17 - Kesalahan Bela.

1381 Kata
Tujuan Criss terbang ke London adalah untuk menemui Evelyn, jadi setelah bertemu Evelyn, dan memberi Evelyn sedikit pelajaran, keesokan paginya Criss langsung pulang ke Jakarta. 1 Hari sudah berlalu sejak Criss kembali ke Jakarta. Perjalanan dari London ke Jakarta memakan waktu yang terbilang cukup lama, jadi begitu tiba di Jakarta, Criss memutuskan untuk istirahat, di hari selanjutnya, barulah Criss memutuskan untuk masuk kantor. "Sat." "Iya, Tuan." "Apa malam ini kamu sibuk?" "Saya luang, Tuan." "Kalau begitu, temani saya minum." "Baik, Tuan. Kita mau minum di mana?" Sudah Satria duga kalau malam ini, Criss pasti akan pergi minum. Salah satu kebiasaan Criss adalah pergi minum jika sedang memiliki masalah, terutama masalah pribadi. "Club Heaven." Mobil yang Criss dan Satria tumpangi melaju pergi meninggalkan area parkir basement kantor, dan tujuan mereka selanjutnya adalah Club Heaven. "Tuan." "Hm," balas lirih Criss dengan mata terpejam. "Beberapa hari lalu Bu Diana menghubungi saya, menanyakan tentang Anda yang tidak bisa di hubungi." "Lalu?" "Saya memberi tahu Bu Diana kalau Anda sedang berlibur ke "Bagus." Criss langsung memuji Satria yang tak memberi tahu Diana tentang tujuan sebenarnya ia pergi ke London. Saat pergi ke London, dan saat berada di London, Criss memang sengaja tidak mengaktifkan ponsel pribadinya, alasannya tentu saja karena Criss tidak mau di diganggu. *** Raka baru saja akan menuju balkon kamar ketika ponselnya berdering. Raka mengurungkan niatnya pergi ke balkon, lalu mengangkat panggilan dari Andri, salah satu tangan kanannya. "Ada apa, An?" "Saya hanya ingin memberi tahu Bapak kalau hari ini Tuan Criss masuk kantor." "Criss masuk kantor?" Raka terkejut. "Iya, Pak. Ternyata sejak kemarin Tuan Criss sudah ada di Jakarta." "Criss sudah kembali dari London?" "Iya, Pak." "Sekarang Criss di mana? Dia masih di kantor atau sudah pulang ke apartemennya?" "Saat ini Tuan Criss ada di club Heaven, Pak." "Criss di Club Heaven? Sama siapa?" tanya Raka tidak sabaran. "Sama Satria, Pak." "Oh sama Satria." Perasaan Raka langsung berubah lega begitu tahu jika Criss tidak sendiri, namun bersama Satria. "Iya, Tuan." "Ok, terima kasih atas informasinya ya, An." "Sama-sama, Pak." "Pasti ada yang terjadi." Setelah mendengar semua penjelasan Andri, Raka yakin jika saat ini Criss pasti sedang memiliki masalah, namun bukan masalah perusahaan, melainkan masalah pribadi. Raka akan mencari tahu, masalah apa yang sebenarnya Criss hadapi, karena walau pun masalah tersebut adalah masalah pribadi, Raka tetap harus tahu apa yang terjadi supaya nanti jika masalah tersebut semakin membesar, Raka bisa bertindak untuk mencegah hal buruk terjadi, entah itu pada diri Criss sendiri atau pada perusahaan. Raka tidak mau jika masalah tersebut akan merusak reputasi Criss dan juga reputasi prusahaan, terutama reputasi perusahaan yang sudah dengan susah payah ia bangun. "Yah." Panggilan dari Diana mengejutkan Raka. "Ada apa, Bun?" tanyanya sambil menoleh ke arah Diana. "Ayah yang kenapa?" "Maksud Bunda?" "Dari tadi Ayah melamun. Ayah lagi mikirin apa sih?" "Oh, itu," balas Raka