Butuh waktu setahun bagi Mawar untuk akhirnya berhasil melemahkan pengaruh Duke Cornohen. Mulai dari mencuri usaha-usaha sampingan Duke Cornohen dengan memberikan investasi yang lebih besar, membuat rumor buruk mengenai putri Duke Cornohen, hingga membuat perjanjian dengan prajurit upahan.
Mawar memastikan finansial Duke Cornohen hancur lebur. Ketika uang menurun, kekuasaan yang dimiliki terhadap para bangsawan lain menurun pula. Mawar menginstruksikan Rendre untuk mendekati satu per satu para bangsawan yang mulai membelakangi Duke Cornohen. Apalagi dengan munculnya rumor buruk mengenai Flora Cornohen, putri dari Duke Cornohen, pandangan rakyat terhadap keluarga Cornohen memburuk.
Tak lama, banyak kewajiban Duke Cornohen sebagai penasihat istana tersabotase. Namun karena tidak pernah muncul bukti konkret, akhirnya Duke Cornohen yang selalu disalahkan. Raja pun semakin ragu memberikan proyek-proyek besar pada Duke Cornohen.
Tinggal satu hal yang perlu dilakukan Mawar.
"Kau."
Mawar telah menantikan saatnya Pierre Cornohen berbicara padanya. Pierre adalah putra satu-satunya serta pewaris Duke Cornohen. Seperti ayahnya, dia adalah pria yang mengutamakan kehormatan. Ia juga adalah kesatria yang handal, sehingga banyak prajurit mau mengikutinya.
Tatapan pemuda itu penuh kebencian.
Mawar tidak kaget. Itu adalah respon yang normal ketika secara tiba-tiba beberapa prajurit upahan menculikmu. Ya, alasan Mawar menyewa prajurit upahan adalah untuk mempertemukan Mawar dengan Pierre.
Pierre adalah orang yang jeli. Ia pasti sudah menyadari bahwa kemalangan yang menimpa keluarganya selama ini adalah skema pelik dari seseorang. Kecurigaan Pierre pasti jatuh pada Rendre. Karena bangsawan-bangsawan yang sebelumnya berada di pihak Cornohen mulai beralih pada Rendre. Juga bisnis-bisnis Cornohen sebelumnya yang jatuh, bila diinvestigasi mengarah pada campur tangan Rendre.
Tetapi Pierre yang sudah pernah bertemu dengan Rendre dan Anisa ragu bahwa dua orang tersebut dapat membuat skema detail sedemikian rupa. Rendre terlalu gegabah dan memiliki emosi yang pendek. Sementara Anisa terlalu... gadis itu bahkan tidak berpikir sebelum berkata.
Jadi ketika beberapa prajurit upahan menculik dirinya untuk menghadap seseorang bertopeng di kediaman Fullmeir, ia dapat menyusun semua teka-teki itu.
"Kau adalah strategis yang sebenarnya," kata Pierre di salah satu sudut kamar Mawar. Rantai yang telah dimantrai mengikat tubuhnya. Sehingga Pierre tahu sangat tidak berguna untuk berusaha melepaskan diri.
Para prajurit upahan menerima upah mereka dari Mawar lalu hilang tanpa jejak dari jendela kamar Mawar.
"Siapa kau sebenarnya?"
Bukannya menjawab, Mawar justru berkata, "Bekerjasamalah denganku." Lalu Mawar memakaikan sebuah kalung pada Pierre. Kalung sihir yang dapat membuat penggunanya kasat mata serta tidak dapat didengar oleh orang lain.
"Apa yang kau lakuk–"
"Aku akan memperlihatkanmu sesuatu, Pierre Cornohen," kata Mawar, "Lalu kau harus memutuskan sendiri apa kau akan menjadi pionku atau tidak."
Sebelum Pierre dapat bertanya kembali, pintu kamar Mawar terbuka dengan kasar. Rendre memasuki kamar Mawar dalam keadaan mabuk.
