Bab 3 |• Jodoh Impian Anna

1964 Kata
_ Setelah diberitahu oleh salah satu penjaga jika Veizy ingin berbicara dengannya, Danzel langsung menghampiri sepupunya itu. "Ada apa?" Veizy menoleh saat mendengar suara Danzel. Ia tersenyum tipis seraya mendekati pria itu. Cup! Danzel tak protes saat Veizy mengecup pipinya. Ia sudah menganggap gadis itu seperti adiknya. "Tidak ada apa-apa. Aku hanya merindukan pria dingin di depanku ini," ujar Veizy dengan senyuman lebar di wajahnya. Tak ada tanggapan dari Danzel. Tersenyum tipis pun tidak. Dan Veizy memaklumi sifat pria di depannya ini. Mereka berdua berjalan di sepanjang koridor Istana. 'Dia memang sangat dingin. Bahkan melebihi paman Kenzie yang katanya terkenal sangat dingin dulunya,' batin Veizy menahan senyum di wajahnya dengan mengulum bibirnya. "Ck!" decak Danzel. Pria itu memilih beranjak meninggalkan Veizy yang kini menatap punggungnya dengan tak percaya. Dengan langkah yang berusaha ia perlebar, Veizy menyamakan langkahnya dengan Danzel. Hanya keheningan di sepanjang langkah yang mereka lewati. "Ummm... Di mana Daniel?" tanya Veizy setelah mengumpulkan keberaniannya untuk mengeluarkan pertanyaan tersebut. Karena diam terus jadi ia merasa canggung. "Manusia," ujar Danzel singkat. Untungnya Veizy mengerti ucapan singkat pria itu. Veizy mengernyit mengingat Daniel sering sekali ke dunia manusia. 'Apa dia menyukai seorang manusia sekarang? Hingga membuatnya betah di sana?' "Ck!" decak Veizy kesal karena pemikirannya sendiri. "Daniel hanya menyukai bisnisnya," seru Danzel tiba-tiba. Veizy menghembuskan nafasnya pelan. Yah... sudah menjadi rahasia umum jika Danzel selalu bisa membaca pikiran seseorang. Dalam keadaan apapun itu, bahkan tanpa menatap mata ataupun wajahnya, Danzel bisa membaca pikiran orang tersebut. Hanya dua orang di dunia Ophelix yang tidak bisa ia baca pikirannya. Pertama, ayahnya sendiri lalu ibunya. Kalau itu, sangat wajar menurut Danzel. Kedua orang tuanya adalah yang terhebat di matanya. Karena itulah, ia menginginkan seorang Mate seperti Jesslyn. Ia tidak suka perempuan lemah. "Kau selalu saja membaca pikiranku. Mungkin saja aku adalah Mate-mu," canda Veizy dengan pandangannya yang lurus ke depan. "Ku harap begitu." Veizy terkekeh pelan sebelum menoleh ke arah Danzel. Tak lupa juga mendongakkan kepalanya menatap Danzel yang lebih tinggi darinya. Karena tinggi Veizy yang hanya sebatas pundak Danzel. Untuk ukuran seorang perempuan, Viezy termasuk tinggi, tapi berdiri di samping Danzel ia jadi kelihatan lebih pendek. "Kau melontarkan candaan tapi wajahmu sedatar tembok," sindir Veizy masih menatap wajah Danzel. Di detik berikutnya, Veizy mengalihkan pandangannya saat matanya bertemu pandang dengan mata tajam abu-abu milik Danzel. Sedangkan untuk Danzel sendiri, pria tampan itu tak merespon sindiran Veizy. Ia hanya menoleh sekilas kemudian kembali fokus ke depan. "Aku tau... kau pasti telah bertemu dengan'nya' bukan?" Danzel tak merespon pertanyaan Veizy. Tapi matanya semakin menyorot tajam. Ia bisa merasakan tatapan penuh arti yang Veizy lemparkan untuknya, meskipun tanpa ia lihat langsung sekalipun. "Kapan kau akan membawanya kemari?" tanya Veizy berusaha menetralkan nada suaranya. Danzel mencoba menahan amarahnya dengan rahang yang mengatup kuat. Matanya sekilas berganti menjadi warna merah, namun hanya sedetik karna setelahnya ia kembali mengendalikan emosinya. Ia tidak boleh dikuasai emosi, atau kutukan yang didapatinya akan aktif kembali. "Kau harus memperkenal---" BRAK! "Akhh!!" ringis Veizy saat punggungnya menubruk kerasnya dinding. Tidak, ia tidak dilempar oleh Danzel seperti yang biasa ayah pria itu lakukan pada orang asing jika marah. Justru posisinya dengan Danzel saat ini cukup.... intim? Veizy menelan ludahnya susah payah. Mengingat jarak tubuhnya dan Danzel memang sangat tipis, selain itu juga punggungnya yang terasa nyeri. Wajahnya sangat dekat dengan wajah Danzel, ia bahkan bisa merasakan deru napas pria itu di wajahnya. Tubuhnya disenderkan di dinding dengan tubuh Danzel yang menghimpit tubuhnya. "Jangan membuatku emosi Vee!" geram Danzel menatap mata Veizy dengan tajam, meskipun Gadis itu sama sekali tidak menatapnya karena tengah menunduk. "M-maafkan aku," gumam Veizy dengan wajahnya yang kemudian ia palingkan ke samping. Danzel melepaskan kurungannya. Pria tampan itu kembali menetralkan raut wajahnya. "Jangan pernah membahas'nya' tanpa ku minta." Meskipun enggan, Veizy tetap menganggukkan kepalanya. "Aku ingin menemui Daniel ke dunia manusia," putus Veizy tanpa menatap Danzel. Sekaligus mengalihkan perhatian dari suasana menegangkan barusan. Danzel sedikit mengernyit. "Menemui Daniel di dunia manusia? Kurasa itu bukan alasanmu yang sesungguhnya," ujar pria itu datar. Veizy terkekeh. "Kau memang selalu mengerti aku." Veizy menggandeng lengan Danzel. Veizy memang sangat cepat mengalihkan suasana. Tadinya suasananya cukup menegangkan, kini menjadi lebih santai kembali. "Ayo temani aku ke dunia manusia," ujar Veizy menatap Danzel penuh harap. Raut wajah Danzel yang berubah menjadi masam, tak juga melunturkan keinginan Veizy yang ingin ke dunia manusia. Meskipun sangat-sangat enggan, Danzel akhirnya memutuskan untuk menyetujui permintaan Veizy dengan berat hati. 'Aku hanya tidak mau bertemu gadis itu lagi' *** Annastasia hanya bisa menatap gedung tinggi di depannya itu dengan miris. Setelah kejadian kemarin, Anna tidak lagi bekerja di Restoran ini. Kemarin pria yang merupakan kakak Daniel, telah memecatnya dengan tanpa belas kasih. Ck! Anna bahkan belum tau nama pria itu. Anna menghembuskan napasnya. "Apa yang salah dengan pria sombong yang sialnya tampan itu? Dia bilang membenciku? Dasar tidak jelas. Aku saja baru bertemu dengannya hanya sekali, kemarin," gerutu Anna sendirian. Beberapa orang yang mendengarnya berbicara sendirian, melihatnya dengan aneh. Mungkin beberapa di pikiran mereka jika Anna adalah gadis gila yang kesasar. 'Tidak, tidak. Mereka tidak akan berpikir aku gila. Lagipula aku cukup cantik' batin Anna mengangguk-angguk. "Ahh!! Apa karena aku cantik jadi pria itu membenciku? Mungkin dia takut terpikat olehku?" seru Anna semakin ngelantur. "Ck ck. Sejak kapan aku narsis begini?" gumamnya seraya menyentuh pelipisnya pelan. Tin.... Tin... Anna terlonjak kaget saat mendengar suara klakson mobil dari belakang. Gadis itu membelalak terkejut saat menyadari posisinya yang memang sangat mengganggu. Dengan segera ia menyingkir dari posisinya yang memang sangat menghalang jalan. "Apa yang kau lakukan disini, Nona?" Anna menyengir ria pada pria di depannya ini yang tiba-tiba saja mendatanginya. Sedari tadi Anna memang merasa seperti diawasi oleh pria asing ini. "Ah, tidak apa-apa. Aku hanya kagum dengan Restoran ini, ahahaha," dalih Anna dengan kikuk. Pria itu mengernyit. Alasan gadis di depannya ini sangat aneh. Tapi ia tidak bertanya lagi, karena gadis itu sudah pergi duluan. Tapi tiba-tiba saja gadis itu kembali berbalik menghadapnya. "Aku ingin menemui pemilik Restoran ini." Pria itu mengangkat sebelah alisnya bingung. Ia adalah salah satu sekuriti yang bertugas hari ini. "Maaf, Nona ada urusan apa? Mr. Daniel bukan orang sembarangan yang mudah di--- Hey, Nona!" Perkataan sekuriti terpotong saat melihat Anna yang nekat memasuki Restoran dan bergerak cepat memasuki lift. Cepat-cepat ia segera menyusul gadis itu. Sementara itu, Daniel yang tengah terfokus dengan berkas-berkas di atas mejanya sontak teralihkan saat pintu ruangannya berdecit. "Ada apa?" tanyanya pada Alex dengan sebelah alisnya yang terangkat naik. Heran melihat pria itu yang tiba-tiba menemuinya. Alex terlihat ragu, tapi ia tetap mengatakannya. "E-ee. Begini Mr. Daniel. Hari ini salah satu pekerja tidak datang, saya sudah menghubunginya tapi....." Daniel mengernyit kala Alex tak melanjutkan ucapannya. "Tapi apa?" Alex menelan ludahnya susah payah sebelum melanjutkan ucapannya. "Tapi, dia bilang jika dia telah dipecat kemarin." Daniel berpikir sejenak. "Siapa namanya?" "Nona Annastasia, Mr." "Kurasa, aku tidak pernah memecat seorangpun pekerja kemarin," Ujar Daniel tampak bingung. "Kau urus saja dul---" "SUDAH KU BILANG, AKU HARUS MENEMUI MR. DANIEL" "APA SALAH JIKA AKU INGIN MENEMUI PEMILIK TEMPAT YANG PERNAH MENJADI TEMPAT KERJAKU?!" Daniel mengernyit tak suka. Suara seorang gadis di luar ruangannya itu sungguh sangat mengganggu pendengarannya. 'Kali ini aku setuju denganmu kak, seorang gadis memang sangat merepotkan,' batin Daniel yang ia tujukan untuk sang kakak, Danzel. "Siapa yang menyebabkan keributan di luar?" tanya Daniel pada Alex yang juga tampak sama bingungnya dengan Daniel. "Sepertinya dia ingin menemui anda, Mr. Daniel," seru Alex menebak. Baru saja akan melangkah untuk melihat keadaan di luar ruangannya. Sebuah pesan melalui telepati dari Danzel membuatnya urung untuk melangkah. Lebih tepatnya, menunda langkah kakinya yang berniat keluar dari ruangan. "Ada apa Mr. Daniel?" tanya Alex pada Daniel yang memberhentikan langkahnya dengan tiba-tiba. "Tidak apa-apa. Hanya saja.... Kakakku akan kemari," jawab Daniel kembali beranjak untuk keluar dari ruangannya. Karena keributan tersebut belum juga usai meskipun hanya tersisa suara yang terdengar samar. Alex terbengong. Baru kali ini ia mendengar Mr. Daniel berbicara padanya tentang keluarga atasannya itu. Tidak ada yang tau siapa keluarga Daniel atau dari manakah pria itu berasal. Dan kali ini, untuk pertama kalinya Alex berarti akan melihat rupa kakak dari atasannya itu. Daniel sendiri sudah berjalan ke arah pintu, berniat menemui gadis yang sangat berisik di luar ruangannya itu. "Sudah ku bilang. Aku hanya ingin menemui pemilik Restoran ini---" Ceklek! Ucapan Gadis yang sedari tadi melontarkan pembelaan dirinya itu, terhenti saat Daniel membuka pintu. Gadis itu jadi gelagapan. Namun, diam-diam ia menghela napas lega karena bukan pria tembok kemarin yang memergokinya. "Ada apa ini?" tanya Daniel tanpa memandang Anna yang tengah menunduk tak berani menjawab. Sekuriti tadi mulai mengeluarkan suaranya. "Gadis ini terlihat mencurigakan Mr. Dia---" "Dasar gila!! Sudah ku bilang, aku hanya ingin menemui atasanmu. Aku ingin menanyakan kenapa kakaknya itu memecatku!!" pekik Anna dengan nada suara yang sangat tak santai. Ia seolah lupa jika pria yang baru saja datang itu adalah pemilik Restoran ini. Daniel mengernyit. Gadis di depannya ini mungkin sangat cerewet? Namun, jika dilihat lebih teliti. Dia terlihat polos. Dan apa tadi katanya? Kakak Daniel memecatnya? Berarti gadis ini yang kemarin ditabraknya. Gadis yang terlihat lesu sahabis dari ruangannya. "Kau... bukankah kau, Nona Annastasia?" tanya Daniel pada akhirnya saat mengingat pertemuannya dan Anna yang di mana mereka berdua sempat bertabrakan. Dan saat itu, Anna terlihat sangat lesu. "U-umm, y-ya Mr. Daniel," jawab Anna gugup. 'Kuharap dia tidak mengusirku dengan membuatku malu! Tapi sepertinya dia akan mengusirku,' batin Anna seraya memejamkan matanya. Mengingat pria kemarin yang mengusirnya adalah kakak dari Daniel. Sudah pasti Daniel sepemikiran dengan kakaknya kan? Daniel yang teringat jika kemarin sempat meminta Danzel menangani seorang pekerja yang terlambat pun langsung menatap Anna yang terlihat gugup. "Maafkan kakakku soal kemarin. Dia memang seperti itu. Kau tidak dipecat oke? Besok kau bisa mulai bekerja lagi, anggap saja hari ini kau cuti. Dan untuk keterlambatanmu kemarin, aku masih memberimu kesempatan. Kedepannya jangan sampai kau terlambat lagi, Nona," jelas Daniel panjang lebar. "Eh?" Anna mengerjapkan matanya mencerna ucapan Daniel yang sangat jauh dari pikirannya. Apa pria ini baru saja berkata memberinya kesempatan? Jika hanya mimpi maka jangan biarkan ia terbangun dulu. Daniel menoleh ke arah si sekuriti. "Biarkan dia pulang. Dia hanya ingin menemuiku dan dia juga bukan orang yang mempunyai niat jahat, kurasa." Si sekuriti tersebut mengangguk mengerti. Dan segera pergi meninggalkan Anna bersama Daniel dan Alex yang baru saja datang. Alex terkejut melihat keberadaan gadis pujaan hatinya. "Jangan lupa untuk kembali bekerja besok, Nona Annastasia," ujar Daniel tersenyum tipis seraya meninggalkan Anna diikuti Alex yang menyusul di belakangnya. Sedangkan Anna hanya memandang punggung Daniel dengan melongo. Gadis itu menggaruk kepalanya yang tidak gatal. 'Dua orang bersaudara ini sangat aneh!' ***** Setelah dari Restoran RND, dan diberi kesempatan oleh Mr. Daniel, Anna pun langsung pulang ke rumah sederhananya. Karena mendapatkan cuti mendadak, Anna memilih menghabiskan waktu santainya di rumah, dengan beres-beres rumah yang sudah jarang ia lakukan karena kesibukannya. Kemudian membaca cerita-cerita tentang Vampire atau Werewolf di aplikasi yang ada di ponselnya. Kebiasaan yang sudah mulai jarang ia lakukan. Dengan membaca cerita-cerita seperti itu, Anna jadi terbiasa berkhayal bertemu dengan mahkluk supernatural. Sepertinya kehaluan Anna sudah menuju stadium akhir. Anna menyimpan ponselnya tepat di samping tubuhnya. Saat ini ia tengah berbaring dan menghadap ke langit-langit kamarnya. Gadis itu terlihat berpikir keras. "Mr. Daniel.... Lalu pria yang mengusirku kemarin siapa namaya? Dia sangat tampan dan hot, seperti pria yang selama ini ku idam-idamkan," gumam Anna tersenyum-senyum. "Dia sangat sempurna," sambungnya dengan riang. "Ck! Apa juga yang kupikirkan," gerutu Anna sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. "Eh tapi... Keluarga Mr. Daniel kan misterius. Apa jangan-jangan Mr. Daniel dari kalangan Vampire seperti di cerita yang sering aku baca?" Anna berjengit dan bangun dari posisi berbaringnya. "Astaga!!! Jika benar begitu, berarti pria tembok kemarin harus menjadi jodohku!" pekik Anna terlihat sangat senang. Padahal baru beberapa jam yang lalu gadis itu sempat mengumpati Danzel, sekarang malah berharap jika pria hot nan tampan itu adalah jodohnya. "Aku harus cari tau!" .
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN