuk bolak balik mengambilkan pakaian dan handuk bersih untuk Nancy.
" Ayo kita makan" ajak Robin saat masuk kedalam kamar Nancy.
Nancy yang sudah rapih langsung berlari kearah Robin dan mengajaknya bermain. Robin terhenyak sesaat melihat adiknya yang terlihat berbeda. Walau hanya mengganti pakaian dan diikat rambutnya Nancy tampak lebih segar dan bersih.
" Adikku cantik sekali, aku makan dulu ya dan aku harus mengajak Sara makan, kalau tidak dia akan sakit." bujuk Robin sambil memperagakan orang sakit. .
Melihat ekspresi kakaknya, Nancy menjadi sedih dan menyuruh Sara keluar dengan mendorongnya.
Gadis itu tak ingin Sara menjadi sakit seperti yang diperlihatkan gesture Robin dan Sara pun keluar kamar mengikuti Robin.
Sesampainya diruang makan, dengan Sopan Robin menarik kursi untuk Sara. Sikap sopan Robin mendapat tatapan sinis dari sang ibu. Sara sedikit canggung saat Robin tiba tiba memperlakukannya sopan didepan anggota keluarganya.
Robin hanya ingin berterimakasih secara tidak langsung pada Sara karena mau bermain bersama Nancy sang Adik.
Selama makan siang, tak ada percakapan berarti. Makan siang pun usai dan Sara menunggu Robin diruang depan.
" Pulanglah kalian setelah makan siang." suruh sang Ayah dengan suara tenang pada Robin yang sedang mengikutinya keruangan kerja.
" Dia tampak seperti gadis baik baik." ucap sang Ayah lagi pada Robin. Robin hanya diam tak mengiyakan.
" Jika gadis itu benar baik, jadikan ia istrimu yang sebenar benarnya jangan permainkan dia.
Jika tidak, segera ceraikan saja. Balas dendam tak akan menghasilkan apa apa"
" Ayah tak membencinya?"
" Aku tak pernah menyalahkan gadis itu akan perbuatan ayahnya. Tak ada hubungannya. Aku diam, karena tak suka akan sikapmu untuk menjadikan dia istri hanya karena kemarahanmu pada ayahnya dan juga ibumu"
"Aku melakukan itu juga agar ibu tak jadi menikah dengan si b******k itu dan meninggalkan Ayah" ucap Robin dengan nada kesal.
" Buat apa kamu memaksakan hubungan yang sudah hancur dan rusak? Ibumu masih muda dan cantik, hatinya sudah tak ada untukku yang terlalu tua untuknya."
Robin hanya bisa terdiam dan menatap sang Ayah. Diantara kekuasaannya yang besar, ia tak bisa mengendalikan istrinya sendiri.
Robin menoleh kebelakang, mencari sosok Sara. Didalam hatinya ia berharap perempuan itu tak seperti sang ibu.
***
Hari belum sore ketika Sara dan Robin meninggalkan kediaman orang tua Robin. Selama perjalanan Robin tampak banyak diam dan berpikir. Sara yang melihat Robin yang begitu serius mencoba menjauhi dirinya dan tak ingin mengganggu. Ia sendiri sedang tak ingin dimarahi atau dibully oleh Robin.
" Zen, aku tak akan kembali ke kantor, lebih baik kita pulang" ucap Robin tiba tiba pada Zen.
Ada sedikit rasa kecewa dihati Sara saat mengetahui Robin tak kembali ke kantor dan ikut dirinya untuk pulang. Berada disekitar Robin membuat hati Sara merasa takut, lelah dan tak bahagia. Kehadirannya selalu membawa rasa kepercayaan diri Sara ketitik nadir.
Sesampainya dirumah, Robin langsung mengurung diri di ruang kerja. Ini pertamakalinya Sara masuk kedalam kamar tanpa dikunci dari luar. Ia segera mengganti pakaiannya dan keluar dari kamar sebelum Robin berubah pikiran.
Sara mencoba mengamati rumah yang sudah seminggu lebih ini tinggali bersama Robin. Ia bahkan sempat menyapa para pelayan yang sedang membersihkan rumah, halaman dan yang tengah memasak didapur.
Rumah ini begitu ramai dengan orang orang tapi tak ada satupun yang menolongnya saat Robin mengunci dirinya dikamar.
Saat Sara kembali dari rumah mertuanya, kamarnya sudah terlihat sangat rapi dan bersih.
Sara tahu, para pembantu ini pasti memiliki kunci tersendiri untuk memasuki kamarnya.
Sara mencoba untuk duduk di ayunan di halaman belakang yang luas. Aroma rumput basah tercium begitu segar di hidung Sara. Halaman belakang ini begitu indah dan luas.
Di ujung sana terlihat kolam renang yang indah. Ini pertamakalinya Sara melihat secara utuh rumah suaminya.
Tak lama kemudian, seorang pelayan datang mengantarkan dua gelas cangkir kopi yang masih panas.
" Buat siapa?" tanya Sara heran.
" Buat kita..." jawab Robin dari dalam dan berjalan kehalaman belakang menghampiri Sara.
Sara langsung berdiri gugup. Ia masih tak terbiasa untuk bertemu Robin secara dadakan.
Entah karena takut, ia selalu merasa gugup.
" Duduklah.. temani aku sebentar.." suruh Robin sambil menghidupkan musik smooth jazz yang terdengar ke seisi rumah. Sara duduk perlahan dan mencoba menikmati kopi hangatnya.
Tak ada pembicaraan diantara mereka.
Sara membuang pandangannya ke arah kolam renang.
" Kamu ingin berenang?" tanya Robin tiba tiba.
" Oh tidak..." jawab Sara gugup.
" Ayo, ikuti aku..." ajak Robin sambil berjalan ke arah kolam renang.
Tanpa banyak berkata Sara mengikuti langkah Robin.
" Buka bajumu" suruh Robin pada Sara dan ia pun tiba tiba melepas dasi dan kemejanya.
Sara menatap Robin bingung, saat melihat Robin melepaskan pakaiannya dan hanya mengenakan celana dalam dan berjalan ke arah intercom untuk menyediakan 2 buah bathrobe.
" Ayo lepas bajumu!" suruh Robin lagi.
" Aku tak bisa, aku tak bawa baju renang" tolak Sara.
" Gak usah pake baju renang. Gunakan saja pakaian dalam. Ini rumah kita sendiri." ucap Robin sambil menceburkan diri kedalam kolam lalu berenang gaya bebas beberapa kali balikan di kolam renang yang luas itu.
Sara masih enggan melepaskan pakaiannya, bahkan sampai pelayan datang mengantarkan 2 buah bathrobe, Sara masih enggan. Robin melompat dari kolam dan duduk di tepian kolam.
Tubuhnya terlihat berotot, tak terlalu besar tapi sangat bagus.
" Apa kamu ingin aku yang melepaskan pakaianmu?!" ucap Robin mulai tak sabar melihat Sara yang masih berpakaian lengkap.
Perlahan Sara menoleh ke arah belakang, ketika ia yakin sudah tak ada pelayan di sekitar mereka, ia melepaskan pakaiannya dan hanya mengenakan pakaian dalam dan masuk kedalam kolam perlahan.
Air kolam itu terasa dingin membuat tubuh Sara gemetar menahan dingin.
Robin segera mengikuti Sara kembali masuk kedalam kolam dan menarik Sara untuk berenang ke tengah. Sara panik dan mencoba memeluk Robin, karena ia tak terbiasa untuk berenang di kolam yang dalam.
" Jangan! aku takut!" pekik Sara panik dan berusaha menyelamatkan diri saat Robin melepas tangannya. Ia berhasil meraih tangan Robin dan segera merangkul leher Robin erat.
Robin membiarkannya bergelantungan di lehernya dan mencoba berenang sembari membawa Sara didalam pelukannya. Sara sempat panik saat Robin yang mahir berenang membawanya menyelam.
Saat muncul ke permukaan, Sara langsung terbatuk batuk karena kemasukan air dari mulut dan hidung. Robin hanya tertawa dan menggiring Sara ke pinggir kolam.
Dipinggir kolam sudah ada cemilan dan minuman yang disiapkan pelayan rumah tangga. Robin menarik sedikit kedekatnya lalu mengambil sepotong apel dan memasukannya kedalam mulutnya.
" Coba apel ini, rasanya enak sekali" ucap Robin pada Sara yang masih mengatur nafasnya.
Sara baru saja menoleh kearah Robin dan Robin langsung memegang kedua wajahnya dan mendorong sepotong apel masuk kedalam mulut Sara dengan mulutnya.
Sara segera memalingkan wajahnya saat ada apel masuk kedalam mulutnya.
Saat Sara mengunyah apel, Robin sibuk menempelkan tubuhnya pada Sara dan mengajaknya berendam didalam air agar tubuh mereka tak kedinginan.
" Di Dalam ruangan itu ada jacuzzi dengan air hangat, mau coba?" ajak Robin tiba tiba.
Perlahan, ia menarik Sara keluar dari kolam dan mengajaknya setengah berlari ke dalam sebuah ruangan yang awalnya Sara pikir adalah kamar bilas.Ternyata tak hanya itu,ada ruangan sauna dan jacuzzi air hangat dengan pemandangan taman ke arah rumah.
Robin mencoba menyalakan bak jacuzzynya.
Tak lama, airnya pun penuh dan mereka berdua mulai masuk kedalam, menghangatkan diri dengan air panas.
" Sini." panggil Robin saat melihat Sara duduk menjauh darinya.
Sara pura pura tak mendengar, sampai akhirnya Robin yang datang menghampiri dan memeluknya dari belakang. Sara mulai khawatir Robin akan segera mengajaknya bercinta saat ia merasakan Robin menempelkan tubuhnya dari belakang dan mencumbu lehernya.
Sara sedang tak sanggup melayani Robin dan masih terlalu lelah setelah bercinta dengan Robin kemarin.Melihat Tubuh Sara yang kaku dan menegang, Robin tahu perempuan itu sedang tak ingin bercinta dengannya.
" Kenapa? Serviceku tak enak?" tanya Robin dengan sebal, berbisik ditelinga Sara.
" Bukan itu,aku hanya masih lelah, kemarin kita baru saja melakukannya." jawab Sara enggan.
Robin tak berkata apa apa, tapi tubuhnya terasa tak menekan tubuh Sara lagi walau ia masih sibuk menciumi leher Sara sambil memeluknya.Sara membiarkan Robin menyentuh dirinya sampai ia bosan daripada ia menolak Robin, karena hal itu akan memprovokasi Robin untuk berbuat lebih. Robin bukan pria yang bisa menerima jika ditolak.
Setelah puas menjadikan Sara boneka mainannya, Robin mengajak Sara untuk kembali kerumah. Sara pun mengangguk setuju. Mereka pun membersihkan diri dan kembali kerumah.
Saat hendak mengganti pakaian, Robin melarangnya.
" Kita akan makan malam menggunakan ini saja." ucap Robin sambil menunjuk ke arah bathrobenya.
" Tapi nanti terlihat pelayan, gak enak…" ucap Sara yang cemas dengan permintaan aneh Robin.
" Saat makan malam, tak ada pelayan disekitar kita. Tenang saja." ucap Robin acuh sambil mengeringkan rambutnya.
Sara memalingkan muka, saat melihat tubuh Robin mengintip dari balik bathrobe. Perempuan itu merapatkan bathrobenya agar tak memperlihatkan apapun. Saat makan malam pun tiba. Sara merasa kaget saat melihat hanya ada satu piring makan. Sedangkan sajian terlihat banyak dan lengkap.
" Aku ambil piring dulu..." ucap Sara setengah bingung.
" Tak usah,Aku yang minta hanya satu piring yang tersaji di meja. Sini duduk dipangkuanku, biar aku yang menyuapimu makan. Malam ini kita akan makan satu piring berdua. " ucap Robin lalu menarik Sara kedalam pangkuannya.
Sara duduk dengan tegang. Ia benar benar tak merasa nyaman. Bagaimanapun di dalam bathrobe mereka, tak ada satu helai kain yang menutupi tubuh. Dipangku seperti itu membuat paha indah Sara terlihat.
" Mas, jangan..." pinta Sara setengah berbisik saat Robin seperti anak kecil ingin merogoh tubuhnya.
" Jangan larang aku." balas Robin sambil berbisik.
" Mas,aku malu, takut ada yang lihat.. lebih baik kita makan" pinta Sara mengutarakan perasaannya danmencoba mengalihkan perhatian Robin.
" Apa yang kau lakukan padaku Sara? Didekatmu, membuatku selalu ingin bercinta denganmu. Aku merasa kecanduan akan tubuh ini" ucap Robin sambil menghela nafas dan mengacak acak bathrobe Sara.
" Mas, jangan disini..." ucap Sara cemas dan begitu takut Robin memaksanya melakukan hubungan intim diruang makan yang terbuka.
Robin segera menggendong Sara dan membawanya kedalam kamar. Sesampainya dikamar Robin segera menutup pintu dan menekan Sara yang masih ada dalam gendongannya ketembok.
Sara mengerang sesaat saat Robin menyatukan tubuh mereka.
Tapi kali ini sepertinya Robin sudah tak sabar, mereka pun bercinta dengan intens. Masih di dalam pelukan, ia membawa Sara keatas ranjang lalu menyelimuti tubuh mereka berdua dalam selimut yang hangat. Dengan memeluk Sara sesaat, entah mengapa hati Robin merasa tenang.
Perempuan itu benar benar membuatnya kecanduan diantara perasaan marah dan bencinya.