Mata Bumi mengitari sekeliling. Tiba-tiba dia menangkap bayangan seseorang berpakaian hoodie hitam. Mukanya tersamarkan karena tertutup masker. Sementara di lehernya tergantung kamera.
"Woi ... siapa lo!" teriak Bumi geram.
Dia segera mengejar lelaki pemegang kamera itu. Feeling-nya mengatakan jika orang itu sudah mengawasinya dari kemarin. Sayang lari Bumi kalah cepat. Dirinya kehilangan jejak pria misterius itu.
Dengan perasaan sedikit kecewa, Bumi kembali menemui keluarganya. Orang tua si penunggang kecil itu tampak berkali-kali meminta maaf pada Layla dan Azriel. Keduanya berlalu setelah dimaklumi oleh Layla.
"Mas Bumi ngejar siapa?" tanya Layla begitu Bumi menghampiri.
"Kayaknya ada yang nguntit kita," balas Bumi dengan napas yang sedikit tersengal.
"Oh ya?" Mata Layla sedikit terbeliak.
"Hooh, sayang banget aku gak bisa ngejar dia," sesal Bumi sambil menggeleng, "gimana kalian gak papa?" Matanya menatap Layla dan Azriel secara bergantian.
Layla tersenyum manis. "Alhamdulillah kami baik-baik saja. Terima kasih banyak untuk pertolongannya," ucapnya tulus.
Tidak lama Seli datang bersama anak-anak. Chelsea dan Kenzi terlihat begitu bergembira. Keduanya tertawa terbahak-bahak. Mereka saling berbagi cerita mengenai pengalaman menaiki kudanya masing-masing.
"Tadi aku lihat Papa lari-lari. Emang lagi ngejar apa, Pa?" tegur Chelsea begitu menghampiri ayahnya.
"Iya, kayak lagi ngejar maling saja." Seli menimpali omongan sang putri.
"Papa lihat ada orang yang ambil foto papa dan Tante Layla sembarangan," balas Bumi jujur, "begitu ketahuan orangnya langsung lari. Mencurigakan."
Seli memincing. "Paparazi?"
"Ya semacam itulah."
"Tapi kamu bukan artis lho, Bang," tanggap Seli tergeli. Bibirnya mengulum senyum.
"Itu dia ... aku sendiri perasaan gak punya musuh juga." Bumi yang heran mengelus dagunya yang sedikit dipenuhi bulu. "Dan aku sudah merasa dibuntuti sewaktu kita pergi ke water park kemarin."
"Jangan-jangan orangnya Panji," celetuk Seli keceplosan.
"Ayah aku kenapa, Tante?" Kenzi merespon cepat.
"Ah enggak ... ayah kamu gak kenapa-kenapa," kilah Seli langsung menghindar, "udah pada laper kan? Kita cari makanan, yuk!"
"Asyiiik!" Kenzi dan Chelsea menyambut girang.
Keenam orang itu melangkah menuju restoran. Restoran dengan konsep peternakan. Materialnya kebanyakan dari kayu.
Seli memesan enam set bento. Makanan tersebut terdiri dari nasi, salad, teriyaky dan yakiniku. Sementara makanan penutupnya berupa puding dan yogurt. Anak-anak menikmati makanan dengan lahap.
Usai makan mereka mengunjungi area Magic Village. Kenzi dan Chelsea berlarian memasuki terowongan berbentuk lingkaran. Di belakang mereka, para orang tua mengikuti.
Bumi yang pengertian menggendong Azriel. Kebetulan anak itu mengeluh capek. Di mana Layla juga sudah kepayahan karena Azriel sering minta digendong.
Kenzi dan Chelsea begitu terpukau begitu memasuki Magic Village. Ada banyak rumah-rumah kecil dengan jalan setapak berbatu. Pemandangan kian indah karena ada sungai yang mengalir dengan jernih.
Kedua bocah itu begitu antusias saat para kurcaci menyambut mereka. Hingga hari mulai senja keduanya baru mau diajak pulang. Tiba di vila Seli mengajak Layla untuk berkemas.
"Kok pulang sih?" rengek Chelsea merasa enggan, "masih betah liburan di sini, Mama."
"Kan udah dua hari, Sayang," balas Seli.
"Tapi kita kan belum pergi ke Taman Safari." Chelsea kian merajuk.
"Iya, Bun, kita kan lama gak ke kebun binatang." Kenzi ikut menimpali.
"El pengen lihat macan, Bunda." Si kecil Azriel pun ikut bersuara.
Seli, Layla, dan Bumi saling berpandangan.
"Ya udah kalian libur lagi sehari, tapi papa gak ikut," putus Bumi pengertian, "papa ada banyak kerjaan soalnya."
"Yahhh!" Chelsea terlihat kecewa, "ya udah deh gak papa."
Keesokan paginya Bumi kembali ke Jakarta seorang diri. Sementara istri dan anaknya serta keluarga Layla meneruskan liburannya sendiri. Namun, sebelum pamit Bumi sempat mewanti-wanti Layla dan Seli agar berhati-hati.
Kedua wanita itu mematuhi nasihat Bumi. Seli dan Layla berusaha waspada. Namun, sampai mereka pulang dari Taman Safari, tidak ada kejadian yang membahayakan semua.
Sesuai kesepakatan, di hari berikutnya mereka kembali ke Jakarta.
"Makasih banyak ya, Sel. Kamu udah buat anak-anak aku bahagia," ucap Layla tulus. Kali ini dia duduk di jok depan. Karena Azriel sudah mau bergabung dengan Kenzi dan Chelsea. Ketiganya tengah tertidur pulas di bangku belakang.
Seli tersenyum simpul. "Kebahagiaan kamu dan anak-anak adalah kebahagiaan aku juga."
"Kamu memang saudara aku yang baik." Layla memeluk lengan Seli dengan sayang, "andai bisa nyetir, aku mau gantiin posisi kamu biar gak kecapekan."
Lagi-lagi Seli hanya tersenyum tipis. Mobilnya terus melaju membelah jalanan. Setelah menempuh perjalanan yang cukup melelahkan, akhirnya mereka tiba di rumah.
Tidak disangka ternyata kepulangan mereka sudah ditunggu oleh pihak kepolisian. Para petugas langsung berdiri begitu melihat Seli dan yang lain memasuki ruang tamu. Sementara wajah ART Seli terllihat pucat. Mungkin ketakutan karena ini merupakan pengalaman baru didatangi oleh polisi.
"Kedatangan kami ke sini adalah untuk membawa Ibu Layla ke kantor guna memenuhi periksaan," lapor salah seorang dari petugas tersebut.
Otomatis Layla tercengang mendengarnya. "Memangnya saya salah apa, Pak?"
"Bapak Panji membuat laporan bahwa Ibu telah menculik anak-anaknya selama tiga hari ini."
"Apaaah?!" Layla dan Seli kompak tercekat kaget.
"Saya ini ibu dari mereka, Pak," jelas Layla sembari menunjuk Kenzi dan Azriel, "seorang ibu membawa anaknya liburan, apakah itu bisa dinamakan penculikan?"
"Kami hanya menanggapi laporan. Ibu bisa jelaskan semuanya di kantor."
"Tapi, Pak--"
"Tolong kooperatif dengan kami, Bu."
Layla tidak bisa menolak. "Tolong jaga anak-anak aku dengan baik, Sel," pintanya dengan berkaca-kaca.
"Bunda mau dibawa ke mana?" cecar Kenzi ketakutan.
"Bunda cuma pergi sebentar, Nak."
"Aku ikut, Bun," pinta Kenzi cepat.
"El juga itut." Si kecil Azriel turut bersuara.
"Ayo, Bu!" Seorang polisi menarik lengan Layla.
"Bunda ... Bundaaa!"
Layla hanya bisa menangis melihat anak-anaknya memanggil namanya. Wanita itu melambai sebelum masuk ke sedan berwarna putih dan biru tersebut.
Tiba di kantor, Layla langsung diinterogasi. Ada sekitar seratus pertanyaan yang dilontarkan penyidik. Walau pun dia sudah menjawab sejujurnya setiap pertanyaan yang dilontarkan, tetap saja dirinya ditahan.
Layla yang ketakutan menangis semalaman selama dalam jeruji.
Beruntung keesokan harinya, Bumi dan Seli datang untuk menjenguk. Suami Seli itu langsung membayar jaminan. Sehingga Layla hanya menginap semalam saja di hotel prodeo.
Sampai rumah Layla tetap merasa sedih, karena sudah tidak menjumpai kedua buah hatinya. Kenzi dan Azriel telah dijemput oleh Panji kemarin malam.
"Tolong bantu aku, Mas Bumi," mohon Layla sembari mengelap air matanya. "Aku akan segera menggugat cerai Panji dan merebut hak asuh atas Kenzi dan Azriel."
"Tentu ... kami pasti akan membantu kamu." Bumi dan Seli kompak berjanji.
*
Perjuangan Layla masih panjang. Panji yang ngotot tidak ingin berpisah membuat sidang perceraian ini menjadi alot. Apalagi pria itu mampu menyewa dua pengacara top untuk menyerang Layla.
Layla tidak berhak mendapatkan hak asuh anak karena pengacara Panji melancarkan fitnah. Layla diisukan menjalin cinta dengan Bumi. Apalagi ada banyak foto-foto yang memperlihatkan kedekatan mereka.
Ada beberapa gambar yang memperlihatkan jika Bumi dan Layla tengah berpelukan. Padahal realitanya Bumi tengah menolong Layla yang jatuh pingsan. Serta menyelematkan wanita itu dan Azriel saat di Cimory Dairyland.
Tidak sampai di situ, pengacara Panji juga memfitnah jika hubungan terlarang antara Layla dan Bumi sudah berlangsung lama. Mereka playing victim. Sehingga semua fakta menjadi terbalik.
Layla kalah dalam hak asuh. Ketika dia ingin mengajukan banding, Ibunya dari kampung menasihati.
"Gusti Allah mboten sare," tutur wanita itu halus, "udah ... gak usah dilawan si Panji."
"Tapi, Bu, aku gak bisa hidup tanpa anak-anak." Layla menyahut cepat, "aku iklhas jika tidak mendapatkan harta, tapi aku gak bisa kehilangan Enzi dan El."
"Jika kamu terus berusaha melawan Panji, maka kamu hanya akan mendapatkan lelah hati dan pikiran."
"Tapi, Bu ...."
"Biarkan tangan Allah yang berbicara, La," tutur sang Ibu pelan, "yang penting kamu jangan putus doa untuk kedua buah hatimu."
Layla menunduk dengan air mata berderai.
"Sekarang sebaiknya kamu kerja keras untuk anak-anak. Mempersiapkan tabungan untuk masa depan mereka." Ibunya Layla terus memberi wejangan, "suatu saat mereka pasti akan datang untuk mencari kamu. Dan kamu sudah siap untuk membahagiakan mereka."
*
"Layla menyetujui nasihat ibunya?" tanya Banyu penasaran.
"Ya, Layla anak yang penurut," jawab Seli usai menandaskan teh dalam botolnya, "sekarang seperti yang kamu lihat. Dia gila kerja demi anak-anaknya."
Banyu menarik napas dalam-dalam. "Mendengar semua penderitaan Layla, aku semakin terpacu ingin segera memberinya kebahagiaan," tekadnya tulus.
Next
Terima kasih banyak untuk love n komentarnya ❤️ komen kalian penyemangat aku untuk menulis.
Jan lupa subscribe ya untuk update part terbaru ?
I love you all ?