Chapter 7

1407 Kata
Firda tiba-tiba menghentikan aktifitasnya dan melepasakan genggaman tangannya pada adikku. "Kenapa?" tanyaku dengan nada yang kecewa, karena baru saja merasakan namun dia sudah kembali melepaskannya. "Sebentar ya," ucap Firda sambil beranjak berdiri. Aku hanya mengangguk bingung.  Dan ternyata dia berjalan ke arah lemari, lalu mengambil sebotol hand & body lotion. "Kasian kalau senjatanya anak orang sampe gue bikin lecet, hehe," ucapnya tak berdosa. Firda mengeluarkan lotion pemutih kulit itu, lalu mengoleskannya di bagian tubuhku yang tadi dipegang-pegangnya,  kemudian menstimulannya dengan sangat intens. “Uuuuh,” tak sadar aku melenguh karena sekarang rasanya jauh lebih lancar dan lebih nikmat. "Aw ssst, Fiiiir…!" Aku tak kuasa menahan lenguhan dan napas yang makin memburu. "Enak ya, Pras?" tanya Firda sambil menatapku. Dia pasti melihat ekspresi wajahku yang meringis dengan mata yang merem melek menahan nikmat. “Enak gak Pras?” Firda kembali bertanya. "I..i…iya enak, Fir!" jawabku dengan napas dan degup jantung yang sudah tak beraturan. "Enak banget gak?" tanyanya memastikan. "Iya, super enak malah, uuuh enak banget pokoknya." "Enak sih enak, tapi tangan lu jangan diem aja dong. Punya gua juga service dong!" Firda protes. "Oh iya, hehe, sorry," balasku sambil cengengesan dan langsung menggunakan kedua tanganku untuk memberikan sentuhan-sentuhan pada beberapa titik sensitifnya di balik kaosnya. Lalu kami berciuman. Ciuman yang penuh nafsu antara dua orang sahabat. Lidah kami bertautan dan saling menjilat. Samar-samar terdengar suara gesekan tangan Firda yang sedang memainkan adik kecilku di bawah sana. Andai saja Galang dan Alvin tahu, atau setidaknya aku ceritakan apa yang kami lakukan saat ini, tentu mereka tidak akan percaya. Di mata kami semua, Firda bukanlah type cewek yang akan berani melakukan kegilaan seperti saat ini. Entahlah apa yang sebenarnya merasuki Firda, tapi anehnya aku merasakan dia kok seperti sudah sangat pintar. Benarkah ini baru yang pertama dia lakukan? Tiba-tiba pikiranku melayang kembali pada peristiwa beberapa minggu yang lalu, saat kami semua berenang di rumah Galang. Kala itu aku yang sudah berpakaian renang mendatangi Firda yang sudah basah kuyup karena baru saja naik naik kolam renang. Aku sempat melihat Firda terperangah menatapku yang berjalan ke arahnya. Sebenarnya aku mendatangi dia, ingin memberikan minumanku, karena terlihat sekali kalau Firda sangat kehausan. “Heh! Bengong aja, ni minum dulu!” tegurku ketika itu karena Firda seperti orang yang kesambet hantu kolam renang. “Eh iya, sorry, makasih ya, Pras, lu emang teman gue yang paling ngerti,” balas Firda gelagapan dan rona wajahnya mendadak memerah. Aku sebenarnya tahu apa yang menjadikan dia hingga gagal fokus. Benda di bagian tubuhku yang hanya terhalang celana renang. Peristiwa lainnya yang menguatkan kecurigaanku tentang Firda, ialah saat kami main ke kampung halamannya Galang. Kala itu Firda sama sekali tidak mau jauh denganku, bahkan untuk mandi di sungai pun dia tidak mau diantar oleh siapapun, termasuk Nania. Alhasil aku benar-benar menjadi kacungnya. Sebenarnya saat itu aku sedikit geer, karena kebetulan aku juga sedang naksir