Ditelepon Mami Rose

1036 Kata
"Huhuhu, Mami jangan memarahiku lagi. Aku ... aku juga tidak mau begitu, aku malah mendapatkan perlakuan kasar karena salah masuk kamar. Tapi sekarang Mami malah marah-marah, bukankah tadi mami sudah mengomeliku. Kenapa diulang lagi," ucap Viona seraya berpura-pura menangis dengan sedihnya. "Kamu kenapa malah nangis, wajar saja kalau kamu sampai diperlakukan begitu karena masuk kamar orang lain tanpa permisi. Seharusnya kamu itu teliti lagi, bukankah sudah mami berikan nomor kamarnya. Kenapa kamu tidak perhatikan," sahut mami Rose masih saja mengomeli Viona. "Dengar dulu, Mami. Itu semua karena memang nomornya hampir sama, makanya aku gak ngeh. Pria itu memarahiku habis-habisan, aku di usir seperti hewan. Aku benar-benar sedih, lain kali Mami kalau ambil pelanggan buatku, setidaknya suruh dia datang ke klub sesekali. Jadi aku akan mengenal wajahnya, jadi tidak sampai kesalahan seperti tadi. Mana aku sudah memberinya sedikit servis, eh taunya bukan orangnya. Aku juga malu, Mi." Viona pun menjelaskan apa yang terjadi padanya di hotel. "Kamu sih ceroboh, bagaimana bisa kamu langsung memberinya servis? Kan dia pasti langsung mengusirmu saat kamu masuk," sahut mami Rose mempertanyakan. "Karena dia tidur, Mi. Apalagi wajahnya tampan, jadi ya aku langsung sosor aja. Eh gak taunya salah orang, mana dia sepertinya orang baik-baik. Habislah aku di maki dan di usir," jelas Viona masih konsisten dengan kebohongannya. "Salah kamu juga sih, aturannya kamu bangunin dulu terus tanya, gak asal sosor aja. Sudah, besok pergi kerja lagi. Kenapa kamu gak langsung balik ke sini dan malah pulang?" tanya mami Rose. "Soalnya ... aku takut kalau Mami marah, aku sadar kalau aku teledor. Aku tanya soal kamar pak Bram, ternyata pak Bram sudah pergi. Maafin aku ya, Mi." Viona bicara dengan nada yang di buat sedih, agar mami Rose semakin simpati dan tidak marah padanya. "Kan sudah mami bilang tadi, kalau dia di tuduh yang tidak-tidak dan hampir dilaporkan ke polisi. Jadi wajar dia langsung pulang, padahal mami sudah suruh dia menunggu kamu. Ya sudah, istirahatlah sana. Tapi ingat, kamu harus mencicil kerugian mami karenamu." "Masih aja, Mi. Aku pikir Mami baik dan tidak akan meminta ganti rugi," sahut Viona. "Jadi, kamu pikir Mami tidak baik. Masih untung Mami minta kamu cicil, bagaimana kalau Mami minta dibayar langsung? Kurang baik apa Mami selama ini sama kamu, setiap ada pelanggan tajir Mami kasih ke kamu!" Mami Rose langsung menyerocos membuat Viona sampai menjauhkan ponselnya dari telinga. "Iya-iya, Mi. Mami baik banget kok, sudah ya Mi aku mau makan lapar." "Iya ta ...." Viona langsung mematikan panggilan, dia tidak ingin mendengar ocehan mami Rose lagi. Dengan bibir sedikit nyengir, Viona meletakannya kembali ponselnya. Dia yakin mami Rose pasti sedang mengomel saat ini, tapi Viona tidak perduli. Toh dia tidak lagi mendengarnya, Viona pun langsung menuju dapur kecilnya mengambil mie instan untuk mengganjal perutnya yang lapar. Sementara itu, Bayu sudah sampai di rumahnya. Dia memarkirkan mobil di garasi, lalu masuk ke rumah lewat pintu samping yang terhubung langsung dengan garasi. Bayu melihat ke ruang keluarga, berpikir jika istrinya sedang di sana. Tapi ternyata tidak ada Tamara di sana, Bayu pun segera menuju ke lantai dua dimana kamarnya dan Tamara berada. Bayu membuka pintu kamar perlahan, dia pikir jika Tamara sudah tidur tapi ternyata dia salah. Tamara sedang duduk bersandar di headboard tempat tidur dan bermain ponsel, Bayu pun segera berjalan mendekat. Tamara langsung berdiri dan menyambut suaminya dengan senyum lebar, Bayu memeluk sang istri yang sudah berada di depannya. "Kenapa belum tidur, Sayang? Kamu tidak mengantuk?" tanya Bayu melepas pelukannya dan melihat wajah cantik Tamara. "Bagaimana seorang istri bisa tidur, kalau suami tercintanya belum pulang. Apalagi kamu pergi sendirian tanpa Arvin asistenmu itu," sahut Tamara dengan sikap manja. "Aku kasihan, dia hari ini kurang enak badan. Beberapa hari kemarin dia aku buat sibuk, lagipula acaranya di hotel kita. Jadi aku pikir tidak masalah sendiri," jelas Bayu seraya menggandeng tangan istrinya dan mengajaknya duduk di sisi tempat tidur. "Kamu pasti mabuk kan tadi?" tanya Tamara seraya mengendus aroma mulut suaminya. "Sedikit Sayang, makanya aku istirahat dulu tadi di kamar hotel." Bayu bicara jujur pada sang istri, karena memang dia tidak pernah berbohong pada Tamara selama ini. "Oh iya, apa tadi ada perempuan ke kamarmu saat kamu di hotel?" tanya Tamara menatap suaminya untuk melihat kejujuran di mata Bayu. "Kok kamu bisa tau?" tanya Bayu bingung. "Tadi Papa telepon, dia meminta ijinku untuk mengenalkan seorang wanita padamu. Makanya aku kasih tau kalau kamu lagi di hotel," jelas Tamara. "Oh, jadi kamu yang kasih tau papa. Tadi memang ada perempuan yang di kirim papa, tapi langsung aku usir. Aku tidak mau menikahinya," sahut Bayu membuat Tamara mengernyitkan dahinya. "Kenapa? Bukankah Papa ingin cucu dan jika kamu tidak mau, maka bisa-bisa semua warisanmu akan di alihkan. Aku rela kok Mas di madu," ucap Tamara dengan suara sedikit bergetar. "Bibirmu memang bisa bicara begitu, tapi nada suaramu tidak Sayang. Aku tau kamu bersedih, tapi aku juga tidak bisa berbuat banyak. Tapi aku punya ide, aku tidak akan menikahi perempuan pilihan Papa. Kan yang papa mau hanya perwaris, maka aku akan memberikannya. Hanya saja bukan dari wanita yang apa berikan, aku sudah menemukan perempuan itu. Dan aku jamin dia tidak akan pernah menuntutku untuk menjadi suami selamanya," jelas Bayu semakin membuat Tamara bingung. "Maksudnya apa, Mas. Kamu menolak pilihan Papa, tapi memilih sendiri calon istri yang akan melahirkan Pewaris keluarga Pramana?" tanya Tamara. "Iya, Sayang. Aku tau wanita yang papa kirimkan, pasti akan menguasaiku. Dia pasti tidak mau jika hanya untuk melahirkan seorang anak untuk kita, dia pasti akan menggeser kedudukanmu sebagai istriku. Aku tidak suka itu, aku hanya mencintaimu. Jika bukan karena desakan papa, aku tidak akan pernah menikahi siapapun. Aku siap untuk hanya hidup berdua denganmu sampai kita menua bersama," sahut Bayu penuh arti. Bukannya paham dan terharu, Viona semakin bingung. Dia paham, jika resiko menerima wanita pilihan mertuanya. Karena dia juga tau, bagaimana mertuanya tidak pernah bisa menerimanya karena dia dilahirkan dari keluarga yang tidak sederajat dengan mereka. Tapi, menolak keinginan papanya juga bukan hal yang baik. Bisa-bisa mertuanya itu akan murka, karena mungkin memang tujuannya untuk menggantikan dirinya sebagai istri selamanya. Dan sejak kapan suaminya memiliki pilihan sendiri, karena selama ini Bayu tidak pernah mengatakan tentang hal itu. "Tapi, Mas. Papa tidak akan setuju, memangnya siapa perempuan yang mau hanya melahirkan anak saja untuk kita?" tanya Viona lagi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN