"Manusia itu ada dua macam, yang tulus dan hanya modus"
***
Cewek bertubuh mungil itu tengah duduk merunduk pada ponselnya sembari membaca webtoon, aplikasi yang akhir-akhir ini ia kunjungi. Teman kelasnya yang sibuk berkenalan tidak ia hiraukan, gadis berkerudung itu hanya sibuk pada ponselnya seakan berada di dunianya sendiri.
Tepukan pelan pada bahunya membuat ia mendongak kecil, Azura menarik kedua sudut bibirnya pelan saat cewek berambut ikal itu tersenyum ramah padanya.
"Lo Azura kan?" Azura mengangguk pelan dalam hati ia berpikir udah tahu ngapain nanya.
"Gue Intan, gue duduk dua meja di belakang lo," katanya sembari menunjuk letak tempat duduknya.
Gue gak nanya please, batin Azura.
Tiba-tiba ada yang meloncat diatas meja Azura membuat cewek itu sontak kaget dan hampir memekik. Intan sendiri hanya menggeleng heran melihat ulah cowok yang sudah menyengir kearah keduanya.
"Gak usah loncat-loncat bisa gak ?" Sentak Azura yang hampir menjatuhkan ponsel yang ia pegang, cowok bermata sipit itupun hanya menautkan alis sesaat.
"Serah gue lah mau loncat mau apapun, kenapa jadi lo yang sewot," Ujarnya santai seakan tanpa beban, Azura menggeram lalu beranjak dari kursinya.
"Lo gak lihat ponsel gue hampir jatuh?" geram Azura sudah menatap tajam kearah pemuda jangkung itu.
"Baru hampir kan? Belum juga jatuh," kata pemuda itu lagi dengan wajah polosnua.
"Minta maaf gak lo!" Tuntut Azura membuat cowok itu mendelik.
"Ngapain? Gue gak salah apa-apa," balasnya santai.
"Lo salah b**o!" Nyolot Azura sudah melotot kearahnya, Intan yang berada diantara keduanya hanya berusaha melerai walau sama sekali tidak dihiraukan.
"Kok lo ngatain gue b**o? Emang lo tahu prestasi gue? Jangan asal bacot kalau lo gak tahu apa-apa," Ujar pemuda itu menantang, Azura menghela kasar sembari mengepalkan tangannya erat.
"Sana lo jauh-jauh," usirnya sembari mengibas-ngibaskan tangannya kesal lalu kembali mendudukan diri pada kursinya.
"Yang mau dekat-dekat sama lo juga siapa formalin?" Balas cowok jangkung itu tak kalah sengit.
Intan berusaha menarik lengan pemuda itu agar menjauhkan diri dari Azura yang seakan ingin menerkamnya, "Al, lo juga ngapain loncat-loncat kayak anak monyet di kelas hah?" Cowok bernama lengkap Alvaro itupun hanya mendelik kecil dengan masih melirik Azura di kursinya.
Alvaro adalah teman Intan dari mereka sekolah menengah pertama sampai sekarang. Cowok itu memang pecicilan dan juga songong. Siapapun akan emosi jika berbicara atau mengobrol dengannya. Akan ada saja ulahnya yang membuat orang geram padanya.
"Gue anak dewa, lo gak lihat muka gue kayak pahatan tuhan gini?" Intan sudah menepuk jidatnya sendiri gemas, Azura tak sadar mengucap kata najis dengan lirih. Namun telinga lebar milik Alvaro mampu menangkap u*****n gadis itu.
"Lo ngatain gue najis?" Katanya sudah menggebrak meja, anak-anak di kelas sontak melirik kearah keduanya.
"Al, lo apa-apaan sih?" Kata Intan sembari mendorong tubuh jangkung Al agar menjauh dari Azura.
"Iya, gue bilang lo najis. Mau apa lo?" Kata Azura menantang sembari berdiri menghadap dengan menatap Alvaro tanpa rasa takut.
"Buset nih cewek bikin gue kesal, lo berani sama gue?" Cercanya sembari memojokan tubuh Azura ke sudut tembok, Intan sendiri hanya pasrah karena sudah lelah di dorong sana-sini oleh tubuh jangkung cowok itu.
"Lo mau apa? Mundur gak lo?" Teriak Azura berusaha tidak takut, padahal jantungnya berdetak tidak normal sekarang, bukan karena suka. Ia sedang takut sekarang, ia pun memanggil nama ayahnya sekarang berharap ayahnya datang menolongnya.
"ADA APA INI?" Suara sang ketua OSIS pun membuat mereka menoleh, Azura langsung mendorong tubuh tegap pemuda di hadapannya dan ia pun berjalan ke mejanya. Alvaro hanya tersenyum miring menatap Azura yang seperti salah tingkah.
"Kalian udah ngumpulin formulir buat ekstrakurikuler?" Tanya Kevin sembari mengedarkan pandangannya, dan tatapannya terkunci pada Azura yang sedang menggigit bibir bawahnya.
"Udah kak," jawab mereka serempak, "Azura," Ujar Intan menyenggol pelan lengan gadis itu yang kini duduk bersebelahan dengannya, Azura menoleh padanya dengan linglung.
"Kak Kevin manggil lo," Azura menautkan alis dan tersadar begitu saja, "I...iya, kenapa?" Kevin menghela pelan sembari menyuruh gadis itu mengikutinya.
Dengan terpaksa Azura menyeretkan kakinya mengikuti cowok tinggi dengan kemeja sekolah yang terlihat rapi itu. Berbeda sekali dengan anak cowok lainnya, yang seragamnya terlihat urak-urakan.
Intan di mejanya mengkerutkan keningnya, pasalnya Azura dengan tanpa dosa mendudukan diri di meja yang bukan miliknya.
***
Kedua remaja berseragam putih abu-abu itu terlihat berdiri berhadapan di depan ruang osis.
Kevin, yakni si ketua Osis terlihat menyodorkan formulir kearah Azura membuat gadis itu menautkan alis bingung.
"Kenapa belum satupun di isi? Lo niat ikut ekskul gak?" Azura berdecak lirih lalu merampas kertas putih yang hanya tertera nama dia disana.
"Gue gak mau ikut ekskul, malas." balasnya tak minat dengan membuang wajah ke samping, pemuda berkacamata di hadapannya itu hanya menghela pelan.
"Itu ekskul wajib, dan lo harus ikut. Pilih salah satu saja, hari ini sudah harus lo kumpulin," Azura sudah mencak-mencak di tempat membuat Kevin mengerjap pelan dengan tingkah gadis berkerudung itu.
"Gue tadi kan udah bilang, malas. Lo gak dengar?!" Kevin mengangguk paham walau berusaha tidak terpancing emosinya dengan sentakan kasar gadis mungil di depannya itu.
"Yaudah lo ikut OSIS aja, kalau gak suka ekskul" saran Kevin, namun dengan cepat gadis itu menggeleng cepat.
"Malas banget, apalagi ada si nenek lampir." Katanya sembari bergedik ngeri dengan kepala menggeleng tiga kali.
"Dia gak akan ngapa-ngapain lo, percaya sama gue," lanjutnya lagi membuat Azura memicingkan mata kearahnya.
"Seyakin itu lo?" Kevin mengangguk cepat dengan wajah datarnya, "Yaudah," kata Azura lalu membalikan tubuhnya dengan menyempatkan meraih tangan Kevin dan menyodorkan kertas putih itu.
"Yaudah apa?" Kata Kevin sudah menahan tangannya, "Yaudah gue masuk OSIS," balasnya dengan mendongak kecil lalu melesat pergi meninggalkan Kevin yang masih setia menatap kepergian cewek itu, tak sadar ia menarik kedua sudut bibirnya membentuk sebuah lengkungan.
Seseorang tanpa Kevin sadari sudah berdiri di sebelahnya, "Dia ngapain di sini?" Ketus Alisa membuat Kevin memutar mata jengah.
"Gue yang panggil dia kesini?" balas Kevin sembari masuk ke ruangan OSIS, Alisa pun setia mengekori.
"Ngapain? ada urusan apa lo sama dia? Dia bikin masalah lagi selain sama gue?" Kevin menggeleng merasa penat dengan cerocosan teman sekaligus tetangganya itu.
"Cuma masalah ekskul," balasnya dengan melepas kacamata beningnya dengan memijat pelipisnya pelan.
"Oh," ujar gadis berwajah oriental itu, mata Alisa membalak seketika, " Dia ikut ekskul apa?" tanyanya lagi menuntut.
"Dia gak jadi ikut ekskul, dia daftar jadi anggota OSIS aja," kata Kevin sudah memakai kembali kacamatanya.
"APA?!" Kevin terlonjak kaget mendengar pekikan gadis itu yang tiba-tiba.
"Gak usah teriak-teriak juga, Lis." Alisa hanya mengangguk paham lalu tersenyum sinis.
"Ada mainan baru nih!" Katanya masih tersenyum sinis. Kevin di sebelahnya hanya menghela pelan lalu kembali sibuk pada tugasnya.
***
Azura sedari tadi sudah mengerucutkan bibir bawahnya menunggu Azzam yang tidak kunjung muncul menjemputnya untuk ke kantin bersama. Ia menghela kasar melihat teman sekelasnya satu-persatu menghilang dan melesat kearah kantin.
"Lo gak ngantin?" Ujar Intan yang baru melangkah keluar dari kelas, Azura menggeleng pelan lalu mengedarkan pandangannya ke arah koridor berharap Azzam muncul di sana.
"Nungguin siapa? Sama gue aja yuk, mumpung gue sendiri," Azura pun mengangguk lemah lalu mengekori Intan yang memimpin jalan.
"Azura!" panggilan Azzam membuat ia menoleh dengan wajah merekah, Intan yang berdiri di sebelahnya sudah menatap Azzam dengan mulut menganga kecil.
"Maaf, tadi bantuin wali kelas bawa buku ke ruang guru," jelas pemuda jangkung itu pada saudara kembarnya. Azura pun hanya mengangguk lalu menoleh pada Intan yang masih menatap takjub pada Azzam.
"Oh iya, Zam. Kenalin ini teman kelas gue namanya Intan, dan Intan ini kembaran gue namanya Azzam" dengan cepat Intan menjulurkan tangannya kearah cowok itu dengan senyum tertahan namun Azzam hanya mengatupkan tangan di depan d**a. Tidak menyentuhnya sama sekali.
Sontak Intan melirik Azura dengan wajah kecewa, "Dia jijik yah sama gue?" Bisik Intan pada Azura membuat gadis itu terkekeh pelan.
"Dia gak nyentuh lo bukan karena jijik, dia ngehargain lo sebagai perempuan. Lo bukan mahromnya, udah sepantasnya dia perlakuin lo kayak gitu," jelas Azura, Intan hanya tersipu sembari mencuri pandang kearah Azzam yang hanya berjalan memimpin di depan keduanya.
"Seriusan kembaran lo?" Azura mengangguk bangga, Intan memegang dadanya yang berdetak tidak bersahabat.
"Masih jomblo gak, kalau masih gue mau daftar?" Azura mendelik kecil, cewek di sebelahnya ini ternyata blak-blakan.
"Masihlah, dia anti pacaran." Intan menganga dengan mata mengerjap, kenapa bisa ada mahluk seperti itu. Disaat yang lain bergonta-ganti pacar, Azzam hanya menggonta-ganti buku bacaannya. Untuk apa ia harus menghabiskan waktunya untuk pacaran kalau hubungan itu sama sekali tidak diridhai sama Tuhannya.
Mereka bertiga pun sampai di kantin dan memilih meja pojok untuk duduk. Intan yang hendak pergi ingin memesan jadi mengurungkan niatnya saat melihat Azzam tersenyum tipis kearahnya.
"Gue aja yang pesanin, sama kayak Azura kan pesanannya?" katanya membuat Intan mengangguk cepat, walau ia tida tahu makanan apa yang Azura pesan. Yang penting makanannya di pesan oleh Azzam, Intan sudah meleleh di tempat sembari mencakar-cakar meja kantin.
"Tolong jauhin kakak lo dari gue Ra, bahaya banget buat kesehatan gue," Azura menautkan alis bingung.
"Kenapa?"
"Senyumnya manis bikin gue diabetes, perlakuannya bikin gue jantungan, save me please!" Katanya sudah drama membuat Azura terkekeh pelan, ternyata Intan anaknya lucu juga. Jadi tidak apa-apalah untuk kedepannya dia berteman dengan gadis aneh di sebelahnya itu.
"Cepat amat data.."
"Ngapain lo duduk disini?" Kata Azura kesal saat melihat penampakan Alvaro di hadapannya sudah mendudukan diri dengan sepiring batagornya dengan wajah tanpa dosa.
"Mau makanlah, pake nanya segala," ketusnya lalu dengan santai memasukan potongan batagor kedalam mulutnya. Intan yang sedari tadi senyam-senyum jadi mendengkus kasar.
"Al, lo pindah deh. Gue jadi gak nafsu makan kalo ada lo," celetuk Intan membuat cowok itu mengumpat.
"Makan gak usah pake nafsu, emang mau ena-ena?" Intan dan Azura menganga lebar dengan penuturan tak bermutu cowok itu.
Azzam yang baru datang dengan membawa pesanan pun mengernyitkan kening melihat penampakan Alvaro disana.
"Teman lo?" Tanya pemuda itu pada Azura, sang adik langsung menggeleng cepat membuat Azzam menautkan alis bingung.
"Terus dia siapa?" Tanya Azzam lagi.
"Gue Alvaro," balas pemuda itu dengan mengunyah santai batagornya.
"Ngapain lo duduk disini?" Ucap Azzam dengan setenang mungkin.
Alvaro menyengir lebar sembari masih mengunyah, "Orang g****k juga tahu, kalau sekarang gue lagi makan." Balas pemuda berambut tebal itu santai, Azzam menghela pelan berusaha tidak terpancing.
"Lo yang g****k, gak bisa bedain mana meja kosong sama enggak." Kata Azura kesal, Alvaro menghela kasar lalu membanting sendok pada piring batagornya lalu melirik Azura.
"Emang dasar cabe lo yah, kebanyakan bacot. Lo udah gangg..."
"Uhuuuk..uhuuuk..." Alvaro sudah terbatuk-batuk karena Azzam sudah mencengkram kasar kerah baju pemuda itu.
Kedua pemuda itu saling melempar tatapan tak bersahabat membuat Azura dan Intan saling melirik takut.