dia, namun masih belum berani untuk bicara. Walau sebenarnya kala itu banyak sekali kesempatan yang bisa membuat aku dan dia bisa bicara empat mata saling mengungkapakan perasaan. Namun lagi-lagi aku memang cowok pengecut. Kini di rumah ini, aku semakin yakin jika sesungguhnya Firda memiliki ketertarikan pada diriku, hanya saja kami terhalang oleh komitmen bersama untuk tidak terjadi hubungan asamara selain persahabatan diantara kami berlima. Dan siang ini, Firda sepertinya ingin menumpahkan segala kepenasarannya. Dia semakin berani menstimulasi diriku hingga akhirnya aku hampir mencapai puncak. Namun ketika kenikmatan surga dunia dalam genggaman tangan Firda itu tinggal selangkah lagi tiba-tiba… Tok! Tok! Tok! Seseorang mengetuk pintu depan dari luar. Lalu sebuah suara terdengar. "Fir..., Firda...," teriakan suara Nania! Kami terhenyak. Rupanya karena keasyikan, kami sampai lupa batas waktu lima belas menit tadi. Bagaimana ini? Firda tampak kaget dan wajahnya pucat. Kalau sampai skandal ini ketahuan, habislah riwayat kami. Bisa-bisa persahabatan geng kami berantakan. Mungkin karena panik atau bingung, Firda bukannya buru-buru mengakhiri permainan ini, dia malah terus mengocok senjataku. Aku sudah tak sanggup mengendalikan diri lagi. "Fir, gue... mau ke... keluar," bisikku mendesah "Hah!" Firda kaget, mulutnya menganga. Seketika itu juga jagurku berdenyut-denyut dan muncratlah cairan s****a berkali-kali. Firda secara refleks menjauhkan jagurku dari tubuhnya, dan itu malah membuat spermaku muncrat kemana-mana. Sebagian ada yang tumpah di kaos Firda, di tangannya, dan sebagian lagi ada yang muncrat ke lantai dan dinding. Gila, rasanya sungguh nikmat. "Firda.... ini gue Nania. Lagi ngapain sih lo? Tidur ya?" teriak Nania terdengar makin lantang. "Aduh, gimana ini?" Firda berbisik sambil memperhatikan tangan kirinya yang belepotan spermaku. "Bersihin dulu!" bisikku. "Iya, sebentar Nan! Gue lagi ganti baju dulu, baru abis mandi!" teriak Firda pada Nania. Dengan gerakan cepat, Firda mengambil tisu dan mengelap cairan kenikmatanku yang menempel di tangan dan kaosnya. Lalu dia juga mengambil kain lap dan membersihkan semua noda yang menempel di lantai dan dinding. Aku benar-benar mati langkah dan tak tahu harus berbuat apa. Jangtungku dag-dig-dug tak karuan, mungkin saja wajahku pun pucat pasi. "Cepetan dong, Fir. Lu ganti baju aja lama banget sih, kebiasaan dasar!" Nania makin tidak sabar, aku yakin dia jauh lebih tahu bagaimana kebiasaan Firda. Firda mengambil air minum dari galon, lalu membasahi rambutnya sendiri. Mungkin agar terlihat seperti habis mandi. Lalu ia melotot menatapku. "Pras, ngumpet di kolong tempat tidur gue! Jangan sekali-kali mengeluarkan suara atau apapun yang bisa membuat Nania curiga. Cepet!" perintahnya tegas. Sejujurnya aku sangat terkejut kala itu. Memang tampaknya tak ada lagi tempat bersembunyi yang paling aman kecuali kolong tempat tidur. Sebenarnya aku bisa saja berlari ke dapur atau keluar lewat dapur, namun karena Nania sudah berada di depan rumah, bisa jadi dia akan melihatku jika keluar dari kamar. Jadi aku langsung menuruti perintah Firda masuk ke kolong ranjangnya. Kira-kira tiga menit kemudian, persiapan sudah selesai. Aku sudah bersembunyi di kolong tempat tidur dan hanya bisa mendengar suara mereka. Untunglah seprei tempat tidur ini panjang sampai ke lantai, jadi Nania tidak mungkin menyadari keberadaanku. Semoga saja dia tidak tidak terlalu teliti memperhatikan sepatuku yang tadi aku taruh di bawah kursi tamu. "Duh, lama amat sih lo, baru dibukai sekarang," terdengar suara Nania samar-samar. "Sori, sori, tadi gue lagi pake handuk," jawab Firda. Setelah itu aku dengar mereka masuk ke kamar dan mengobrol dengan suara yang kurang jelas. Mungkin Nania sedang menggumam. Lalu tak lama kemudian, aku merasakan ada yang duduk di atas tempat tidur. "Ihh... ini apaan Fir?" suara Nania terdengar dari atasku. "Hah? apaan?" suara Firda panik. "Ini, gue kan meluk boneka kucing lo, tapi kok ada lendir lengket gini ya? Idiih... apaan nih...?" seru Nania. Deg! Jantungku serasa berhenti berdetak. Gawat! Sepertinya ada yang kelewatan waktu proses bersih-bersih tadi! Selama beberapa detik, suasana menjadi hening. Entah apa yang terjadi di atas sana. Namun tiba-tiba Firda bersin, "hachiiii!!!" "Woooaaahh...! hiiiiiiiyyyy! Jadi ini ingus lu? Jorok banget sih lu, cewek macem apa sih lu, ga nyangka gue punya temen jorok kaya lu. Idiiih," Nania bersungut sungut. Aku membekap mulut dan memegangi perut menahan tawa. "Ya... abisnya... gue lagi pilek banget nih, sori..." ucap Firda dengan suara yang dibuat lesu. "Pilek sih pilek, tapi ingusnya jangan dilap ke boneka juga kaleee!" Nania menggerutu kesal. Perasaanku menjadi lega. Untunglah, sepertinya Nania percaya. Selama setengah jam kemudian, mereka berdua mengobrol panjang lebar, khas anak cewek. Dan setelah itu, aku dengar Nania pamitan tidak bisa berlama-lama, karena ia ada urusan lain dan juga agar Firda yang sedang 'pilek' bisa beristirahat. "Ya udah, Fir. Lu istirahat dulu ya. Salam aja buat saudara lo yang di Solo. Cepet sembuh ya!" ucap Nania. "Iya, thanks ya." Suara pintu ditutup. Sepertinya Nania sudah keluar. Aku hanya bisa menarik napas panjang sambil mengelus-elus daada di bawah kolong ranjang. Tak lama kemudian, seprei kasur disibak oleh seseorang. Firda melongok ke kolong, menatapku yang sedang merayap seperti cicak. "Huff... Hampir aja kita mampus!" sergah Firda. Aku membuang napas lega. Untungnya aku membuat skandal dengan cewek yang cerdas dan kreatif. Setelah Nania pergi, sebenarnya aku sempat berharap agar permainan kami dilanjutkan. Tapi Firda ternyata menolak, mungkin peristiwa menegangkan tadi sudah membuat mood-nya turun, atau malah membuat dia kapok. Setelah Nania pergi, sebenarnya aku sempat berharap agar permainan kami dilanjutkan. Tapi Firda ternyata menolak, mungkin peristiwa menegangkan tadi sudah membuat mood-nya turun, atau malah membuat dia kapok. Aku tidak bisa memaksa, sebab semua ini memang dia yang memulai. Tapi aku tidak terlalu kecewa, setidaknya aku sempat mengalami ejakulasi tadi, jadi nafsuku lumayan bisa dikendalikan. “Pras, lu inget ya…, besok kita ketemu di sekolah. lu angap semua ini gak pernah terjadi,” ucap Firda saat aku pamit. Aku mengangguk sambil tersenyum, padahal mana mungkin aku bisa melupakan kejadian tadi. Mustahil. ^^^
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN