Pertemuan Adrian dan Sheila terakhir kali sekaligus memupus harapan Adrian bahwa Sheila adalah wanita yang bisa dijadikannya kekasih.
Walaupun mereka bukanlah saudara kandung. Tetapi orang tua mereka terikat pernikahan. Sungguh tidak etis untuk menjalin hubungan. Terlebih lagi Sheila yang selalu bersikap ketus kepadanya.
Adrian kembali meyakinkan dirinya bahwa dia seorang playboy yang bisa berganti-ganti wanita dan membuatnya bertekuk lutut. Dia tidak akan menjatuhkan harga dirinya mengejar wanita, tidak mungkin.
Di kantor Adrian mencoba berkonsentrasi walaupun tubuhnya di situ tetapi pikirannya melayang-layang.
Tiba-tiba ponselnya yang diletakkan di meja berbunyi.
"Halo ya."
"Bro, Lo gabung gak bentar malam? biasa party."
"Di mana?" tanya Adrian malas-malasan.
"Di tempat biasa," jawab teman Adrian.
"Lihat bentar ya. Kalau gue gak capek, gue nyusul ke sana."
"Setidaknya pastiin bro. Biar kami siapin cewek buat Lo."
"Nanti aja lah gue kabarin. Gue lagi kerja nih."
"Oke. Sampai ketemu ya bro."
"Iya."
Adrian menutup panggilannya. Rata-rata teman nongkrongnya adalah anak pengusaha kaya raya dan mewarisi bisnis keluarga mereka.
Kehidupan mereka yang dituntut untuk selalu sempurna membuat mereka melampiaskannya dengan cara bersenang-senang dan main perempuan.
Awalnya Adrian menyukai kehidupan seperti itu. Tetapi lambat laun semakin dirinya dewasa, dia mulai memikirkan untuk segera berumah tangga.
Terlebih lagi desakan Selma yang ingin sekali melihat dirinya menikah. Mungkin juga Selma mempunyai tujuan lain, memastikan bahwa dia sudah tidak lagi memikirkan Angel.
"Astaga, Gea!" Adrian mengelus-elus dadanya karena terkejut. Sekretarisnya itu telah berdiri di depan mejanya.
"Bapak ngelamuin apa pak?" tanya Gea dengan tatapan curiga.
"Ngelamun jorok ya?" tebak Gea lagi.
Adrian memejamkan matanya, menghela napas panjang. Dia sepertinya harus segera mencari sekretaris baru. Gea sudah keterlaluan. Tetapi di sisi lain, Gea sangat bisa diandalkan. Jika dia memecatnya, dia harus memulai lagi dari awal dengan sekertarisnya, mengajarinya dan juga menyesuaikan diri kembali. Sungguh membuang-buang waktu. Adrian lagi-lagi harus menepis pikirannya itu.
"Ada apa Gea?" ucap Adrian mencoba meredakan emosinya.
"Ini pak berkas yang bapak mau tanda tangan," jawab Gea tersenyum.
Segera saja Adrian membubuhkan tanda tangannya, "Udah."
"Makasih pak.*
"Masih ada lagi?" tanya Adrian karena Gea tak kunjung meninggalkan ruangannya.
"Sudah pak. Makasih saya permisi," Gea menunduk sopan.
"Tapi pak? Bagaimana dengan wanita itu, bapak berhasil gak?" Gea menghentikan langkahnya.
"Gagal. Cari yang baru," jawab Adrian. Lebih baik mengatakan terus terang daripada harus menjawab setiap rasa penasaran Gea mengenai kehidupan percintaannya, pikir Adrian.
"Oh gitu pak. Semoga sukses ya pak. Kasihan banget Playboy pengen insyaf malah kena tolak," gumam Gea. Tetapi Adrian masih bisa mendengarnya. Sudahlah, dia tidak udah menggubris Gea lagi. Anggap saja dia tidak mendengar. Semakin dia meladeni Gea dia yakin pembicaraan akan semakin melebar kemana-mana.
***
Malam harinya, Adrian memilih untuk memenuhi ajakan teman-temannya untuk bersenang-senang. Mungkin begini cara agar dia melupakan tentang Sheila. Siall, wanita itu kembali lagi diingatannya. Adrian sangat ingin otaknya direfresh ulang agar kembali ke pengaturan awal layaknya komputer.
Masuk ke dalam klub dengan suasana remang-remang, Adrian harus menajamkan penglihatannya untuk mencari di mana teman-temannya berkumpul.
"Adrian," suara teriakan seseorang memanggil namanya, membuat Adrian segera berbalik.
"Ya," Adrian mengangkat tangannya dan menghampiri meja teman-temannya.
Adrian kemudian bersalaman dengan semua teman-temannya.
"Ini bro," sodorkan salah satu teman Adrian gelas minuman.
"Thanks bro."
Adrian segera meneguk minuman dalam gelas sekali teguk.
"Pelayan," ucap salah satu teman Adrian yang katanya akan mentraktir malam itu.
Adrian terhenyak. Mengapa dunia begitu sempit. Lihat, wanita itu kembali muncul di hadapannya. Ya, Sheila saudara sambungnya, kali ini menjadi pelayan yang mengantarkan minuman.
Sheila memakai rok yang sedikit saja dia menunduk bisa membuat dalamannya terlihat. Bajunya juga memperlihatkan pusarnya. Adrian sungguh geram melihat tampilan Sheila seperti itu. Dia geram tetapi berusaha ditahannya, apalagi Sheila sengaja tidak mengenalinya. Benar saja, wanita itu memang pandai bersandiwara.
"Udah itu aja pak," ucap Sheila mencatat pesanan.
"Udah sayang," ucap teman Adrian sengaja mengelus lembut paha Sheila. Adrian tahu Sheila pasti merasa tidak nyaman tetapi tak mampu melawan. Tunggu, seingat Adrian, Sheila pernah memelintir tangannya. Kenapa sekarang tidak dilakukannya. Adrian tidak paham jalan pikiran Sheilla, sungguh.
Adrian tidak berkata apa-apa, hanya diam mengamati hingga Sheila berlalu.
Tidak lama Sheila datang kembali dan membawa pesanan temannya.
"Makasih ya, ini tips buat kamu," ucap teman Adrian sengaja menaruh uang di dalam belahan d**a milik Sheila. Wanita itu terkejut tetapi berusaha tersenyum.
"Makasih," balas Sheila menunduk hormat.
***
Sheila kembali ditugaskan dalam misi penyamaran di sebuah klub malam. Ada informasi bahwa Kevin Bailey sering mengunjungi klub malam tersebut.
Sheila harus mendekati Kevin atau mengawasi gerak-geriknya. Untuk masuk menjadi pelayan di klub itu, Sheila harus menyogok salah satu pegawai klub agar bisa membantunya masuk.
Saat berganti pakaian pelayan klub, Sheila berkali-kali melihat tampilan dirinya di cermin. Pakaian kurang bahan yang sengaja dipakai pelayan di sana sungguh memancing hawa napsu kaum Adam. Mengapa seakan derajat wanita selalu direndahkan seperti ini.
Tetapi demi misi ini Sheila harus melakukannya. Dia harus menangkap Robert Bailey dan kembali ke Inggris.
Sheila akhirnya melakukan pekerjaannya. Dia berpindah-pindah ke meja satu dan meja lainnya untuk mencatat pesanan dan mengantarkannya. Malam itu memang klub terlihat sangat ramai.
"Pelayan," suara seseorang memanggil Sheila. Segera saja dia menghampiri meja itu. Tetapi Sheila terkejut namun berusaha dia tutupi. Adrian, Adrian Tanuwijaya. Pria itu kembali muncul di hadapannya setelah pertemuan terakhir mereka. Sheila masih ingat Adrian mengancamnya akan membeberkan pekerjaannya yang sebenarnya kepada Selma. Sheila benci pria yang mulutnya lemes kayak perempuan.
Sheila segera mencatat pesanan di meja Adrian dan sebisa mungkin tidak bersitatap dengannya. Apalagi tangan nakal teman Adrian sempat mengelus pahanya, ingin sekali dia mematahkan tangan itu, jika Sheila tidak memikirkan misinya.
Tidak lama dia kembali lagi ke meja Adrian membawa pesanan mereka. Belum selesai rasa kesalnya, kali ini teman Adrian bahkan dengan berani memberi tip dan menaruhnya di dadanya. Sheila menahan geram, tangannya mengepal. Sekali tonjok, dia yakin teman Adrian akan kehilangan ingatan. Sheila terpaksa tersenyum dan meninggalkan meja Adrian. Dia yakin Adrian semakin merasa mempunyai bukti yang kuat bahwa dirinya memiliki pekerjaan haram di luar sana.
"Kevin Bailey ada di ruangan VIP, lo anterin dia minuman," ucap bartender memberikan informasi kepada Sheila.
"Thanks, lo emang bisa diandalkan," ucap Sheila dan memberikan uang tip dari teman Adrian kepada bartender itu.
Sheila kemudian membawa pesanan dalam ruangan VIP di lantai dua.
"Saya harus menggeledah kamu," ucap bodyguard bertubuh besar menghalangi Sheila yang akan masuk ke ruangan.
Sheila kemudian pasrah tubuhnya diperiksa.
"Aman, kamu boleh masuk," ucap bodyguard itu.
Sheila kemudian masuk ke dalam. Ada empat pasangan di dalam sedang menyanyi dan tertawa sembari meneguk minuman.
"Kevin, Kevin," sorak sorai orang menyemangati Kevin yang ditantang untuk menghabiskan minuman. Akhirnya Sheila bisa tersenyum lega. Dia kini tahu seperti apa wajah Kevin Bailey.
Kevin menaruh gelas kosong ke atas kepalanya menandakan bahwa dia meneguk habis minuman dalam gelas itu.
Sheila sengaja berlama-lama di dalam ruangan itu demi menguping pembicaraan Kevin yang mungkin saja membahas tentang ayah angkatnya Robert Bailey.
"Habisin. Duit gue banyak. Bokap gue kaya," ucap Kevin menyombongkan diri.
"Bokap lo emang di mana sekarang bro. Apa udah ada kabar?" tanya teman Kevin, membuat Sheila semakin menajamkan pendengarannya.
"Hei, udah kan? Ngapain lama-lama di sini. Ambil tipsnya," ucap Kevin mengusir Sheila.
Sheila segera menjatuhkan salah satu antingnya sebagai alat untuk menyadap pembicaraan Kevin demi menghindari kecurigaan.
Setelah keluar dari ruangan, Sheila mencari tempat yang sedikit tenang agar bisa mendengar percakapan Kevin dan teman-temannya.
"Jadi bagaimana bokap Lo bro?"
"Aman. Bokap gue gak segampang itu ditangkap."
"Terus di mana dia sekarang?"
"Ada di suatu tempat yang aman. Lo gak perlu tahu."
"Iya sih."
"Ya udah jangan pikirin bokap gue. Kita senang-senang aja."
Sheila mendesah napas kasar. Kevin tidak membocorkan keberadaan Robert. Bagaimana caranya dia menangkap pria itu. Dia seperti hilang ditelan bumi. Sampai kapan Sheila harus bertahan di Indonesia. Dia ingin kembali hidup tenang tanpa ada yang mengenalinya.