SELAMAT MEMBACA
***
Utari sedang ngepel lantai santai Abi turun dengan pakaian rapinya, sepertinya laki-laki itu akan pergi kerumah sakit untuk bekerja.
"Om sudah mau berangkat? Tidak mau sarapan dulu?" Utari bertanya saat Abi justru duduk di sofa dan tidak keruang makan.
"Ganti bajumu Tari, kita akan kerumah sakit sekarang," Abi berbicara dengan santai sambil mengetik sesuatu pada ponselnya.
"Kita mau ngapain kerumah sakit Om?" tanya Utari dengan bingung. Pasalnya dia tidak merasa sakit sedikitpun.
"Kamu lupa kalau kamu saya nikahi untuk hamil. Kan kamu sendiri yang bilang tidak mau hamil secara alami, yasudah ayo kita program inseminasi."
Mendengar ucapan Abi, Utari menjadi terdiam. Jangan lupa kan tugasmu Tari
batin hati Utari mengingatkan.
"Aku ganti baju dulu ya Om ..." Setelah mengatakan itu Utari langsung bergegas kekamarnya yang ada di lantai satu rumah itu, dia segera bersiap dan mengganti bajunya jangan sampai Abi menunggu terlalu lama. Beruntung baju-bajunya sudah dipindahkan semua kerumah ini semalam jadi Utari tidak bingung memakai apa.
"Ayo Om..." Abi melihat Utari yang telah berganti pakai. Dia segera bergegas untuk berangkat kerumah sakit karena sebelumnya dia sudah membuat janji dengan temannya yang merupakan dokter spesialis kandungan.
Pagi ini mereka akan melakukan inseminasi IUI atau intrauterine insemination. Sebelum menikah Abi dan Utari sudah memeriksakan kesehatan mereka, baik sel telur Utari, maupun kualitas s****a Abi. Dokter juga telah melakulan pengecekan terhadap tuba palofi dan rahim Utari mengatakan semuanya sehat. Bahkan Utari tidak pernah mengalami infeksi pada sistem reproduksi ataupun mengidap endometriosis. Semua dalam keadaan sehat baik Utari maupun Abi. Sebenarnya dokter mengatakan kasus kesehatan seperti mereka tidak perlu melakukan proses inseminasi seperti yang banyak dilakukan oleh pasangan-pasangan yang menginginakan anak namun terkendala pada kesehatan. Sedangkan Abi dan Utari tidak memiliki kendala apapun, namun karena Utari tidak menginginkan adanya hubungan intim antara dirinya dengan Abi akhirnya proses inseminasi ini diambil sebagai jalan tengah. Dokter menyarankan inspirasi IUI untuk keduanya karena peluang keberhasilannya yang besar.
"Apa lama Om nanti?" Utari duduk di mobil dengan gelisah, dia tidak tau apapun mengenai apa yang akan dia lakukam sekarang.
"Tidak, paling lama dua jam. Kan kemarin sudah periksa semua, sekarang tinggal insemimasinya. Kenapa? Kamu takut?" Abi menatap Utari yang tengah duduk disampingnya, wajah gadis itu sedikit tegang.
"Ya takut Om, masa tidak takut. Sakit tidak Om?"
"Saya tidak tau Tari, kan saya belum pernah melakukannya dan lagi saya laki-laki s****a saya yang di butuhkan jadi tidak sakit. Mana saya tau kalau kamu sakit atau tidak, tapi sepertinya sakit Tari, bayangkan alat apa yang akan masuk kedalam tubuh kamu nanti ..." Abi tau sebenarnya inseminasi itu tidak sakit tapi melihat wajah tengah Utari yang menurutnya lucu, dia jadi ingin mengerjai gadis itu.
"Kita batal aja lah Om, Tari takut. Nanti kalau Tari kenapa-napa terus mati gimana?" tanya Tari dengan paniknya.
"Hahahaha... Utari Utari, kamu kok lucu sih..." Disaat Utari tengah panik dengan pemikirannya yang tidak-tidak justru Abi tertawa membuat Utari sedikit bingung.
"Kok Om malah ketawa, o*******g ya kalau aku mati?" tanya Utari dengan kesalnya.
"Memangnya ada, kasus perempuan meninggal karena inseminasi. Kamu jangan ngaco. Inseminasi itu tidak sakit, paling hanya kram sebentar. Alat yang masuk ketubuh kamu juga kecil dan elastis jadi kamu tenang saja tidak akan terasa apa-apa."
Utari dapat bernafas dengan lega, syukurlah apa yang dia fikirkan tidak akan terjadi.
"Om kok gitu sih, jadi dari tadi Om bohongin aku?" Utari mengembungkan kedua pipinya saking kesalnya dengan Abi, dia merasa kepala karena menjadi bahan lelucon Abi padahal dirinya menganggap serius apa yang Abi ucapkan.
"Sudah jangan ngambek saya kan cuma bercanda," Abi mengacak pelan rambut depan Utari.
****
Sesampainya di rumah sakit Abi langsung membawa Utari menemui temannya yang akan mengurus proses inseminasi mereka. Abi dan Utari di bawa ketempat yang berbeda, karena Utari akan mempersiapkan diri untuk inseminasi sedangkan Abi akan melakukan pengambilan s****a.
"Kamu ikut suster itu. Jangan bertingkah nurut aja pokoknya," dengan bersungut-sungut Utari mengikuti suster yang di maksud Abi. Dia merasa seperti anak kecil yang mendapatkan ancaman dari ayahnya agar tidak nakal.
Sedangkan di ruangan yang berbeda Abi bersana seorang laki-laki yang berlaku sebagai dokter spesialis yang akan menangi inseminasinya sekaligus temannya bernama Bagas.
"Aku tidak tau Bi, kalau kamu akhirnya mengambil jalan ini." Ucap dokter itu dengan pelan.
"Apa yang bisa ku lakukan Gas, Naina tidak memberi pilihan." Jawab Abi dengan pelan.
"Aku tidak faham dengan jalan pikiran istrimu Bi, kenapa dia bisa meminta suaminya untuk menghamili wanita lain. Apa dia tidak cemburu dan marah?"
"Kemarahan dan kecemburuannya tidak lebih besar dari keinginannya memiliki anak Gas."
"Kenapa kalian tidak melakukan program bayi tabung?"
"Sel telur dan rahimnya bermasalah, itu yang menyebabkan jalannya buntu untuk memiliki anak, program bayi tabung tidak akan berhasil."
"Lalu siapa gadis itu? Dia kelihatan sangat muda Bi?"
"Aku tidak tau, Naina sendiri yang memilihnya untuk bekerja sama dengan kami. Sudahlah biarkan takdir yang menunjukkan jalannya..."
"Ini, sudah ku siapkan. Aku yakin kamu bisa melakukannya kan. Aku tunggu di ruanganku..."
Dokter yang bernama Bagas itu pergi meninggalkan Abi sendirian di ruangan itu.
***
"Ini boleh ganti posisi tidak sih Om, pegal begini terus." Sejak tadi, lebih tepatnya setelah pemasukan kateter yang berisi s****a kedalam rahimnya Utari di minta untuk berbaring miring. Utari tidak tau sudah berapa lama dia berada di posisi itu, jelas sudah sangat lama. Dan Abi dengan santainya duduk di sofa sambil memainkan ponselnya.
"Kamu jangan rewel, awas itu calon anak-anak saya tumpah berceceran nanti..." Abi berkata dengan santai, pandangannya tetap terbuka pada ponsel dan sama sekali tidak menoleh kepada Utari.
Mendengar jawaban Abi yang begitu frontal membuat Utari merasa kesal.
Tak beberapa lama dokter dan perawat masuk. Setelah mereka keadaan Utari, Utari dan Abi di perbolehkan pulang. Mereka tinggal menunggu hasil dari proses inseminasi ini antara berhasil atau tidak mereka akan tau dalam waktu sekitar 2 minggu lagi.
"Boleh mampir dulu tidak Om?" saat di mobi Utari teringat akan sesuatu.
"Kemana?"
"Kemakam bapak sama ibu, Tari mau kesana dulu."
Abi mengangguk tanda menyetujui permintaan Utari, dia meminta sopirnya untuk mengantarkan kemakam yang Utari maksud.
*****BERSAMBUNG****
WNG, 12 JANUARI 2021
SALAM
E_PRASETYO