Suami Alternatif

1304 Kata
Senyum terbit kian cerah, pijar bahagia menjadi bahasa tubuh paling nyata. Memerhatikan lalu lintas tak begitu padat, sesekali mengamati wajah di cermin kecil yang sengaja ia bawa. Buket mawar putih tergeletak di samping kanan, si pemilik masih mengamati dandanan terbaik. Hari yang ditunggu tiba, prosesi pernikahan lancar. Tiga jam lalu, ijab atas namanya telah disebutkan tanpa kesalahan. Resmi menjadi nyonya Dirgantara Jaya, kekasih yang setahun ini menjalin hubungan asmara. Syukur atas nikmat yang luar biasa, halal sebagai pasangan berbahagia. “Saya terima nikah dan kawinya Eunoia Queen binti Joan Radiansyah dengan mas kawin tersebut dibayar tunai!” Hanya sekali ucap, mereka telah resmi menjadi sepasang suami-istri. Noi merasa sangat bahagia, dunianya benar-benar tertawa. Kehidupan baru  luar biasa, impian paling indah terwujud nyata. Selangkah lagi, hanya menunggu proses resepsi, maka mereka benar-benar akan tinggal bersama. Resepsi berselang tiga jam, diatur pihak mempelai pria. Mereka hanya melakukan akad nikah di rumah pengantin wanita. Dirga memilih ikut pulang, ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan, jas yang akan dikenakan masih berada di kamarnya. Selain itu, kedua keluarga sudah sepakat untuk bertemu di gedung serbaguna. “Kita ketemu di gedung, istirahat dulu. Akan lelah hingga malam.” Kalimat ini manja, tatap nakal dengan senyum manis yang begitu menawan. Dirga masih tampak menarik, selalu keren, dan akan tetap tampan dalam pandangan Noi. “Kenapa enggak berangkat bareng?” rengek Noi memanyunkan wajah, Dirga hanya tertawa kecil dengan tangan menarik lembut hidung sang istri. Mereka mengunci diri di kamar, duduk berdua di sisi tempat tidur. “Kamu tahu Mami seperti apa, 'kan?” balas Dirga dengan tangan menggaruk kepala yang sama sekali tidak gatal, “masih percaya sama hal kuno, kita enggak boleh bersama sebelum resepsi usai. Entah aturan dari mana, tapi karena ini terakhir, aku akan patuh. Anggap saja ini bakti anak paling keren.” “Aku akan saaaaangat rindu.” Dirga sekali lagi tertawa, menatap lekat wajah cantik yang sedikit cemberut. Mata bola ping pong yang sangat menggemaskan, terlihat menawan. Tidak bosan untuk diperhatikan berlama-lama. “Satu ciuman mungkin bisa menjadi negosiasi.” Dirgan menggoda sembari menunjukkan senyum terbaik yang ia punya, lesung pipit itu masih tampak memukau. “Emh,” gumam Noi sambil berpura-bura berpikir keras, “satu mana terasa, tiga!” “Serakah!” ujar Dirga sembari memukul pelan kepala sang istri yang hanya terkekeh, lalu menangkup kedua pipi pria terkasihnya. Meskipun berujar demikian, Dirga memberikan sentuhan lembut di bibir sang istri. Perlahan, cukup lama. Kemudian, beralih pada kedua pipi, dilanjut di kening. Noi memilih melabuhkan diri dalam pelukan, enggan ditinggalkan. “Jangan pergi.” “Ayolah, Sayang. Mami sama papi nungguin, kita ketemu tiga jam lagi. Katakan pada tim make up-nya, harus lebih cantik dari ini.” Noi mengangguk-angguk, lalu memberikan satu kecupan di pipi kiri suaminya. Tepat ketika cekungan cukup dalam terbentuk. Dia suka lesung pipi Dirga, manis dan tak terlupakan. Pesona yang selalu berhasil melumpuhkan pertahanan hati. “Non Noi!” Seruan ini tentu saja membuat dirinya kaget bukan main, Noi tersadar dari lamunan. Rupanya mereka sudah tiba di gedung, beberapa mobil terparkir rapi. Mobil pengantin lain terlihat oleh netranya, pihak lelaki pasti telah di dalam. Senyuman itu mengembang sempurna, dia ingin segera berdiri sebagai ratu dan menyambut para tamu. Noi mendorong pintu mobil, menyambar buket bunga. Ia membenarkan ball gown, gaun megah yang sering dipakai oleh para putri di negeri dongeng. Ibunya berlari, membantu sang buah hati yang sedang kesulitan mengatur detail rok mekar. Orang-orang dari tim perias ikut berlarian, membantu mengangkat rok panjang. Wedding dress putih salju yang begitu indah, Noi menyukainya. Sangat. “Dirga sudah di dalam, Ma?” tanyanya pada sang ibu yang masih sibuk menuntun, asisten MUA mendekat dan menekan area dahi dengan tisu. Lembut, mungkin untuk memastikan dandan baik-baik saja. “Mama belum masuk, tapi itu mobil Dirga, 'kan?” balas sang ibu yang diiyakan dengan anggukan, Noi mengedar pandangan ke sekeliling, tetapi tetap berakhir di wajah wanita paruh baya dengan senyum lebar. “Oh iya, Mbak. Ini ponselnya.” Sang asisten make up memberikan benda berbentuk persegi panjang pipih, Noi menerima. Ternyata ada pada mereka, pantas di rumah tak ada. “Bisa ambilkan foto kami berdua?” Noi meminta wanita itu sambil menyerahkan gawai kembali, menarik pelan tubuh sang ibu untuk merapat. Mereka akan mengambil foto bersama. “Polanya, Mbak?” “Oh, iya. Sebentar.” Noi mengambil kembali ponsel untuk membuka kunci layar yang diamankan dengan pola, tetapi keningnya mengeriput ketika ada banyak pesan masuk di aplikasi w******p. Haruskah memeriksa sekarang? Pasti hanya ucapan selamat dari kerabat dan para kenalan. Namun, tanpa sengaja ibu jari menyapu logo bergambar telepon hijau cerah tersebut. Benar saja, ada banyak pesan ucapan selamat. Terdorong rasa penasaran, ia scroll terus. Jarinya berhenti, ada nama Dirga di antara tumpukan pesan masuk. Satu jam yang lalu, cepat  mengetuk layar. Tulisan singkat, tapi cukup membuatnya membeku di tempat. [Maaf, aku pergi!] Noi tampak shock, tetapi tak boleh gegabah. Mungkin hanya pesan iseng, Dirga suka membuat lelucon sebagai kejutan paling romantis. Pasti bersembunyi di dalam gedung, dia harus menemukan pemuda itu. Mereka bahkan sudah sepakat akan lelah hingga malam, suaminya tentu hanya sedang membuat prank tak lucu. “Noi!” Seruan ini menghentikan langkahnya, sang ibu mertua dengan wajah gelisah mendekat. Tanpa perlu bertanya, pesan yang diterima olehnya tentu bukan keisengan. “Di mana Dirga, Mi?” desaknya tak sabar, mengguncang tubuh sang ibu mertua yang mulai mengembunkan air mata. Kenapa harus menangis di momen bahagia begini? Sangat tak masuk akal, Noi masih mencoba untuk berpikir positif. “Noi, kita masuk ke ruangan itu!” Ayahnya memanggil dengan nada tegas, pensiunan perwira tinggi TNI tersebut memasang wajah sangar seperti biasa. Hanya perlu patuh, ada apa ini sebenarnya? Tak ada penolakan ketika sang ibu mertua merangkul, para penata rias membantu mengangkat rok panjang, mempermudah dalam melangkah. Namun, orang lain dilarang masuk, hanya Noi beserta sang istri diperbolehkan. Besan wanita pun melangkah ragu, pintu ditutup rapat. “Papi, ada apa ini?” serang Noi melihat ayah mertuanya sudah di dalam dan duduk dengan air muka tegang, “di mana suamiku?” “Suamimu kabur, tapi tenang saja. Papi sudah mengerahkan orang-orang untuk segera menyeretnya datang, kita masih punya waktu sepuluh menit.” Penjelasan ini melemaskan sendi-sendi kaki, tubuh Noi terasa begitu ringan. Ia hampir terjatuh, tetapi ibunya dengan sigap menangkap tubuh sang buah hati. “Ada apa ini?” bentak sang ibu pada suaminya yang terlihat kebingungan, “kalian bertengkar?” Percuma menginterogasi Noi yang hanya menggeleng cepat, bagaimana mereka bisa bertengkar saat tiga jam lalu masih saling bertukar ludah? Tak masuk akal, di mana Dirga? Kenapa pergi begitu saja setelah melakukan ijab-kabul? Tak ada yang bersuara, semua menunggu dengan gelisah. Dua pasang orang tua yang tampak panik, mempelai wanita pun ikut terlihat kebingungan. Dia ditinggalkan di hari paling bersejarah dalam hidup, dicampakkan setelah nama keduanya tertulis di buku nikah dan tercatat sebagai pasangan sah di Kementerian Agama. “Mi, kita harus melakukannya. Resepsi harus tetap berlangsung, panggil dia!” perintah sang ayah mertua ditujukan pada istri tercinta, Noi hanya mengangkat wajah dengan penuh tanya. Bagaimana mereka akan melanjutkan resepsi sore ini? Belum sempat sang ibu mertua pergi, pintu terbuka. Sosok pria dengan setelan jas lengkap masuk, Noi menoleh. Entah apa itu, dia melihat sinar mengelilingi sang lelaki. Wajahnya tampak bercahaya, berdiri di ambang pintu dengan gaya keren. Semua mata tertuju padanya. “Dia akan menjadi suami cadangan untuk Eunoia.” Penjelasan dari ayah mertua membuatnya membuka mulut lebar, siapa pria itu? Noi baru saja melihat wajah tersebut, tetapi kepingan ingatan menangkap kenangan perihal lelaki yang baru muncul di detik-detik situasi genting. Benar, itu Adrian—kakak kandung Dirga—yang merupakan polisi dan jarang pulang. Bahkan, Noi belum pernah bertemu sekalipun satu tahun menjalin hubungan dengan sang adik. Namun, apa yang dikatakan ayah mertuanya? Adrian adalah suami cadangan untuknya, pemeran pengganti yang akan menjadi suami alternatif di acara resepsi sore ini. ***  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN