"Cl-clara," gumam Siena terbata. Kali ini giliran Siena yang kembali di buat shock, tak menyangka jika wanita yang kini ada di hadapannya adalah Clara, sahabatnya sendiri. Clara bukan hanya sahabatnya, tapi juga sahabat Evelyn. Saking shocknya dengan apa yang baru saja dilihatnya, kedua mata Siena bahkan sampai melotot, dan untuk sesaat, Siena diam terpaku. Siena mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi. "Pantes aja suaranya terdengar familiar, ternyata itu suara Clara," ucapnya dalam hati.
"Sialan! Sejak kapan kalian berdua selingkuh hah!" Teriak Siena menggelegar. Siena menaiki tempat tidur, lalu menjambak rambut panjang Clara yang tergerai menggunakan kedua tangannya.
"Akh! Sakit!" Clara meringis sambil mencoba untuk melepaskan kedua tangan Siena dari rambutnya, namun sayangnya, tenaganya tidak sebanding dengan tenaga Siena.
"Dasar w************n lo, gak tahu malu! Bisa-bisanya lo n***e sama pacar sahabat lo sendiri!" Siena benar-benar tak bisa lagi menahan luapan emosinya.
Teriakan Siena didengar oleh Evelyn, membuat Evelyn jadi penasaran, siapa sebenarnya orang yang Siena maksud? Dengan langkah gontai, Evelyn mendekati kamar Liam.
Clara terus merintih, bahkan kini mulai menangis. Sejak tadi Clara terus memohon supaya Siena berhenti menjambak rambutnya, tapi Siena seolah tuli. Tangisan serta permohonan Clara sama sekali tak membuat Siena iba. Rasa sakit yang Clara rasakan saat ini tidak sebanding dengan rasa sakit yang Evelyn rasakan.
Kedatangan Evelyn disadari oleh Siena, Liam, dan juga Clara, hanya saja, Evelyn yang kini sudah berdiri di ambang pintu kamar belum bisa melihat Clara, karena terhalang oleh Siena.
Sedangkan Liam yang panik langsung menutupi tubuhnya menggunakan selimut. "Sa-sayang," ucapnya terbata.
Atensi Evelyn beralih pada Liam yang kini ada di samping tempat tidur, tapi tak lama kemudian, pandangan Evelyn kembali tertuju pada Siena dan juga wanita yang kini masih terbaring di tempat tidur.
"Sie, minggir. Gue mau lihat siapa orangnya!"
Siena tak mau bergeser. Siena tak mau Evelyn tahu siapa wanita yang kini ada di hadapannya, tapi Siena sadar kalau Evelyn berhak untuk tahu. Dengan perasaan enggan, Siena bergeser sampai akhirnya Evelyn bisa melihat jelas, siapa wanita tersebut.
Mata Evelyn membelalak, luar biasa shock begitu tahu siapa wanita yang kini ada di hadapannya. "Cl-clara," gumamnya dengan bibir bergetar hebat. Tubuh Evelyn seketika limbung. Evelyn segera berpegang pada daun pintu, menahan tubuhnya yang kini semakin terasa lemas.
"Eve!" Teriak Siena yang seketika panik saat melihat Evelyn hampir saja tumbang.
Evelyn mengangkat salah satu tangannya, memberi tahu Siena kalau dirinya baik-baik saja.
"Lepasin rambut gue!" Clara berteriak, meminta Siena untuk melepaskan rambutnya.
"Diam lo p*****r!" Bentak Siena sambil menatap tajam Clara.
"Gue bukan p*****r!" Clara balik membentak Siena, tak terima ketika Siena melabeli dirinya sebagai p*****r.
Dengan langkah gontai, Evelyn mendekati Liam, lalu menampar wajah Liam, bukan hanya sekali, tapi berkali-kali. Tamparan Evelyn sangat kuat, saking kuatnya, kini sudut bibir kanan dan kiri Liam bahkan sampai mengeluarkan darah segar.
"Sejak kapan? Se-sejak kapan lo selingkuh sama Clara, Liam?" Secara bergantian, Evelyn menatap Liam dan Clara diiringi air mata yang kini kembali mengalir deras membasahi pipinya.
"Baby, aku bisa jelasin semuanya." Dengan panik, Liam menjawab pertanyaan Evelyn. Liam mencoba untuk berdiri, tapi malah kembali terjatuh karena tersandung selimut yang ia gunakan untuk menutupi tubuh telanjangnya.
"Jawab pertanyaan gue, b******k! Sejak kapan kalian berdua selingkuh? Sejak kapan lo main gila sama dia dibelakang gue?" Evelyn sudah tidak bisa mengontrol lagi emosinya.
"Baby, tenang ya."
"Tenang! Lo nyuruh gue tenang setelah gue mergokin lo lagi n***e sama sahabat gue sendiri!" Teriak Evelyn menggelegar.
"Ini cuma salah paham, Evelyn."
Evelyn terkekeh. "Salah paham ya," gumamnya sambil tersenyum sinis, tapi tak lama kemudian, raut wajahnya berubah menjadi datar. "Jadi maksud lo, apa yang tadi gue dengar dan apa yang baru aja gue lihat hanya kesalah pahaman doang?" lanjutnya sinis.
"Sayang, aku bisa jelasin semuanya, ok."
"Jelasin? Apa lagi yang mau lo jelasin sama gue, hah?" Evelyn mendorong Liam sampai akhirnya Liam jatuh terjerembab di lantai. "Lo mau jelasin apalagi ke gue? Lo mau jelasin awal mula kenapa akhirnya lo sama dia bisa berhubungan sexs? Atau lo malah jelasin juga ke gue betapa nikmatnya kegiatan kalian berdua barusan, iya?" lanjutnya dengan kilat amarah membara di kedua matanya.
Dengan cepat, Liam menggeleng. "Bu–"
"Camkan ini baik-baik," ucap Evelyn sambil mendorong Liam, memotong ucapan Liam yang belum selesai. "Mulai hari ini, hubungan gue sama lo resmi berakhir, dan gue gak mau lagi lihat wajah lo, jadi gue harap, lo jangan pernah lagi datang nemuin gue," lanjutnya penuh penekanan.
Liam langsung memeluk erat kedua kaki Evelyn. "Sayang, aku bisa jelasin semuanya. Aku mohon, aku gak mau hubungan kita berakhir," ucapnya memelas.
Evelyn mengabaikan ucapan Liam, pandangannya kini beralih pada Clara yang masih menangis sambil terus memohon supaya Siena berhenti menjambak rambutnya. "Mulai hari ini, lo bukan lagi sahabat gue, jadi gue harap, jangan pernah lagi lo nunjukin wajah lo di hadapan gue, jijik gue lihatnya."
Clara tak menanggapi ucapan Evelyn.
"Lepasin!" Evelyn mencoba untuk menarik kedua kakinya yang sejak tadi Liam peluk.
Liam menggeleng, menolak untuk melepaskan kedua kaki Evelyn. "Aku gak akan lepasin kaki kamu sebelum kamu maafin aku, Sayang."
"Dasar pria gila!" Evelyn akhirnya Bisa melepaskan diri dari Liam. Evelyn tidak mau berlama-lama di apartemen Liam, jadi setelah mengakhiri hubungannya dengan Liam, juga mengakhiri persahabatannya dengan Clara, Evelyn pergi.
Kepergian Evelyn membuat panik Liam. Liam bergegas mengejar Evelyn setelah menggunakan celana yang ia ambil secara acak dari dalam lemari.
"Dasar l***e lo!" Siena menghempaskan kepala Clara, lalu bergegas menyusul Evelyn dan Liam. Sebenarnya Siena belum puas melampiaskan amarahnya pada Clara, tapi Siena takut kalau Liam dan Evelyn akan bertengkar hebat, lalu nanti terjadi hal buruk pada Evelyn.
Setelah memastikan jika Siena keluar dari apartemen, dan kini di dalam apartemen hanya ada dirinya sendiri, Clara menghentikan isak tangisnya, lalu menyeka air mata di wajahnya. "Akhirnya rencana gue berhasil juga," gumamnya sambil tersenyum tipis.
Doni adalah orang yang beberapa menit lalu mengirim foto pada Evelyn, dan Doni melakukan itu semua atas perintah Clara. Clara terlebih dahulu meminta Doni untuk memfoto dirinya dan Liam ketika sedang asyik b******u dalam mobil, setelah itu barulah meminta Doni mengirimkan foto-foto tersebut pada Evelyn.
Sebenarnya sejak beberapa bulan yang lalu, Clara sudah ingin memberi tahu Evelyn jika Liam dan dirinya memiliki hubungan spesial, tapi pada akhirnya Clara memutuskan untuk memberi tahu Evelyn hari ini, tepat di hari ulang tahunnya. Clara ingin memberi Evelyn kado yang sangat spesial, kado yang tak mungkin akan Evelyn bisa lupakan sepanjang hidupnya.
Clara sudah muak karena harus terus menerus menyembunyikan hubungannya dengan Liam. Clara sudah meminta Liam untuk mengakhiri hubungannya dengan Evelyn, tapi Liam menolak. Penolakan Liam membuat Clara marah. Clara akhirnya memberi Liam pilihan, memilih dirinya atau Evelyn, dan Liam mengatakan kalau Liam tidak bisa memilih, karena Liam mencintainya dan juga Clara. Sikap tak tegas Liam pula lah yang akhirnya membuat Clara mengambil keputusan nekat seperti sekarang ini. Apapun akan Clara lakukan demi bisa bersama Liam, sekalipun ia harus menyingkirkan Evelyn, sahabatnya sendiri.
"Evelyn, tunggu!" Liam terus berteriak memanggil Evelyn yang mengabaikan panggilannya.
Evelyn bergegas memasuki lift begitu lift terbuka. Evelyn berbalik menghadap Liam yang baru saja keluar dari apartemennya. "Dasar pria b******k!" Umpatnya sesaat sebelum lift tertutup.
"s**t!" Umpat Liam sambil memukul dan menendang lift yang baru saja tertutup. Liam menekan tombol lift, tapi terlambat karena lift sudah bergerak turun. Liam beralih ke lift yang ada di samping kanannya, tapi lift tak kunjung mau terbuka. Liam tidak kehabisan akal. Liam bergegas menuju tangga darurat yang tak jauh dari lift.
"Mampus," gumam Siena ketika melihat Liam tidak berhasil mengejar kepergian Evelyn. Siena tahu kalau Evelyn pasti menunggu kedatangannya, jadi Siena bergegas memasuki lift. Begitu sudah berada dalam lift, Siena menghubungi Evelyn. "Lo udah keluar dari lift?"
"Belum, tapi sebentar lagi," jawab lirih Evelyn ditengah tangisannya.
"Gue udah di lift, dan sebentar lagi gue sampai. Sebaiknya lo sembunyi dulu, jangan sampai si b******k berhasil nemuin lo."
"Ok." Evelyn bergegas keluar dari lift, lalu bersembunyi di tempat yang menurutnya aman. Evelyn keluar dari tempat persembunyiannya begitu mendengar suara lift terbuka.
Siena bergegas menghampiri Evelyn.
"Ayo pergi dari sini," ucap lirih Evelyn.
"Ok, ayo kita pergi." Siena menuntun Evelyn menuju mobil. Keduanya mengabaikan Liam yang terus-menerus memanggil Evelyn.
Siena duduk di kursi kemudi, sedangkan Evelyn duduk di samping Siena. Evelyn terus menangis, meratapi kisah asmaranya yang harus berakhir menyedihkan.
Selang beberapa menit kemudian, Liam juga sampai di basement. Liam mengedarkan pandangannya ke segala penjuru arah, mencari keberadaan Evelyn. "Evelyn!" Teriaknya ketika tak melihat Evelyn di mana pun. "Ke mana dia?" gumamnya panik. Liam takut, takut kalau Evelyn sudah pergi. Liam kembali mengedarkan pandangannya sambil terus berteriak memanggil Evelyn.
"Akh! Sialan!" Teriak Liam ketika tak melihat mobil milik Evelyn, itu artinya Evelyn sudah pergi.