Dering ponsel Amanda berbunyi, membuatnya tersadar dalam lamunannya. Saat outlet roti tempat ia bekerja tengah sepi pengunjung.
"Amanda, apakah stok roti aman sampai pengiriman minggu ke depan?" Tanya sang manager dari salah satu perusahaan outlet roti terbesar di Indonesia.
"Aman, Bu Anita. Berhubung hari ini bertepatan dengan tanggal tua, jadi pengunjung stasiun tidak terlalu ramai. Namun kami tetap konsisten untuk menjalankan SOP perusahaan, dan sering greeting untuk menarik para pembeli datang ke outlet kita!" Balas Amanda mantap dengan semangat, karena memang ia sangat menyukai pekerjaannya saat ini.
"Baiklah, semangat! bulan ini kita harus mencapai target! Atur anak buah mu dengan baik, dan pastikan kualitas produk kita tetap terjamin dari mutu hingga kebersihannya!" Tegas wanita yang sudah paruh baya tersebut.
"Baik, Bu Anita. siap untuk dilaksanakan." Suara sambungan terputus setelah Amanda mendapat pujian dari managernya tersebut.
Amanda adalah supervisor, ia bertanggung jawab untuk mengurus dan mengelola outlet hingga mencapai target omset. Gadis yang baru berusia 20 tahun tersebut sudah dipercayai memegang 4 cabang outlet di beberapa kota.
Bawaannya yang sangat lembut dan terlihat manja, berbanding terbalik dengan sikap aslinya yang garang dan galak. Amanda juga gadis yang sangat keras kepala, meskipun anak buahnya kebanyakan berusia jauh di atasnya, namun mereka sangat patuh terhadap dirinya.
Gadis berkharismatik dan berparas cantik ini, tak luput dari sorotan banyak pasang mata para pengunjung dan karyawan lainnya. Siapa yang tak akan terlena dengan kecantikan Amanda Khanza Nadira, Putri ke dua dari pak Rudi Hartono dan ibu Maya Rahmawati.
"Selamat siang ibu Amanda!" Sapa pria muda yang berada di ambang pintu masuk outlet roti dan kopi tersebut. Namun saat netra Amanda memandangi siapa itu, ia langsung terkejut dan sangat merasa syok sekaligus.
"Hei, bukankah kau Rendy, teman lamaku saat SMA? kesini mau ngopi atau mau jemput siapa Ren? Sudah lama sekali kita tidak berjumpa, aduh sudah jadi bos kelihatannya!" Histeris Amanda seraya berjalan mendekati Rendy, teman sekolah Amanda sewaktu ia masih sekolah di SMA 1 Senopati.
"Ah hai Amanda, memang sudah lama kita tak berjumpa. Bagaimana keadaan mu? Dan lagi, aku bukanlah seorang bos. Saat ini aku sedang menjemput bos ku!" Balas Rendy, ia tersenyum tulus ke arah teman baiknya itu.
"Ah begitu rupanya, aku baik. Biar aku tebak, bahwa saat ini kamu sedang bekerja sebagai seorang assisten bukan?" Rendy tersenyum, tak menyangka bahwa temannya itu tetap saja pintar seperti dulu.
"Mau minum apa, Ren?" Amanda menunjuk banner yang berada di outlet, dengan berbagai menu minuman dan kue. Tentu rasa serta kualitas tidak diragukan lagi.
Namun Rendy menolak dengan halus, ia akan kembali menemui Amanda dan ngopi di sana setelah ia menemui bosnya. Karena sebentar lagi keretanya akan tiba.
Amanda hari ini bertepatan mengunjungi salah satu outlet di stasiun tulung agung, dan kebetulan bisa bertemu dengan Rendy teman sekolahnya saat akan menjemput bosnya.
Tak beberapa lama kemudian, setelah Rendy keluar dari outlet Amanda. Keadaan mulai ramai banyak pengunjung yang berdatangan sekedar ngopi dan makan kue. Ada juga yang memborong untuk dijadikan oleh-oleh.
Terlihat di sudut pojok ruangan, ada pria tampan dengan kaca mata hitam bertengger di mukanya, namun masih belum memesan apapun. Wajahnya sangat tampan, namun seram tanpa mimik wajah yang tenang.
Ia masih terpaku dengan ponsel yang dipegangnya, sesekali ia mengumpat namun tak jelas apa yang di ucapkannya.
Semua karyawan nampak sibuk dengan pekerjaan masing-masing, terpaksa Amanda sendiri yang akan melayani pria misterius tersebut.
"Maaf, Tuan. Adakah yang bisa saya bantu? Di sini menu minuman lengkap dari yang hot hingga ice!" Belum sempat ia melanjutkan perkataannya kembali, pria tersebut tiba-tiba memah dengan orang yang berada dalam ponselnya. Amanda memandangnya dengan sorotan penuh heran dan bingung, dengan sabar ia masih menunggu pria tersebut selesai berbicara dengan seseorang melalui ponsel selulernya.
Pria tampan itu membuang nafasnya dengan kasar, masih dengan sorotan mata yang kejam dan dingin. kemudian ia menengok ke arah Amanda yang masih setia berdiri di depannya untuk melayaninya.
"Selamat pagi, Tuan. silahkan!" Seraya menawarkan kembali berbagai macam menu minuman dan kue, dengan suara yang lembut dan senyum yang tulus.
Mata mereka saling beradu, Amanda memang tidak diragukan lagi soal kemampuan pelayanan servicenya terhadap para pengunjung.
"Maaf Tuan, saya tadi ke toilet sebentar!" Dengan nafas yang terengah-engah, Rendy akhirnya menemukan bosnya setelah berlari kesana-kemari mencarinya.
"Sudahlah, duduk saja, kita ngopi sebentar!" Rendy tersenyum terpaksa, ia merasa sungkan berkali-kali teledor dengan pekerjaannya.
"Amanda…"
"Hot Americano dan Hot cappucino, serta Roti isi mentega dua." ternyata itu si Rendy, Amanda segera bisa mengerti situasi yang tengah ia hadapi.
"Baiklah, Ren. tunggu sebentar!" Bisik Aninda, ia merasa kasihan kepada Rendy yang terlihat panik dan gugup karena mendapat komplain dari bosnya.
Kali ini Amanda sendiri yang akan menjadi barista, meracik kopi dengan keahlian khusus yang di milikinya.
Dari kejauhan Tuan Bramasta Agha Wijaya, menatapnya dengan penuh kagum, sosok Amanda yang bertubuh tinggi dan berkulit putih. Bukan hanya cantik, kemampuannya dalam meracik minuman sangat keren menurut Tuan Bram.
"Rendy, apa kau kenal dengannya?" Tanya Tuan Bram penasaran seraya kedua bola matanya melirik ke arah Amanda.
"Benar, Tuan. Amanda adalah teman sekolah saya waktu SMA!" Rendy juga ikut menatap Amanda dengan takjub. Amanda memang selalu menjadi pusat perhatian dari dulu.
"Aku mau dia menjadi istriku!" Ucap Tuan Bram tegas, padat dan singkat. Laki-laki berusia 28 Tahun itu adalah seorang CEO dari salah satu perusahaan terpandang di Indonesia. Ia adalah seorang duda, Tuan Bram memang tampan dan mempunyai segalanya. Namun dalam masalah percintaan ia kurang beruntung, dua kali menikah dua kali pula ia dikhianati sang istri lantaran sikapnya yang cuek dan dingin.
Mendengar penuturan dari Tuan Bram, hatinya Rendy bergetar, sontak ia merasa kaget. Ia tahu bahwa Tuan Bram adalah laki-laki yang gemar bergonta-ganti perempuan. Ia kelabakan menjawab perkataan Tuan Bram tersebut.
Lama sekali Rendy tidak memberi respon, membuat Tuan Bram menyentuh bahunya untuk melihat keadaan Rendy yang terdiam.
"Kau, kenapa?"
"Tidak, Tuan. Anu, e' saya baik-baik saja! saya hanya kurang tahu apakah Amanda masih sendiri atau sudah menikah!" Rendy sangat panik, ia masih syok mendengar keinginan Tuan Bram yang selalu otodidak.
"Jangan khawatir, aku tidak akan mempermainkannya, Rendy. Aku yakin suatu hari nanti Amanda pasti menjadi istriku!" Bulu Kuduk Rendy seketika bergidik mendengarnya, dengan kepercayaan diri yang sangat tinggi seorang Bramasta Agha Wijaya merasa yakin jika wanita yang sedang meracik minuman di sana akan menjadi istri ketiganya kelak.
Tentu saja hal itu membuat Rendy ragu, ia sudah mengenal sosok Tuan Bram cukup lama, dan ia tahu Seperti apa sosok Amanda yang keras kepala dan susah mengikuti aturan orang lain mengenai hidupnya.
Rasanya ia ingin sekali pulang, dan meminta pendapat dari sang istri mengenai hal ini.
Seharusnya Rendy senang jika temannya di sukai oleh seorang CEO sekelas Tuan Bram, namun karena ia tahu sikap dari keduanya. Bos playboy yang sesuka hati melakukan apapun yang ia mau, akankah sanggup jika harus memiliki komitmen dengan Amanda yang keras dan di siplin. Apa lagi Tuan Bram adalah seorang duda, akankah Amanda berkenan menjadi istri ketinganya?