1.Hamil

1104 Kata
“Mas, aku mau ini dong. Boleh kan?” Tanya Syifa pada Rama ketika sedang menginginkan sesuatu. “Boleh sayang, ambil aja. Mau berapa?” Tanya Rama ketika akan mengambilkan barang yang diinginkan istrinya. “Satu aja Mas, jangan banyak-banyak.” Ucap Syifa dengan mata berbinar. “Dedeknya mau satu aja nih? Yakin Dek kamu cuma mau satu?” Tanya Rama yang membuat Syifa tersenyum, pasalnya mereka baru saja mengetahui jika Syifa sedang mengandung buah cintanya dengan Rama. Mereka terlalu antusias untuk menyambut anak pertamanya. Bahkan kedua orangtua Syifa sangatlah bahagia mendengar berita jika Syifa sedang mengandung cucu mereka. “Ih Mas malu kalau didenger orang.” Syifa langsung menutup wajahnya karena tersipu. “Kenapa malu? Toh kamu hamil punya suami. Aneh-aneh aja kamu.” Ucap Rama sambil mengambil barang yang diinginkan istrinya. “Mau apalagi? Yakin ini aja?” Tanya Rama antusias untuk mewujudkan apapun keinginan istrinya. “Udah itu aja, nanti kalau aku pengen aku langsung bilang ke kamu.” Rama mengangguk lalu menuju kasir untuk membayarnya. Mereka kini sedang dalam perjalanan menuju pulang. Rama tak henti-hentinya mengembangkan senyum ketika mengemudikan mobil. Hatinya berbunga mendengar ucapan dokter ketika mengatakan jika istrinya sedang mengandung dengan usia 5 minggu. “Mas mau itu.” Tunjuk Syifa ketika melihat pedagang es cincau sedang melintas. “Hm apa?” Tanya Rama ketika tidak fokus. “Itu Mas, mau itu.” Tunjuk Syifa yang membuat laju mobil semakin melambat dan Rama melihat seorang pedagang sedang mendorong gerobaknya. “Itu apa sih sayang?” Tanya Rama ketika hanya melihat pedagangnya dari belakang. “Es cincau Mas, aku pengen itu.” Rengek Syifa yang diangguki oleh Rama. “Kamu tunggu di sini, Mas yang ke sana.” Syifa mengangguk dan menatap setiap gerakan Rama ketika akan turun dari mobil. Rama langsung memanggil pedagang es cincau tersebut dan membeli beberapa esnya. “Ini Pak, sudah jadi semua esnya.” Ucap si pedagang pada Rama. “Totalnya berapa Pak?” Tanya Rama. “50 ribu Pak. Tapi ngomong-ngomong Bapak beli banyak banget lagi pada ngumpul ya Pak?” Tanya si pedagang yang tak menyurutkan senyum Rama. “Cuma buat istri Pak, ngidam pertama Pak jadi saya pengen wujudin apapun yang dia pengen.” Ucap Rama sambil menyerahkan selembar uang berwarna merah. “Lagi ngidam Pak? Ya sudah gak usah bayar Pak. Saya jadi inget sama anak saya yang juga lagi hamil.” Ucap si pedagang yang membuat Rama menghentikan senyumnya. “Loh jangan dong Pak, nanti Bapak rugi.” Ucap Rama sambil menyelipkan uang ke dalam saku si pedagang. “Saya terimakasih banget ya Pak, permisi.” Ucap Rama lalu segera beranjak agar uangnya tak dikembalikan lagi. “Terimakasih kembali Pak, semoga sehat selalu dan rezekinya berlimpah.” Ucap si pedagang tulus. “Terimakasih do’anya Pak.” Ucap Rama ketika menghentikan langkah dan menoleh ke arah si pedagang. Rama membawa sekantung es cincau dengan wajah berbinar, dia berpikir Syifa akan menyambutnya dengan antusias jika dia membelikannya dengan jumlah yang banyak. Rama juga khawatir jika nantinya Syifa menginginkan lagi namun si pedagang sudah tak lagi ada di tempatnya. Alhasil Rama yang penuh dengan inisiatif membeli dengan jumlah yang banyak. “Sayang liat nih Mas bawain es cincau banyak buat kamu.” Ucapnya ketika membuka pintu mobil. Wajah berbinar Syifa seketika surut dan menatap bingung ke arah Rama. “Mas ini kebanyakan, siapa yang mau ngabisin? Aku mau cuma satu aja jangan banyak-banyak. Lagian dari sini ke rumah juga masih lumayan.” Ucap Syifa yang membuat Rama ikut bingung. “Nanti Mas bantuin buat ngabisin deh. Sekarang ambil aja dulu buat kamu makan. Gih ambil Yang.” Ucap Rama yang memberikan 1 cup es cincau pada Syifa. “Terimakasih Mas.” Rama mengangguk lalu memacu mobilnya untuk pulang. Kedua orangtua Syifa sudah berada di sana ketika diberi kabar oleh Rama kalau putri mereka sedang mengandung. “Sayang agak cepet ya, Mama sama Papa udah nungguin kita soalnya.” Syifa mengangguk lalu meneruskan makannya. Rama yang sedang fokus pada kemudinya akhirnya memecah fokus ketika mendengar ponselnya berdering. Di sana tertera nama Doni—sahabat sekaligus sudah seperti saudaranya sendiri. Mereka menjalin pertemanan semenjak kuliah hingga sekarang, membangun bisnispun mereka dirikan bertiga bersama Syifa. “Sayang tolong angkat itu Doni yang telepon.” Ucap Rama menunjuk ponselnya yang berada di samping Syifa. “Halo Assalamu’alaikum Mas Doni.” Salam Syifa ketika menerima panggilan dari Doni. “Wa’alaikumsalam Fa, Rama kemana?” Tanya Doni ketika tak mendapati suara Rama yang menerima panggilan darinya. “Mas Rama lagi nyetir, Mas Doni mau ngobrol sama Mas Rama?” Terdengar helaan napas dari seberang sana. “Kalau lagi nyetir nanti aja lah Fa, kalau udah sampek rumah berkabar ya.” Ucap Doni lalu menutup panggilan sepihak. “Iya Mas Do—” ucap Syifa yang tak diteruskannya. “Dasar Mas Doni gak sopan.” Ucap Syifa yang sudah dapat ditebak oleh Rama. “Dimatiin ya Yang?” Syifa mengangguk sambil mengerucutkan bibir. “Jangan manyun, bikin gemes aja kamu.” Ucap Rama lalu membelokkan mobilnya menuju pelataran rumahnya. “Mas kok udah sampek? Es aku aja belum abis.” Ucap Syifa yang baru menyadari mereka sudah sampai di pelataran rumah. “Kamu manyun aja sih. Ayo turun, sini esnya biar Mas aja yang bawa.” Syifa menurut lalu menyerahkan esnya. Adi dan Ratna—orangtua Syifa yang mendengar suara deru mobil yang berhenti langsung keluar rumah untuk menyambut kedatangan putri dan menantunya. Adi sudah merentangkan tangannya agar sang putri menuju pelukan hangatnya. Syifa yang melihat wajah berbinar dan tangan yang sudah direntangkan langsung masuk ke dalam pelukan sang ayah. “Papa~” panggilnya mendayu dan manja. “Iya Nak, gimana? Apa kata dokter?” Tanya Adi yang membuat Rama terkekeh pelan sambil memberikan es cincau yang tersisa dikantung pada Bu Minah. “Masuk dulu Pa jangan di depan pintu begini. Gak baik dan gak enak diliat orang.” Ucap Rama yang disetujui mereka. “Papa udah gak sabar pengen dengernya Ram. Emang bener anak Papa yang manja ini lagi hamil cucu Papa?” Rama mengangguk yang membuat Adi dan Ratna meneteskan air mata bahagianya. “Alhamdulillah.” Ucap keduanya serempak lalu memeluk Syifa erat. “Ma, Pa, aku gak bisa napas ini.” Ucap Syifa yang membuat kedua orangtuanya langsung melepas pelukan mereka. “Maaf-maaf, sehat-sehat ya Nak jangan capek-capek.” Ucap Ratna sambil mengelus lembut perut Syifa yang masih rata. “Iya Ma, Mama sama Papa nginep di sini aja ya.” Pinta Syifa yang langsung diangguki oleh keduanya. “Oh iya Mas tadi Mas Doni minta dikasih kabar kalau udah sampai rumah.” Ucap Syifa yang ingat dengan pesan Doni. Rama hanya mengangguk tanpa berniat menghubungi Doni
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN