Minum cocktail satu gelas tidak membuat seorang Vanya mabuk bukan? Maka Vanya dengan kesendiriannya menikmati minuman itu di dalam diam. Kegiatannya sudah selesai di Lombok tetapi ia enggan untuk kembali ke Ibukota tersebut. Saat ini ia sangat membutuhkan refreshing karena ia sedang merasakan kejenuhan.
Jenuh dalam segala hal, termasuk hubungannya dengan Aditya. Ia jenuh mengikuti semua yang dipikirkan pria itu tanpa berdiskusi dulu dengan dirinya. Semua mengenai hubungan mereka hanya Adit saja yang memikirkannya tanpa melibatkan dirinya.
Saat sibuk dengan pikirannya entah mengapa ia mengingat kejadiannya bertemu dengan Dava, ia merindukan sosok pria itu. Dava berhasil membuat dirinya menghilangkan kepenatannya dan membuatnya bisa menjadi diri sendiri tanpa harus menjaga imagenya yang menjadi seorang desainer terkenal.
Dava berhasil mengisi kekosongan yang dialami Vanya, ia berharap bisa bertemu lagi dengan pria itu untuk saat ini. Setidaknya untuk menemaninya yang sedang dilema ini. Ia perlu seseorang untuk mendengarkan suara hatinya yang sebenernya.
“Boleh duduk disini?”
“Dava?” Vanya kaget dengan kedatangan Dava di hadapannya, baru saja ia memikirkan pria itu lalu sekarang muncul dihadapannya.
“Kamu kok kaget gitu?” Vanya tersenyum malu karena sudah memikirkan pria itu.
“Ayo kamu duduk.” Dava duduk di depan wanita itu.
“Kamu sendiri?” Tanya Dava pada Vanya.
“Tadinya sih enggak, tapi yang lain udah pada balik ke Jakarta, males pulang. Kalau kamu?”
“Sama, lagi melarikan diri dari kerumunan. Males gabung bosen. Kamu berapa hari disini?” Dava mencicipi minuman yang di bawanya pesanan yang sama seperti Vanya.
“Tiga hari lagilah.”
“Oke sama, berarti bisa dong.”
“Bisa apa?” Tanya Vanya heran.
“Bisa menghabiskan waktu bersama dengan kamu disini.” Senyum Dava jahil dan membuat Vanya tertawa karena perkataan pria itu.
“Boleh kalau kamu ga sibuk.”
“Everything for you, mau jalan-jalan sekarang?”
“Kemana?”
“Udah ikut aja.”
Dava menghabiskan minumannya begitu juga dengan Vanya, setelah itu Dava menarik Vanya dalam genggamannya, tanpa Vanya sadari ia nyaman dan tersenyum di genggam oleh Dava seperti itu. Aditya jarang melakukan hal itu padanya, karena ketika mereka berjalan bersama Aditya akan sibuk dengan HP miliknya.
“Kayaknya kita jodoh deh.” Vanya tertawa dengan perkataan Dava, entah mengapa bersama dengan Dava mampu membuatnya bisa tertawa lepas. Saat ini padahal mereka hanya berjalan santai di pinggir pantai dengan tidak beralasan kaki. Karena Dava tadi memintanya untuk melepaskan sandal miliknya.
“Kamu dukun ya?” Dava mengacak rambut Vanya dengan gemas.
“Habisnya ketemu kamu tanpa sengaja terus, kayaknya kita emang ditakdirin deh.” Vanya hanya tersenyum tanpa membalas perkatan Dava ia tidak tahu harus menjawab apa.
“Aku ga bisa lupain kamu.”
“Kenapa?”
“Cinta kali ya?” Vanya berhenti dan menatap Dava dengan heran sedangkan pria itu tersenyum.
“Menurut kamu cinta itu apa?” Tanya Dava pada Vanya dan Mereka kembali melanjutkan perjalanan masih bergandengan tangan.
“Kalau aku cinta itu bisa buat nyaman.”
“Tempat tidur juga bisa buat nyaman Vanya.” Seketika Vanya tertawa mendengar jawaban Dava benar juga pikirnya.
“Hmm gimana ya, cinta itu mampu berkorban dan degub jantung ini berdetak lebih cepat.”
“Sekarang jantung kamu berdegub lebih cepat gak?” Lagi dan lagi Vanya berhenti dan menatap Dava dan membuat pria itu tertawa.
“Kamu tau dasar dari sebuah hubungan apa?” Mereka kembali melanjutkan perjalanan.
“Hmm kepercayaan dan cinta?” Vanya menjawab pertanyaan Dava.
“Menurut kamu mana yang paling penting dari situ?”
“Cinta.”
“Bukan, tapi dan.”
“Kenapa?” Vanya bingung dengan jawaban Dava.
“Karena kalau tidak ada dan, maka Kepercayaan tanpa cinta, begitu juga sebaliknya cinta tanpa kepercayaan. Jadi yang menghubungan semuanya bisa menjadi dasar adalah dan sehingga bisa menjadi satu.” Vanya tersenyum dengan jawaban yang diberikan Dava.
“Saat ini aku sepertinya sedang merasakan cinta yang kayak kamu bilang deh.” Dava membawa Vanya untuk duduk di pasir.
“Kenapa?” Vanya menatap Dava dengan penasaran.
“Soalnya aku nyaman dan degub jantungku berdetak lebih cepat dari biasanya karena kamu.” Vanya mengalihkan pandangannya, karena saat ini Dava sedang menatapnya. Ia hanya bisa diam dan tidak menjawab perkataan Dava.
“Besok kamu kemana?” Dava memeluk Vanya dari samping dan meletakkan kepala Vanya di dadanya dan entah mengapa Vanya tidak menolak dengan perbuatan Dava padanya.
“Belum tahu.”
“Besok kita jalan yuk, aku yakin kamu bakalan suka deh sama tempat yang bakalan aku pilih.” Vanya tersenyum dan menganggukkan kepalanya, ia semakin mendekatkan dirinya pada Dava dan membuat pria itu tersenyum dengan sikap Vanya yang menurutnya manja saat ini. Dava mencium puncak kepala Vanya dan perempuan itu tersenyum begitu senang.
Ia tidak tahu apa yang sedang terjadi padanya, ia bingung kenapa dirinya benar-benar menikmati waktu kebersamaan yang dimilikinya bersama dengan Dava. Bahkan ia tidak menolak dengan sikap Dava padanya bahkan ia menerima dan membalas perlakuan itu.
Ada rasa nyaman yang di alami Vanya, ia tahu bukan hanya Dava saja yang mengalami yang sama karena dirinya juga. Jantungnya saat bersama dengan Dava juga tidak normal dan ia juga tidak bisa melupakan sosok Dava dalam pikirannya, bahkan ia menginginkan untuk bertemu terus dengan Madava Bagaswara.