"Leona,"
Rehan buru buru kembali memakai celananya, entah kenapa hatinya tidak tenang melihat tangisan Leona tadi. Dia segera menyusul Leona yang hendak pergi tapi Keysa menahan tangannya.
"Biarkan saja dia sayang, kita lanjutkan saja permainan kita," ujar wanita itu yang kembali menarik tubuh Rehan.
Rehan langsung mendorong tubuh Keysa. "Jangan coba coba untuk mendikteku," bentaknya lalu pergi meninggalkan ruangannya.
Tanpa menghiraukan teriakan wanita itu, Rehan berlari mencari keberadaan sang istri.
Rehan bernafas lega ketika melihat sang istri yang masih mengantri di depan lift. "Sayang, kita harus bicara," ujar Rehan.
Lelaki itu langsung mendorong kursi roda sang istri. Dia bawa wanita itu ke taman rumah sakit.
"Dengarkan aku dulu, maaf, aku khilaf. Keysa menggodaku tadi, dan aku..," Rehan bingung harus menjelaskan apa.
"Aku tahu Kak, di hatimu memang dialah ratunya. Pernikahan kita ini hanyalah sebagai bentuk tanggung jawabmu saja. Pergilah, teruskan kegiatan kalian, jangan pedulikan aku. Bukankah lebih nikmat bermain dengannya daripada denganku yang cacat ini," lirih Leona seraya menghapus air matanya
"Maafkan aku, maaf, kita kembali ke kamar ya," ujarnya.
Rehan lalu mendorong kursi roda sang istri ke dalam ruang perawatannya. Sepanjang perjalanan Rehan tak berhenti berucap maaf. Leona hanya diam, jujur, jauh di lubuk hatinya ada perasaan menyesal, kenapa dulu dia memaksa lelaki itu menikahinya.
Apalagi kalau melihat cara Rehan memperlakukannya, lebih baik dia tidak memiliki suami kalau tahu akan seperti ini.
Setelah diangkat oleh Rehan ke ranjang, Leona langsung memejamkan matanya. Dia kesal melihat suaminya itu. Bayangan Rehan dan Keysa bercinta masih menari nari di pelupuk matanya.
"Kak, aku ikhlas, Kakak boleh menceraikan aku dan menikah dengannya, aku tidak akan menghalangi Kakak lagi? Bukankah kalian saling mencintai?" lirih Leona dalam isak tangisnya.
Rehan hanya diam. Dia sendiri juga tidak mengerti dengan perasaanya, dia yang semula sangat membenci Leona kenapa tiba tiba berubah menjadi kasihan padanya. Rasanya, hatinya ikut tercubit melihat tangisan sang istri.
"Apa kamu sudah tidak mencintaiku lagi?" tanya Rehan.
Leona membalikkan tubuhnya. "Apa artinya cinta kalau hanya salah satu pihak yang merasakan? Aku tidak mau sakit sendiri Kak," kata Leona.
"Aku… aku tidak tahu bagaimana perasaanku, yang jelas, hatiku pun sakit melihat tangisanmu. Maukah kamu menungguku sedikit lebih lama, supaya aku bisa meyakinkan perasaanku untukmu," pinta Rehan.
"Aku tidak tahu Kak," kata Leona.
"Beri aku waktu, kamu boleh mengajukan cerai dalam waktu 1 bulan jika aku masih tidak bisa berubah," pinta Rehan sedikit mengiba.
"Baiklah," kata Leona.
Dia juga ingin membuktikan ucapan Rehan. Apakah lelaki itu benar benar berubah atau tidak.
Esoknya, Leona sudah diperbolehkan pulang. Rehan benar benar membuktikan ucapannya. Lelaki itu kini menjadi suami yang baik saat ini. Dia juga tidak kasar lagi saat bermain dengan Leona.
"Sayang, kenapa sekarang ini, aku sangat suka mengusap perutmu," kata Rehan sembari menaruh tangannya di perut istrinya.
"Entahlah, mungkin karena perutku yang seksi," ujar Leona dengan pedenya. "Tapi, aku suka kalau Kakak melakukan itu."
"Benarkah? Kalau begitu, aku akan melakukannya setiap hari," ujar Rehan yang tentu saja berakhir dengan adegan ranjang.
Sementara itu di tempat lain, seorang wanita tengah mengamuk karena sudah sejak pertemuannya yang terakhir dengan sang kekasih, lelaki itu semakin sulit dihubungi. Semua teleponnya selalu tidak pernah dijawab.
"Kenapa kamu menghindariku? Apa ini semua karena Dia? Lihat saja, aku tidak akan membiarkan kalian hidup tenang. Kalau aku tidak bisa memilikinya, maka kamu juga tidak," seringainya.
"Kak, siang nanti, aku ingin bertemu Andrew sepupuku. Dia mengajakku bertemu Bibi, karena dia sangat merindukanku. Boleh Kak?" tanyanya seraya menyisir rambut sang suami yang saat ini tidur di pangkuannya.
Mereka sering melakukan pillow talk sebelum tidur sejak hubungan mereka membaik.
"Kenapa harus pergi keluar? Apa Bibimu tidak mau datang ke rumah ini?" tanya Rehan dengan sedikit amarah.
"Apa boleh?" harap Leona.
"Tidak," jawab Rehan singkat padat dan jelas.
Leona mendengus kesal. "Kalau begitu, boleh ya aku pergi makan siang bersama mereka?" pinta Leona.
Rehan tampak berpikir, namun sedetik kemudian lelaki tampan itu pun mengangguk. Leona tersenyum girang melihatnya. Dia pun spontan mencium bibir sang suami sekilas.
Namun, sepertinya, ini tidak akan berhenti disitu saja. Rehan akhirnya mengajak sang istri berperang hingga hari menjelang siang. Rehan baru berhenti ketika dia mendapat panggilan darurat dari rumah sakit.
"Aku pergi dulu sayang, jam berapa kamu bertemu Andrew dan Bibimu?" tanya Rehan setelah dia baru saja selesai berpakaian.
"Mungkin, sekitar jam 1 Kak," jawab Leona.
"Undur hingga jam 3, kamu istirahatlah dulu," ujar Rehan.
Leona hanya mengangguk saja, dia tidak akan protes, toh setelah lelaki itu berangkat, dia tidak tahu Leona pergi atau tidak, pikirnya.
Rehan sudah berada di rumah sakit, dia ada operasi dadakan yang tidak mungkin dia tinggalkan. Leona pun sudah berada di restoran, dia sedang menunggu sepupu dan juga bibinya.
Senyum di wajah Leona terkembang kala melihat sang Bibi datang dengan Andrew. Leona lalu memeluk dan cipika cipiki dengan Bibinya.
Begitu pula dengan Andrew, hanya cipika cipiki ya bukan yang lain. Namun, tanpa mereka tahu, adegan cipika cipiki antara Leona dan juga Andrew tertangkap kamera. Dalam sekejap, gambar itu pun masuk ke dalam pesan di hape Rehan.
"Lihat kelakuan istrimu, yang selingkuh dengan lelaki lain saat kamu pergi bekerja! Sebagai lelaki, tentu itu merendahkan harga dirimu. Bahkan dia tidak segan segan memamerkan kemesraan mereka di depan umum," begitu isi pesan dibawah foto itu.
"Mungkin, di saat kamu pergi bekerja, istrimu juga mengajak lelaki itu bermain di rumahmu, di ranjang, tempat kalian biasa memadu kasih." Pesan kedua terkirim.
"Sebentar lagi, pasti akan ada badai di rumah mewah kamu, dan sepertinya, aku tidak ingin melewatkannya. Lebih baik, sekarang aku datang ke rumah Rehan," gumam wanita disana.
Sayangnya, Rehan masih berada di ruang operasi. Jadi dia belum mengetahui isi pesan di hapenya.
Sementara itu di sebuah restoran mewah. Andrew dan Leona bercengkerama dengan Bibi. Mereka tertawa kecil, kala mengingat kelucuan tingkah mereka saat mereka berdua masih balita.
Puas bercengkerama, Bibi dan Andrew akhirnya pamit pulang. Namun sang Bibi yang penasaran dengan kehidupan Leona ingin mampir sebentar ke rumahnya.
"Kira kira Kak Rehan marah tidak ya kalau Bibi ingin mampir ke rumah, tapi, tidak mungkin kan, aku menolak keinginan Bibi," batin Leona.
Dengan wajah terpaksa, wanita itu pun mengangguk. Andrew kemudian mengantar Leona pulang dengan mobilnya. Sesampainya di rumah, Bibi membantu Leona turun dari mobil. Wanita paruh baya itu pun mendorong kursi roda Leona masuk ke dalam rumah.
Sementara di luar rumah Rehan, seorang wanita tengah mengamati kegiatan Leona dari luar. Dia sengaja menunggu Rehan pulang, supaya bisa menjadi kompor di tengah panasnya api.
"Its time to play."