sambil tersenyum tipis, lalu menjawab jujur pertanyaan Diana. "Ayah lagi mikirin Criss." Raut wajah Diana berubah, kini keningnya mengkerut, dan kedua alisnya saling bertaut. "Criss kenapa?" tanyanya penuh kekhawatiran. "Apa Criss sudah menghubungi Bunda?" Diana menggeleng. "Belum." "Ayah baru aja dapat telepon dari Andri, dan Andri bilang kalau sejak kemarin, Criss pulang dari London." "Kok liburannya cuma sebentar ya?" gumam Diana dengan raut wajah bingung. Diana percaya kalau Criss pergi ke London untuk berlibur, berbeda dengan Raka yang sejak awal memang tidak percaya jika tujuan Criss pergi ke London adalah untuk berlibur. "Setahu Ayah karena kerjaan di kantornya lagi banyak sih, Bun. Jadi Criss gak bisa lama-lama pergi liburan." "Oh karena itu." "Iya, Bun." Raka seketika merasa lega karena kini Diana tidak lagi menaruh rasa curiga. Tak terasa hampir 1 jam sudah berlalu sejak Criss dan Satria berada di Club Heaven. Criss sudah mabuk, berbeda dengan Satria yang sampai saat ini belum minum sedikit pun. "Tuan, saya mau ke toilet dulu ya." Criss yang sudah mabuk berat hanya mengangguk. Dengan perasaan berat hati, Satria pergi ke toilet. "Semoga gak ada wanita yang mencoba untuk mendekati Tuan Criss," gumamnya dengan perasaan was-was. Satria baru saja keluar dari lorong toilet ketika secara tak sengaja bertabrakan dengan seorang wanita. "Maaf Nona, saya tidak sengaja." Satria langsung meminta maaf, meskipun sebenarnya bukan Satria yang salah, melainkan si wanita. Wanita yang Satria tabrak akhirnya mendongak. Awalnya wanita tersebut memasang raut wajah sangar, bersiap untuk memarahi si pria, tapi begitu tahu jika pria tersebut adalah Satria, raut wajahnya pun berubah menjadi terkejut. "Kenapa lo bisa ada di sini?" tanyanya dengan pandangan tajam. "Nona Bela," gumam Satria tanpa sadar. Bukan hanya Bela yang terkejut, tapi Satria juga sama terkejutnya dengan Bela. "Kenapa lo bisa ada di sini?" Bela kembali mengulang pertanyaannya, kali ini dengan tatapan mata yang jauh lebih tajam dari sebelumnya. "Saya sedang menemani Tuan Criss minum, Nona." Satria menjawab jujur pertanyaan Bela. "Berapa kali sih gue harus bilang sama lo, tolong jangan panggil gue dengan sebutan Nona." Bela merenggut, kesekian kalinya mengajukan protes ketika Satria memanggilnya dengan sebutan Nona. Bela sudah berulang kali meminta Satria untuk tidak menggunakan kata Nona, namun Satria tetap memanggilnya dengan sebutan Nona, dan itu benar-benar menjengkelkan. "Kalau begitu saya permisi." Satria mengabaikan protesan Bela, dan malah pamit undur diri. Bela kembali merenggut, semakin merasa jengkel karena Satria mengabaikan keluhannya. Dengan cepat Bela meraih tangan kanan Satria, membuat langkah Satria sontak terhenti. Satria menatap pergelangan tangan kanannya, sebelum akhirnya menatap Bela. "Ada apa?" tanyanya lemah lembut. "Di mana Criss?" Satria lalu memberi tahu Bela, di mana Criss berada. Bela ingin bertemu Criss, jadi Bela memutuskan untuk mengikuti Satria. Satria semakin mempercepat langkah kedua kakinya saat melihat ada 2 orang wanita malam yang kini duduk di samping kanan dan kiri Criss, keduanya sedang menggoda Criss. "Maaf, bisa tolong tinggalkan kami." Dengan sopan, Satria meminta kedua wanita malam tersebut meninggalkan Criss. "Dia yang meminta untuk kami temani." Wanita yang duduk di samping kanan Crisslah yang membalas ucapan Satria. Apa Satria mempercayai ucapan wanita tersebut? Jawabannya adalah tidak. Satria sudah sangat lama mengenal Criss, jadi Satria tahu kalau Criss tidak mungkin memanggil kedua wanita tersebut. Bela yang saat ini berdiri di samping Satria menatap tajam kedua wanita tersebut. Tatapan tajam Bela berhasil membuat kedua wanita tersebut ketakutan, dan tanpa kata, kedua wanita tersebut bergegas pergi meninggalkan Criss. Setelah kedua wanita malam tersebut pergi, Bela lalu duduk di samping Criss, mengamatinya secara seksama. "Sat." "Iya." Satria membalas singkat panggilan Bela. "Sebaiknya lo bawa dia pulang." Criss sudah mabuk berat, membuat Bela khawatir, karena itulah ia meminta Satria untuk membawa Criss pulang. Bela takut jika Criss akan membuat masalah. Satria hanya mengangguk, lalu mendekati Criss yang benar-benar sudah hangover. "Tuan, ayo kita pulang." "Gue gak mau pulang." Criss menolak tegas ajakan Satria sambil menepis tangan Satria yang bertengger di bahunya. Criss mulai meracau, mengatakan banyak sekali kalimat yang bisa Satria dan Bela dengar dengan jelas. Satria hanya bisa menghela nafas panjang begitu mendengar semua kata-kata yang baru saja Criss ucapkan. Bela menatap Satria dengan raut wajah bingung. "Ada apa ini?" tanyanya meminta penjelasan. "Apa Criss sedang memiliki masalah?" lanjutnya dengan nada menuntut. "Sebaiknya Nona tanyakan nanti saat Tuan Criss sudah sadar." Satria tidak akan pernah menjawab pertanyaan Bela, memberi tahu Bela tentang masalah yang saat ini sedang Criss hadapi, karena itulah Satria meminta Bela untuk bertanya langsung pada Criss. "Ini semua gara-gara lo, Bel," ucap Criss sambil menunjuk ke arah Bela. Atensi Satria dan Bela langsung beralih pada Criss. "Gara-gara gue?" Dengan ekspresi wajah bingung, Bela menunjuk ke arah dirinya sendiri. Criss mengangguk. "Iya, ini semua salah lo," lanjutnya dengan nada yang jauh lebih keras dari sebelumnya. "Kalau bukan karena lo, pasti saat ini bayi itu masih ada," lanjutnya dengan ekspresi wajah penuh kesedihan. Jawaban Criss semakin membuat Bela bingung sekaligus penasaran. "Bayi? Maksudnya apa sih?" tanyanya dengan ekspresi wajah semakin bingung. "Tuan, sebaiknya kita pulang." Satria tidak mau Criss semakin melantur, jadi ia kembali mengajak Criss untuk pulang, dan untungnya, kali ini Criss tidak menolak ajakan Satria. "Nona, kita pulang duluan ya." Setelah mendengar ucapan Criss, Bela jadi ingin menahan kepergiannya, lalu meminta penjelasan Criss, namun Bela sadar kalau saat ini Criss sedang mabuk, jadi dengan berat hati, Bela membiarkan Satria membawa pergi Criss. Katanya orang yang sedang mabuk berat selalu berkata jujur, dan semua ucapan Criss barusan berhasil mengusik Bela, membuat Bela menjadi tak tenang. Bela jadi penasaran, apa maksud ucapan Criss tadi? "Kira-kira, salah gue apa ya?" gumamnya sambil terus mengamati kepergian Criss dan Satria.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN