Bab 7

2033 Kata
"Jangan pernah mendekatiku lagi" Annastasia menatap Danzel tak percaya. Setelah memeluknya erat tanpa izin, Danzel menyentak dirinya dengan kasar dari pelukan pria itu. Rasa perih menjalar di dadanya, merasa ditolak oleh pria di depannya ini padahal ia bahkan belum melakukan apapun. Sakit hati? Bisa dikatakan iya. Tapi kenapa ia sakit hati? Anna tidak mencintai Danzel. Ya! Yang ia katakan benar, ia tidak mencintai Danzel. Ah! Lebih tepatnya, belum. "A-apa maksudmu?" tanya Anna dengan tatapan bingungnya. Pria itu menatap Anna tajam dengan raut wajah dingin khas-nya, Seolah adegan pelukan yang ia ciptakan tadi sama sekali tidak pernah terjadi. "Kau masih memiliki pendengaran yang jelas, bukan? Jadi pikirlah sendiri," seru Danzel berbalik untuk membuka pintu yang tadi sempat ia kunci. Setelah pintu itu terbuka, Danzel menatap Anna. "Keluar!" ujarnya dengan angkuh dan tatapan yang tak ingin dibantah. Anna menatap Danzel dengan pelototannya dan mulut setengah terbuka. Gadis itu kemudian mengatupkan bibirnya rapat seraya berjalan keluar menuruti perintah pria tak berperasaan itu. Berbeda dengan Danzel yang masih menampilkan raut wajah datarnya Kening Anna mengerut jengkel. Ada apa dengan pria itu? Dia sangat aneh dan gila! Dan apa ini? Bukankah dia dipanggil oleh Mr. Daniel? Lalu kenapa malah Danzel yang ada dan parahnya pria itu mengusirnya setelah memeluk dirinya seolah tak ingin ditinggalkan. Anna menghentikan langkah kakinya kemudian kembali mendekati Danzel. Saat posisinya tepat di samping Danzel, gadis itu menoleh ke arah Danzel dengan tatapan menantangnya. "Baiklah Tuan Danzel yang terhormat. Aku akan keluar seperti yang barusan kau katakan..." ujar Anna sembari menggantungkan ucapannya. Ia bisa melihat raut wajah Danzel yang tetap datar. "Tapi... aku tidak akan menuruti ucapanmu yang menyuruhku untuk tidak mendekatimu lagi," lanjutnya dengan senyum yang merekah di bibirnya. Danzel menatap Anna tajam dengan rahang yang mengeras. "Kau bodoh?" desis Danzel masih menatap Anna dengan tajam. Anna berusaha sekuat tenaga untuk menahan diri yang ingin meneriaki pria angkuh di depannya itu. "Tentu saja tidak!" bantah Anna kesal. "Aku bahkan merasa sangat pintar dan berani sekarang. Karena berani membantahmu dan berani mengambil resiko untuk mendekati dirimu," sambung Anna dengan nada angkuhnya. Anna menghela nafasmya pelan. Jika ia membalas perkataan Danzel dengan tidak tenang maka perdebatan mereka tidak akan berakhir cepat. Gadis itu kemudian menatap Danzel dengan tatapan yang coba ia lembutkan. "Baiklah, dengarkan ucapanku sekali lagi Mr. Danzel. Aku memang akan menuruti ucapanmu yang menyuruhku untuk keluar dari ruangan ini karena kau adalah kakak dari atasanku. Tapi untuk keinginanmu yang menginginkan diriku agar tidak mendekatimu lagi, kurasa... hal itu tidak akan pernah ku lakukan. Aku memiliki hak untuk mendekatimu, yah.... meskipun ku akui mungkin kau tidak menyukainya. Tapi dengar dan pikirkan baik-baik perkataanku ini Mr. Danzel yang terhormat. Jika kau bisa memeluk diriku semaumu maka aku juga bisa mendekatimu semauku," ujar Anna panjang lebar. Gadis itu melemparkan senyum songongnya ke arah Danzel seraya meninggalkan pria itu. Meskipun Anna terlihat santai dan tenang saat mengatakannya, berbeda dengan jantungnya yang berdegup kencang karena sangat gugup. Tapi yang membuatnya kesal adalah raut wajah Danzel yang masih tetap berekspresi datar setelah ia mengatakan isi pikirannya tadi. Eskpresi pria itu seolah ia tidak terpengaruh dengan perkataan Anna yang menggebu-gebu barusan. Ck! Pria itu memang benar-benar tembok, pikir Anna jengkel. Tapi siapa yang menyangka, Saat Anna sudah menjauh. tidak ada yang menyadari jika sudut bibir Danzel sedikit terangkat. Hanya sedikit, karena pria itu sendiripun tak menyadarinya. . . Annastasia berjalan dengan langkah gontai setelah meninggalkan ruangan Mr. Daniel. Sangat berbeda dengan saat ia berbicara panjang lebar di depan Danzel tadi. Ia berbicara dengan sangat santai dan angkuh? Tapi sekarang ia terlihat seperti seorang gadis yang baru saja kehilangan semangat hidupnya. Pristin menaikkan sebelah alisnya bingung melihat Anna yang terlihat lebih tidak semangat seperti sebelumnya bahkan mungkin lebih parah. "Ada apa denganmu?" tanya Pristin saat Anna telah berdiri di sampingnya. Anna menoleh ke arah Pristin dengan mata yang berkaca-kaca. Dengan tak santainya, Anna langsung memeluk Pristin kuat. Pristin hampir saja terjembab ke belakang karena serangan pelukan dari Anna yang bisa dikatakan sangat tidak santai itu. "Hey kau kenapa?! Apa yang Mr. Daniel katakan?!" pekik Pristin tertahan sembari mengelus punggung Anna. Pikiran negatif mulai memenuhi otak gadis itu. Apa Anna dipecat? Anna melepaskan pelukannya dan menyeka pipinya seolah ada air mata di sana, padahal terlihat jelas jika tidak ada air mata di pipi gadis itu. "Astaga!! Pristin, kau tau? Aku bertemu pria tembok itu di ruangan Mr. Daniel," tutur Anna menggebu-gebu. "Ck!" decak Pristin jengkel. Gadis itu kembali melanjutkan kegiatannya yang tengah membuatkan minuman untuk pelanggan. Padahal ia sudah khawatir karena mengira Anna dipecat oleh Mr. Daniel. Bagaimana tidak? Gadis itu datang dengan tidak semangat dan matanya yang berkaca-kaca dari ruangan atasan mereka. "Hey aku serius," rengek Anna yang ingin didengarkan. "Ck! Dasar labil. Bukankah bagus jika kau bertemu pria tembok yang sialnya tampan itu?! Kau selalu mencarinya bukan? Lalu Kenapa kau malah menangis sekarang?" balas Pristin acuh tak acuh. Pristin sudah sangat sering mendengar julukan pria tembok yang sialnya tampan itu, keluar dari mulut Anna. Ia bahkan sampai ikut mengatakannya jika membahas mengenai Danzel. Anna melirik Pristin sinis. "Jika kau mendengar ceritaku. Kau pasti akan mengerti perasaanku," ketus Anna. Pristin membalas dengan tak kalah sinisnya. "Baiklah, baiklah! Ayo cepat ceritakan," balasnya dengan ketus, Pristin bahkan juga berpura-pura acuh. Anna yang mengetahui gelagat Pristin hanya memutar bola matanya malas. Namun, kembali mengingat pertemuannya tadi dengan Danzel membuatnya kembali serius. Gadis itu menatap Pristin serius. Anna mulai menceritakan dari awal kejadian tadi saat ia memasuki ruangan Daniel dan kemunculan Danzel yang tiba-tiba kemudian mendapatkan pelukan, penolakan dan terakhir pengusiran. Ia juga tak lupa menceritakan mengenai perkataannya pada Danzel sebelum benar-benar pergi dari hadapan pria itu. "Ck! Lalu kenapa kau malah datang dan merengek bodoh padaku?! Jalankan saja sesuai dengan perkataan angkuhmu itu. Nanti juga Mr. Danzel akan luluh... yah meskipun sebenarnya menurutku, itu terdengar mustahil," ujar Pristin masih fokus pada kegiatannya. Meskipun Pristin terlihat acuh, namun sebenarnya gadis itu adalah pendengar yang baik menurut Anna. Ucapan Pristin yang ceplas ceplos dan kelewat jujur itu memang terkadang menyakitkan, tapi Anna sudah terbiasa. Lebih baik mendapatkan teman seperti itu dari pada teman yang terlihat mendukung namun sebenarnya hanyalah pura-pura, bukan? Anna terlihat merenung sebentar. "Hmmm. Kau benar juga," gumam Anna pelan namun masih bisa didengar oleh Pristin. Pristin yang mendengar gumaman Anna hanya tersenyum tipis saat melirik Anna yang kembali fokus pada pekerjaannya. 'Ya, memang mustahil tapi itu hanya menurutku. Karena sebenarnya, ada banyak hal yang menarik di dirimu dan itu... sulit untuk ditepis' ____ Sementara itu, Danzel duduk termenung di kursi yang biasanya diduduki oleh Daniel. Entah apa yang mengusik dirinya saat ini. Beberapa jam yang lalu, Danzel menemui Daniel dan memintanya agar datang ke dunia Ophelix karena Jesslyn ingin bertemu. Tapi sebagai gantinya, ia harus menggantikan tugas Daniel di Restoran selama pria itu ke dunia Ophelix. Padahal sebenarnya sejak Danzel di ruangan Daniel, pria itu tidak pernah menyentuh berkas-berkas di atas meja Daniel. Sangat merepotkan, pikirnya. Tapi karena Danzel yang memang sedang ingin menemui seseorang lantas menyetujui permintaan Daniel. Dan berakhirlah ia yang termenung saat mengingat perkataan panjang lebar dari seorang gadis yang sangat ia tolak untuk terlibat di dalam kehidupannya. Karena masih asik dengan lamunannya, Danzel bahkan tidak menyadari jika Daniel sudah ada di depannya saat ini. "Apa yang kau pikirkan?" tanya Daniel Danzel yang tersadar dari lamunannya, langsung mengubah raut wajahnya menjadi datar seraya menoleh ke arah adik pertamanya itu. Danzel menjawabnya dengan gelengan pelan. "Kapan kau datang?" tanya Danzel mengalihkan pembicaraan. Daniel mendengus pelan, ia tau jika kakaknya itu menyembunyikan sesuatu, tapi Daniel juga tidak memaksa Danzel agar memberitahunya. "Beberapa menit yang lalu." Danzel beranjak dari duduknya tanpa mau menanggapi perkataan Daniel. Namun saat mendengar pernyataan Daniel lagi, Danzel langsung menoleh. "Veizy merindukanmu." Daniel menghembuskan nafasnya karena tak mendapatkan respon apapun dari Danzel. Meskipun pria itu sempat melihat jika Danzel terlihat berbeda saat ia membahas mengenai Veizy. "Veizy anak dari bibi Evelyn. Sebaiknya kau bersikap baik juga padanya. Ck! Sebenarnya percuma saja, pada adikmu saja kau tetap irit bicara, apalagi pada Veizy," gerutu Daniel seraya mendengus pelan. Tapi lagi-lagi, Daniel tidak mendapatkan respon apapun dari Danzel. Pria yang merupakan kakak yang ia kagumi itu justru memilih duduk bersantai di kursi sofa. Daniel kembali berniat melanjutkan kata-katanya mengenai Veizy dan danzel. "Lagipula dia bukan Mate---" "Berhenti membahas itu Daniel!!! Kau sangat cerewet!" sentak Danzel menatap Daniel tajam. Daniel mendecih pelan, kemudian mengalihkan pandangannya ke luar jendela sebelum kembali berbicara dengan mengganti topik pembicaraan. "Mate-mu sangat cantik. Aku sudah tau siapa belahan jiwamu itu. Jika kau tidak mau dengannya, biarkan aku---" "KUBILANG BERHENTI DANIEL!!!" BRAK! Daniel menatap Danzel tak percaya dengan darah yang keluar dari mulutnya. Ia bisa merasakan rasa sakit di sekujur tubuhnya saat Danzel menonjok rahangnya dengan sangat kuat. "K-kau ingin menolak Mate-mu? Tapi kau justru menyakitiku hanya untuk membela perempuan itu?" tutur Daniel tak percaya. Meskipun ia tahu jika Danzel memukulnya tidak menggunakan tenaga penuh pria itu namun tetap saja, mungkin pukulan ini adalah yang pertama Danzel layangkan padanya. Daniel tahu, jika perkataannya barusan akan membuat kakaknya itu semakin berapi-api. Ia bahkan menyadari mata Danzel yang sudah memerah tapi ia merasa tidak bisa berhenti. "Dia Mate-mu kakak! Dengan reaksimu barusan, aku yakin kau memiliki perasaan lebih padanya. Aku tau, setelah pertama kali bertemu dengannya. Pasti kau telah mencintai---" "AKU TIDAK MENCINTAINYA!! AKU TIDAK MENCINTAI SIAPAPUN!!" bentak Danzel dengan amarah yang meluap-luap. Namun, meskipun Danzel sangat marah pada Daniel saat ini, ia tidak ingin melukai adiknya. Pukulannya tadi memang tak bisa ia kontrol karena telah terpancing emosi. Danzel langsung membuka portal di depannya. "Dengarkan aku Daniel. Perasaan yang kau katakan Cinta itu tidak akan pernah ada di dalam diriku. Cintaku hanya untuk Ibu, Ayah dan adik-adikku. Aku tidak mencintai siapapun. Bahkan Mate-ku juga. Belahan jiwa yang justru sangat tidak ingin aku temui," seru Danzel sebelum memasuki portalnya. Daniel menghembuskan nafasnya kasar menyadari kesalahannya. Ia sudah terlalu melewati batas mengenai ucapannya terhadap hubungan Danzel dan juga Mate kakaknya itu. Sebenarnya Daniel tidak tau siapa Mate kakaknya. Ia hanya sengaja mengatakan jika ia sudah mengetahuinya hanya untuk melihat respon Danzel saja. Dan respon Danzel memang mengejutkannya. Entah kenapa, Daniel yakin sekali jika Danzel mencintai Mate-nya, meskipun Danzel membantahnya dengan sangat serius. Tapi memang rasa cemburu Danzel tadi ketika Daniel ingin mengambil Mate Danzel dari kakaknya itu, tidak bisa disembunyikan. Danzel terlihat sangat marah hingga segel kutukannya hampir aktif. Danzel adalah seseorang yang kasar dan seolah tak memiliki cinta di hidupnya. Namun sesungguhnya ia sangat mencintai keluarganya. Daniel menggelengkan kepalanya mencoba mengalihkan pikirannya. Daniel yakin jika kakaknya itu saat ini mungkin tengah berada di hutan lagi. ***** Beberapa hari telah berlalu setelah Danzel memeluk Anna di ruangan Daniel. Saat ini Pristin terlihat menghembuskan nafasnya lega, karena hari ini Anna terlihat lebih bersemangat. Tapi ia sangat kesal karena beberapa hari terakhir, gadis itu terus saja membuat ulah dan membuat dirinya kesal. Meskipun perubahan gadis itu kembali semangat dan cerewet lagi, belum tentu hari-hari Pristin akan berjalan dengan baik. Karena Anna sangat hobi membuat Pristin kesal. "Pristin, apa kau mempercayai adanya Vampire?" Pristin melirik Anna dengan sinis. Berbeda dengan gadis itu yang justru menatapnya dengan tatapan penuh binarnya. Pristin menghembuskan nafasnya pelan. "ternyata kau memang sudah gila," gumam gadis itu tanpa menatap Anna. Anna yang mendengar gumaman Pristin mengernyit tak suka. "Kau mengataiku gila?!!!" pekik Anna tak terima. Pristin semakin menatap Anna sinis. "Kau itu hidup di zaman apa? Di tahun ini kau masih mempercayai mahluk mitos seperti itu?," sahut Pristin menatap Anna tak percaya. Anna menatap Pristin dengan bibir terpout maju. "Tapi aku yakin mereka ada," lirih Anna pelan tanpa didengar oleh Pristin. Anna terlihat kehilangan semangat. Namun, ketika sebuah pemikiran terlintas di kepalanya membuat gadis itu diam-diam tersenyum misterius. 'Biasanya Vampire atau Werewolf ada di hutan seperti di n****+ yang sering k*****a. Aku akan kesana malam ini,' batin Anna penuh tekad. "Apa yang kau pikirkan?" Pertanyaan Pristin yang terdengar menuntut jawaban itu berhasil membuat Anna terlepas dari pemikirannya. "A-aa... t-tidak apa-apa," elak Anna dengan cepat. Gadis itu tampak tertawa paksa. Pristin memicingkan matanya karena melihat gelagat Anna yang sangat aneh. 'Dia pasti tengah merencanakan sesuatu. Aku harus mencegah tingkah bodohnya itu,' batin Pristin menatap Anna intens. Anna yang merasa risih dengan tatapan Pristin padanya, memilih mengalihkan pandangannya dengan berpura-pura fokus pada pekerjaannya. 'Pristin sangat peka. Aku harus berhati-hati. Rencanaku ini harus terlaksana malam ini juga.'

Cerita bagus bermula dari sini

Unduh dengan memindai kode QR untuk membaca banyak cerita gratis dan buku yang diperbarui setiap hari

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN