Satu satunya tempat yang akan Zyan datangi adalah gedung menjulang tinggi yang di dalamnya terdapat tempat persembunyian sang istri ketika melarikan diri darinya.
Tak butuh waktu lama bagi Zyan untuk dapat masuk ke dalam apartemen pribadi sang istri. Langkahnya semakin lebar untuk menjangkau kamar Freya.
Mata Zyan mengedar untuk mencari keberadaan Freya di dalam kamar. "Freya, dimana kamu?" Berjalan kesana kemari, memasuki walk in closet sampai membuka pintu kamar mandi, tapi tetap saja tidak menemukan sosok perempuan bermata hazel itu.
'Tidak ada, kemana dia?' batinnya bertanya tanya.
Zyan langsung mengeluarkan ponsel miliknya, mencari nama Freya untuk menghubunginya. Tapi suara yang berasal dari luar pintu membuatnya mengurungkan niat.
"Maaf, Tuan. Nyonya Freya belum pulang sejak pagi tadi." Bik Darmi sengaja mengikuti Zyan keatas. Sebenarnya Bik Darmi sudah ingin mengatakannya sejak awal, tapi melihat wajah Zyan yang tak bersahabat, membuatnya akhirnya membiarkan suami majikannya itu untuk melihat dengan mata kepalanya sendiri.
"Belum pulang? Sebelumnya dia pergi sama siapa?" tanya Zyan penuh selidik.
"Sendirian, Tuan." Menundukkan kepalanya, segan.
Zyan semakin menggeram. Di masukkannya kembali ponsel kedalam saku celananya. "Apa dia ada mengatakan sesuatu sama bibik?"
Bik Darmi menggelengkan kepalanya. Sudah cukup bagi Zyan untuk bertanya. Lagi pula ia tidak akan mendapatkan informasi lebih dari Bik Darmi.
"Tolong segera hubungi saya kalau Freya sudah pulang ya, bik." Menyodorkan kartu nama yang berisikan nomor pribadinya.
Bik Darmi mengambilnya dengan sopan, "Baik, Tuan."
***
"Kamu yakin enggak mau pulang?" tanya Gista yang tengah mengemudikan Maserati milik Freya.
Keduanya kini tengah menuju ke apartemen milik Gista. Tempat yang menurut Freya lumayan aman untuk bersembunyi setelah keberadaan apartemennya selalu di kunjungi oleh Zyan.
Freya bukan ingin menghindar dari permasalahannya. Hanya saja Freya masih ingin menenangkan hati dan pikirannya, setidaknya sampai besok, sebelum dirinya kembali ke kediaman orang tua Zyan.
Freya juga tak ingin terlihat menyedihkan di mata Renata. Permainan rumah rumahan bersama Zyan masih panjang. Ia tak bisa menyerah sekarang, paling tidak sampai dirinya berhasil meyakinkan Renata bahwa Zyan tidak mencintainya. Ia harus mencari cara segera, meski pun harus dirinya yang tersalahkan. Tak apa, yang terpenting semua permainan ini segera berakhir.
"Enggak boleh nih nginap tempat kamu? Ya sudah, turunin aku di sana." Menunjuk hotel berbintang lima yang gedungnya terlihat dari jarak yang cukup jauh.
Gista terkekeh, menggelengkan kepalanya. "Ada masalah apa sih? Masih ngambek sama suami kamu?" Selidik Gista.
"Enggak. Cuma lagi malas saja pulang," sahut Freya cuek. Matanya sibuk melihat lalu lalang mobil dari jendela kaca sebelahnya.
Cih... Masih bisa berbohong, pikir Gista yang tak bisa percaya begitu saja. "Aku masih bertanya tanya deh, kenapa kamu mendadak berubah pikiran gitu?"
"Apanya?"
"Kontrak kerja sama perusahaan luar itu."
"Apa lagi kalau bukan karena honornya yang besar." Lalu tertawa asal. Freya terlihat seperti orang setengah gila, susah untuk di tebak.
"Dih... Artis matre," gurau Gista.
Freya dan Gista memecahkan suasana dengan tawa masing masing. Tapi percayalah, jika saat itu hati Freya sedang di ambang kegalauan tingkat akut. Antara menyesal dan ingin membuktikan pada Zyan jika dirinya baik baik saja dengan semua keputusan yang di ambilnya.
Entah kenapa Freya ingin mengunjungi satu tempat untuk menghibur dirinya. "Gis, bioskop yuk? Ajak Dera sama Alvin juga. Sudah lama enggak kan?"
Gista menoleh pada Freya, mengerutkan dahinya. "Enggak bisa dadakan lah, kamu mau jadi sorotan orang orang? Bukannya nonton malah jadi kerumunan fans."
"Aish, itu gampang. Tinggal pake topi lengkap sama masker lah, hapus make up sama pake sendal jepit. Aman kan?" Nyengir bagai kuda.
Freya mengeluarkan ponselnya. Baru saja ia ingin menghubungi kedua sahabat baiknya itu, tapi beberapa panggilan tak terjawab dari suaminya membuatnya sedikit berpikir. 'Tumben dia menghubungi aku? Kenapa ya? Ah sudahlah, bodoh amat deh,' batinnya.
Dengan satu kali sentuhan Freya menghubungi kedua sahabatnya itu secara bergantian. Meminta mereka untuk segera datang ke salah satu mall besar yang kini tak jauh dari tempatnya berada.
"Yakin mau ke bioskop? Di apartemen kan bisa, layarnya gede juga kok." Gista seakan mempertimbangkan keinginan sang artis.
"Enggak greget ah." Tangan Freya mulai bergerak kebelakang untuk mengambil tas yang berisikan beberapa pakaiannya. Pakaian santai yang selalu tersedia di dalam mobil.
"Eh, mau ngapain?" Melirik Freya yang sedang melepas sabuk pengaman.
Freya melirik Gista sambil tersenyum renyah. "Ganti baju lah. Enggak nyaman pake dres ke bioskop." Membuka resleting bagian belakang.
"Gila deh kamu, nanti kan bisa. Enggak di mobil juga kali. Walau pun kacanya enggak tembus keluar, tapi bisa bahaya."
"Ssstt... Bawel."
Jangan salah kaprah. Freya sedang tidak bugil di hadapan Gista. Ia menggunakan dalaman tipis serupa tank top dan celana pendek melar ketat setiap akan pergi kemana pun. Itu juga memudahkannya untuk mengganti pakaian di lokasi syuting. Freya memang artis yang selalu waspada dengan penampilannya.
Sementara Gista hanya bisa menggelengkan kepalanya.
Tak butuh waktu lama, keduanya telah tiba di sebuah mall yang telah di pilih oleh Freya untuk menonton bioskop bersama sahabat sahabat baiknya.
Seperti yang di katakan Freya sebelumnya, ia memakai celana jeans semata kaki di padukan dengan kaos longgar berlengan panjang berwarna putih tulang bercorak bunga dan beralaskan sendal teplek. Tak lupa topi dan masker yang melengkapi penyamarannya.
"Sudah kayak orang sakit enggak sih?" tanya Freya yang tengah bergantung di lengan Gista.
"Kayak buronan yang lagi ngumpet dari suaminya."
Hahaha... Keduanya pun tertawa lepas tanpa menghentikan langkah mereka menuju bioskop.
Hanya butuh waktu menunggu sekitar lima belas menit, akhirnya formasi mereka lengkap. Dan langsung saja memasuki teather 2 yang menjadi pilihan Dera.
Ternyata, film yang di pilih Dera bertema romantis yang berujung kesedihan. Ah, sudah pasti ini akan menguras air mata Freya. Padahal Freya sudah meminta untuk di pesankan film komedi untuk menghibur hatinya yang sedang dilema.
"Elah Der, baru juga duduk. Sudah adegan baper baperan segala," gerutu Alvin sambil menyomot popcorn yang berada di tangan Dera.
"Dera kan gitu, kebanyakan halu," sambung Freya. 'Sama kayak aku sih, kebanyakan halu menginginkan rumah tangga ku romantis,' batinnya.
"Besok kalian wajib nonton ya kalau film Freya tayang. Wajib!" ucap Gista pelan, tak ingin orang orang menyadari kehadiran Freya.
"Pasti dong." Dera mengacungkan jempolnya.
Posisi mereka berada di tengah tengah. Dengan urutan Alvin, Dera, Freya dan Gista. Sebenarnya Alvin ingin duduk di sebelah Freya. Tapi buru buru di cegah oleh Dera dan Gista yang tak ingin mendengar rayuan gombal yang akan di lontarkan Alvin pada Freya. Walau pun hanya sebatas gurauan, tapi mereka masih curiga jika Alvin masih memiliki perasaan terpendam pada Freya.
Sudah hampir tiga puluh menit berlalu mereka larut terbawa suasana romantis yang berhasil di perankan oleh para aktris dan aktor ternama itu. Tapi, di menit ke empat puluh lima, konflik berat mulai muncul. Dimana pemeran utama laki laki yang ternyata diam diam telah mengkhianati pasangannya, meski pun laki laki itu sangat mencintai pasangannya, tapi tidak membuat si perempuan memaafkannya.
Pecah sudah. Tangis Freya tak bisa terbendung lagi. Sialnya, Freya merasa bahwa kisahnya tengah di ceritakan dalam film tersebut.
"Jahat banget sih, hiks... hiks..." ucapnya pelan sambil menyeka air matanya.
"Siapa?" tanya Dera yang juga tengah menangis. "Lakinya atau istrinya?"
"Kamu!" sahut Freya ketus.
"Kenapa aku?"
"Kamu milih film yang endingnya ngenes gini. Aku kapok deh nonton sama kamu, Der. Dari dulu enggak berubah," gerutunya di sela isakan tangisnya.
Bagaimana Freya tidak menangis senggugukan? Si perempuan yang memilih untuk mengakhiri hidupnya tepat di hari aniversary pernikahan mereka yang ke lima tahun, di tumpukan taburan bunga bunga indah serta cake yang bertuliskan nama keduanya. Di tambah lagi, si laki laki yang memutuskan ikut mengakhiri hidupnya setelah mendapati tubuh sang istri yang terbujur kaku dengan busa yang mengalir dari mulutnya.
"Sudahan kali Frey nangisnya. Sudah di resto juga masih nangis. Aku kan jadi ngerasa bersalah." Dera terus menerus mengelus punggung Freya.
"Rasain! Diemi pokoknya. Sudah tahu kan kalau doi nangis parahnya kayak apa? Susah diemnya," ucap Gista.
"Sini, biar abang yang diemi eneng. Mau enggak?" Alvin menyodorkan kembali beberapa lembar tisu pada Freya.
Kini keempatnya sudah berada di resto cepat saji yang ada di dalam mall tersebut, tapi Freya tak kunjung menghentikan tangisnya. Itu semua ada sebabnya. Selain karena akting para artis tersebut begitu menjiwai, juga karena mengingatkannya pada pengkhianatan Zyan. Membuat Freya benar benar terluka. Terlebih ingatannya yang selalu berputar ketika mendapati Mitha dan Zyan berada di dalam kamar yang sama. Kamar utama yang seharusnya hanya di isi olehnya dan Zyan. Bukan perempuan lain.