"Remember me, Emily Senzzy."
Emily terdiam beberapa saat, mencoba mengingat apakah dirinya mengenal pria berjas putih di hadapannya. Dan sedetik kemudian matanya melebar setelah berhasil mengingat siapa pria itu.
"Derrel, kau kah itu?" tanyanya dengan pandangan tak percaya menatap pria di hadapannya naik turun.
"Yes, that's me. Nice to meet you." sahut Derrel sembari menunjukkan senyuman manis khasnya. Menghiraukan Kent yang sudah menatap mereka dengan sangat dingin.
"Tapi kenapa kau di sini, dan tampilanmu, jasmu?" tanya Emily dengan raut penasarannya karena bisa kembali bertatap wajah dengan teman lamanya.
"Aku dokter disini." beritahu Derrel masih setia dengan senyum manisnya, lelaki berkacama mata itu memperlihatkan jas dokternya dengan bangga.
Emily menggelengkan kepalanya tak percaya, sedangkan decakan kagum terluncur dari mulutnya. "Ahh, aku ingat. Kau benar-benar menepati kata-katamu!" Ucapnya sembari terus menatap Derrel yang terbalut jas dokternya.
Darrel tertawa kecil. "Yang pasti aku keren dan tampan dengan jas ini bukan!" narsisnya dengan alis naik-turun dan Emily mendengus geli— ternyata lelaki di hadapannya itu belum berubah, penampilannya saja berubah sifatnya masih sama.
Saat Emily akan membalas perkataan Derrel. Tiba-tiba suara dehaman dingin menguar, membuat Emily sadar kalau bukan dirinya dan Derrel saja yang berdiri di sini—Menoleh, Emily meringis kala melihat Kent tengah menatapnya tajam.
"Ohya aku lupa memperkenalkan. Derrel ini Keniti dan Kent, ini Derrel sahabat lamaku." ucap Emily saling memperkenalkan.
Derrel melirik lelaki yang tadinya berada di belakang Emily sudah berpindah di sebelah wanita itu, dan lelaki itu tak buta kala melihat sepasang mata dingin Kent mengilat tajam padanya—menunjukkan ketidaksukaan, tapi Derrel menghiraukannya, dirinya lebih memilih memfokuskan pandangannya kembali pada Emily.
"Kau Dokter disini? Kenapa aku tidak pernah melihatmu?" tanya Emily lagi.
"Soal itu, aku di pindah tugaskan dari dua minggu yang lalu dari rumah sakit lamaku. Jadi aku baru di sini." jelas Derrel dan Emily mengangguk paham.
Tiba-tiba seorang perempuan berjas sama dengan Derrel menghampirinya dan membisikan sesuatu ke telinga pria itu, setelahnya berlalu pergi setelah berpamitan pada Emily.
"Ada pasien gawat darurat, aku pergi dulu, kapan-kapan kita ngobrol lagi, oke." pamit Derrel melangkah pergi setelah mengacak rambut Emily gemas.
"Derrel, rambutku berantakan. " protes Emily dengan ujung bibir tertarik menampilkan senyuman sambil terus melihat Derrel yang sekarang sudah tak terlihat karena belokan di depan.
Lelaki itu benar-benar menepati janjinya—teman lelaki yang dulunya berantakan—amat sangat, bisa juga menjadi seorang yang bisa menolong.
"Aku merasa kau akrab dengan pria itu."
Dan sedetik kemudian lamuran Emily buyar kala mendengar sahutan dingin di sampingnya.
"Tentu saja. Derrel itu bagaikan keluarga, teman, orang penting dalam hidupku. Dia baik dan cerdas meskipun kelakuannya dulu terbilang buruk dan dia pun merupakan orang yang—" ucapan Emily terhenti, kenapa dirinya menceritakan Derrel pada pria di sampingnya itu. "Hm, lupakan saja. " lanjutnya mengakhiri ucapannya.
Sedangkan Kent semakin mengeluarkan aura dinginnya. Ahh mood pria itu benar-benar buruk saat ini!
***
"Jangan dekat-dekat dengannya. Ingat itu!" Desis Kent sembari menarik kasar tangan Emily untuk mengikutinya.
"Hai lepaskan! Tanganku sakit!" ronta Emily karena pria itu terus menarik tangannya dengan kasar.
Memerintahkannya untuk memasuki mobil, dan mobil pun melaju dan berhenti di Mansion pria itu.
"Kenapa membawaku ke sini. Aku masih ingin bersama ibuku!" protes Emily.
"Jangan dekati apalagi terlihat bersama pria itu, kalau tidak kau akan menyesal!" ucap Kent balik memperingati.
Emily menatap tak percaya. "Kenapa? Dia teman dekat yang sudah lama tidak aku temui, kau menyuruhku jangan mendekatinya, jangan macam-macam kau bukan siapa-siapaku!"
Emily merasakan suasana di sekitarnya semakin menegang setelah dirinya mengatakan kalimat itu—Sedangkan wajah Kent yang sedingin es tampak menyeramkan di tambah rahangnya yang ikut mengeras.
Dengan secepat kilat tanpa di duga, tangan besar dan kekar lelaki itu mencengkam kasar rahang Emily membuat sang empu meringis.
"Dengarkan aku Emily Senzzy. Aku. Tidak. Suka. Di bantah! Toh juga kau telah menjadi milikku, jadi jangan melawanku. Mengerti?!" desisnya dengan nada menggetarkan untuk Emily yang hanya bisa mengangguk pasrah kemudian.
Tersenyum puas Kent langsung melepaskan cengkeraman kuatnya di rahang Emily yang langsung tampak memerah.
Kemudian Ia mengelus area bekas cengkeraman itu dengan lembut. Emily sejenak memejamkan matanya merasakan elusan lembut itu. Emily tidak menyangka Keniti bisa sekasar ini!
"Aku tidak akan sekasar ini jika kau tak mengusik jiwaku." ujar Kent dengan suara yang lebih lembut, sedangkan Emily hanya diam mencoba menetralkan tubuhnya dari rasa takut akan pria di hadapannya itu.
"Asal kau tidak macam-macam pada sahabatku."
"Ya, jika kau menuruti semua perintahku. "
***
"Bersihkan tubuhmu sekarang, pakaian gantinya akan datang padamu tak lama kemudian." ucap Kent lalu melangkah pergi meninggalkan Emily yang mengerutkan keningnya.
Kenapa pria dingin itu tiba-tiba berubah dan menyuruhnya mandi!
Tak punya pilihan lain, Emily masuk ke kamar mandi lalu mulai menanggalkan seluruh pakaiannya. Wanita itu sempat-sempatnya memperhatikan sekelilingnya, menatap kagum kamar mandi yang di tapak kakinya.
Selesai dengan ritual mandinya Emily keluar dengan menggunakan handuk sebatas paha yang sudah tersedia. Ia juga mendapati sepasang pakaian tersedia di atas ranjang dengan serta dalamannya—Melihat dalaman pipi wanita itu bersemu. Bagaimana pria itu tahu ukurannya?!
Segera Emily memakai pakaiannya, belum juga selesai tiba-tiba pintu terbuka, menampakkan sesosok pria tampan berambut pirang yang sekarang tengah menatapnya dengan mulut ternganga.
"AAHHH!!" Jerit Emily seketika sambil mencoba menutupi tubuh bagian bawahnya yang masih naked.
"Ups, Sorry, " ucap pria berambut pirang itu, tapi bukannya keluar pria itu malah tetap berdiri di tepatnya. Sialan!
"Kenapa masih di sini, KELUAR DASAR m***m!!" Pekik Emily.
"Keluar kau Jhonathan Naser!" geram Kent yang baru datang.
"Dan kau," Kent beralih menatap Emily.
"Kau bisa memakai pakaianmu di sana!" tunjuknya pada ruangan khusus pakaian dan tanpa basa basi Emily langsung berlari kearah yang di tunjuk dengan perasaan malu setengah mati.
Beberapa menit kemudian,
Emily keluar dengan dress selutut yang sudah melekat ditubuhnya, membuatnya terlihat cantik dengan rambut tergerai.
"Ka-kau masih di sini?" tanya Emily terkejut kala mendapati Kent masih berada di kamar, tengah duduk bersandar di sofa yang berdiri kokoh di depan kaki ranjang.
"Good fashion." Ucap Kent malah memuji—tatapannya tidak sedikit pun teralih dari gadis cantik di hadapannya. Dan Emily hanya menunduk malu karena di perhatikan lelaki tampan dan berkelas seperti Keniti Stefano Maxwell.