"Kau," panggil Rendre. "Aku memintamu untuk menghancurkan Cornohen setahun yang lalu!" Dengan marah, Rendre menghantam dinding kamar Mawar dengan botol alkohol yang dibawanya. Botol itu pecah berkeping-keping. Menyisakan leher botol dengan ujung tidak rata di tangan Rendre.
Mawar tidak bergeming.
Setelah kejadian dengan air teh yang panas, hampir setiap hari luka-luka di tubuh Mawar bertambah. Hal itu karena Mawar terkadang menolak kemauan Rendre. Terkadang pria bengis itu meminta Mawar untuk menghancurkan suatu keluarga atau seseorang, namun Mawar akan menolaknya. Rendre yang kesal tidak penah menahan dirinya lagi. Pria itu tidak segan memukul bahkan menyakiti Mawar.
Setiap kali memakai alasan bahwa itu akan menghalangi rencana menjadikan Anisa sebagai ratu, Rendre akan melepaskan keinginannya itu. Sebagai gantinya, ia menjadikan Mawar seperti karung tinju untuk melepaskan amarahnya. Alhasil, Mawar harus memakai topeng dan lengan panjang hampir setiap harinya untuk menutupi luka-luka itu.
Meski ia dapat sembuh cepat, tetap butuh waktu bagi luka-luka itu untuk sembuh. Rasa sakitnya pun tetap ada.
Rendre juga tidak pernah menghadiahi Mawar kembali. Pria itu menganggap sudah selayaknya Mawar bekerja untuknya.
"Kau tahu apa yang b******n itu lakukan padaku dalam rapat dewan?" Lanjut Rendre, "Ia berani-beraninya menentang sugestiku di depan Yang Mulia. Dan... ketika Count Dimala mendukungnya setengah dewan mendukungnya pula."
Dalam sekejap Rendre menutup jarak antaranya dan Mawar lalu menjambak rambut perempuan itu.
"Padahal kau sudah meyakinkanku kemarin bahwa pengaruh Cornohen sudah melemah... kalau begitu kenapa Count Dimala masih mendukungnya?" Teriak Rendre dengan kencang.
Mawar menggertakan giginya. Ia tahu bila ia mencoba melawan, Rendre hanya akan menyakitinya lebih lagi. Jadi ia tahan rasa sakit itu. Di balik topeng peraknya, mata merahnya membara.
"Mawar, bunuh Count Dimala," kata Rendre berikutnya.
"T– tenanglah, setengah dewan bukan berarti sugestimu ditolak sepenuhny–"
"Argh!"
Rendre melempar Mawar ke arah lemari pakaiannya. Tubuh Mawar membentur kayu yang keras itu lalu terjatuh ke lantai. Topeng Mawar pun terjatuh, menunjukkan wajah yang penuh memar.
"Aku dipermalukan di depan Yang Mulia! Cornohen b******n menertawakan pendapatku untuk menaikkan pajak."
Memang pendapatmu tidak pernah logis... Semua pendapatmu yang bagus berasal dariku.
"Count Dimala dulunya adalah rakyat biasa. Tentu ia akan menentang kenaikan pajak. Di waktu krisis moneter ini, kenaikan pajak hanya akan mencekik rakyat."
"Aku tidak peduli!!" Teriak Rendre, "Dimala sialan!"
Mata Rendre menajam pada Mawar yang masih tersungkur di lantai. "Bunuh Dimala, hancurkan keluarganya," perintah Rendre.
Sial.
Mawar tadinya hanya ingin menunjukkan bahwa selama ini Mawar terpaksa melakukan keinginan Rendre. Tetapi ia tidak menyangka Rendre akan memintanya untuk membunuh seseorang.
Bagaimanapun juga, Mawar tidak bisa membiarkan Dimala terbunuh.
Melihat Mawar yang tidak menjawab, Rendre menggeram, "Kau lupa, huh? Jiwamu adalah milikku."
"Bila kau membunuh Dimala sek–"
SRETT
Rendre baru saja mengayunkan pecahan gelas di tangannya ke leher Mawar. Cairan merah berhambur keluar dari kulit Mawar yang pucat. Tubuh Mawar terhuyung ke belakang. Dengan cepat ia menutup lukanya itu, berusaha menahan pendarahan.
Luka itu tidak dalam, dan dengan kecepatan regenerasi Mawar luka itu mulai menutup pelan tapi pasti. Tetapi sayatan itu sedikit melukai pita suara Mawar.
Dengan susah payah ia mengeluarkan kata-kata berikutnya, "Dimala... mati... Anisa..." Darah mengucur keluar setiap kali ia berusaha bersuara. Tetapi ia harus menyuarakannya. "...tidak jadi... Ratu..."
"Huh? Apa hubungannya Dimala dengan Anisa menjadi ratu?"
Mawar menunggu lukanya itu menutup. Setelah ia memastikan tidak ada lagi darah yang keluar ia melanjutkan, "Dimala adalah pengaruh terbesar di bagian timur kerajaan, dia juga memiliki pengaruh pada rakyat bekas kerajaan Voreus. Dia mati, kerajaan Voreus akan memberontak. Bila demikian, satu-satunya yang dapat dilakukan keluarga kerajaan adalah mempererat tali dengan Cornohen. Mereka satu-satunya yang memiliki kekuatan militer setara dengan para ahli pedang Voreus."
Rendre tentu mengerti maksud dari Mawar. 'Tali' yang dimaksud Mawar adalah hubungan pertunangan antara Flora Cornohen dan Putra Mahkota. Berarti tidak akan ada tempat bagi Anisa di keluarga kerajaan.
Rendre cukup mengerti perkataan Mawar... namun ia tetap saja kesal. Dan satu-satunya cara untuk merasa baik adalah dengan melampiaskan amarahnya pada Mawar. Rendre melempar pecahan botol di tangannya ke arah Mawar.
Belum puas, pria itu menjambak dan mencekik Mawar. Kemudian membanting kepala Mawar dengan keras ke arah dinding. Ketika Mawar tersungkur di lantai kembali, Rendre tidak berhenti.
Tanpa sadar, tatapan mata Mawar tertuju pada satu sudut kamarnya. Pada seseorang yang tidak bisa dilihat oleh matanya.
Ah, padahal aku tidak ingin memperlihatkan sampai separah ini...
Tatapan Mawar yang terpusat pada satu sudut kamar itu sangatlah tajam. Seperti ada api menyala dalam mata merahnya. Sementara tubuhnya menerima pukulan bertubi-tubi.
Setelah Rendre puas, napas pria itu tersengal-sengal. Ia langsung keluar dengan membanting pintu kamar Mawar.
Mawar tidak ada tenaga untuk bergerak. Ia tahu ia harus segera membebaskan Pierre dan berbicara dengannya... untuk melanjutkan rencana Mawar. Tetapi, sekujur tubuhnya terasa sangat sakit. Dadanya sesak... ia kesusahan bernapas. Setiap kali menarik napas, leher dan dadanya terasa sakit sekali.
Untuk beberapa saat ia hanya terbaring di lantai dengan napas yang tidak teratur. Luka-luka yang tidak dalam menutup setelah beberapa lama. Lebam yang hitam dan ungu juga memudar.
Kalung sihir yang dipakai Pierre memiliki waktu kadarluarsa. Entah berapa lama Mawar tetap terbaring di lantai hingga wujud Pierre mulai terlihat kembali. Mawar tidak tahu sejak kapan tubuh Pierre sudah berada dekat dengan tubuh Mawar. Sepertinya ia merangkak selama Mawar masih berusaha mengatur napasnya. Rambut dan manik mata yang keperakan menatap Mawar dengan penuh kesakitan.
Aku yang digebuki, kenapa kau yang terlihat lebih sakit?
"Bila Dimala dibunuh dan Kerajaan Voreus memberontak, perang kemungkinan besar akan terjadi," kata Pierre dengan sendu. "Kau baru saja menghentikan sebuah perang..."
Luka di leher Mawar sudah mulai menutup, meski masih ada guratan berwarna pink di kulitnya. Rasa sesak di dadanya pun mulai menghilang. Ia dapat bernapas lega.
"Bila Rendre dibiarkan," lanjut Mawar dengan senyuman getir, "Kau lihat sendiri, bukan? Orang seperti apa dia? Dia akan menghancurkan Kerajaan Ellyseria."
Malam itu, Mawar menceritakan situasinya kepada Pierre. Kenapa ia harus mematuhi keinginan Pierre... dan rencananya untuk menghentikan Rendre. Mawar membutuhkan seorang pion untuk rencananya. Seseorang figur publik yang dapat menggerakkan hati rakyat. Pierre adalah orang itu.
"Maafkan aku karena harus merusak nama besar keluargamu. Adikmu juga sepertinya harus merelakan posisinya sebagai tunangan Putra Mahkota," kata Mawar, "Tetapi buatlah perjanjian denganku, Tuan Cornohen."
"Kau akan kujadikan figur pembela rakyat. Sebuah figur harapan untuk rakyat Kerajaan Ellyseria. Bersama denganku, kita akan diam-diam menggagalkan ambisi Rendre."
Malam itu adalah asal mula kemunculan Pierre Si Pahlawan.
Selama lima tahun, Mawar membangun persepsi rakyat akan Pierre. Menggunakan kontrak sihir miliknya, ia juga membentuk sebuah kelompok kecil untuk membantu Pierre. Tak lama kelompok itu dikenal di penjuru dunia sebagai Pembela Kebenaran. Mereka mengungkapkan permainan kotor para politisi, menghukum para bangsawan yang memiliki perdagangan ilegal, juga membela hak rakyat.
Karena terlalu populer, keluarga kerajaan tidak bisa berbuat banyak mengenai Pierre. Namun karena semakin banyaknya bangsawan yang tidak menyukai Pierre, pertunangan Putra Mahkota dengan adik Pierre diputuskan. Dan seperti perkiraan Mawar, Anisa dipilih menjadi tunangan Putra Mahkota berikutnya.
Tak jarang, usaha Rendre ikut terekspos. Tentu Rendre yang marah akan melimpahkannya pada Mawar. Tetapi Mawar justru dapat merasa lebih tenang meski ia semakin sering disiksa. Karena untuk pertama kalinya, Mawar memiliki cara untuk melawan balik. Mawar memiliki kesempatan untuk melindungi orang lain dari kehancuran yang dapat ia berikan.
Selama itu, yang dipandang oleh rakyat adalah sosok Pierre. Anggota kelompok Pierre juga hanya melihat Pierre. Tidak satupun jiwa mengetahui peran Mawar dalam membantu Pierre.
Semuanya hampir sempurna. Semuanya berjalan sesuai rencana Mawar. Pelan tapi pasti. Semua bidak berada di tempatnya.
Tidak lama lagi. Ketika waktunya tiba, api yang sudah tersulut lama ini akan membakar habis Rendre dan Anisa.
Bahkan ketika Mawar diadili atas percobaan pembunuhan akan Anisa, semuanya hampir sempurna...
...Hingga Pierre datang dan mengaku bahwa ia adalah pelaku sebenarnya. Kemudian Pierre, Sang Pahlawan Rakyat, menghujamkan pedangnya pada d**a Rendre.
Mawar rasanya kehilangan kemampuan untuk berkedip saat itu.
Di hari yang sama ia melihat Pierre Cornohen, pion yang Mawar telah pilih, dihukum mati. Seluruh dunia yang tidak tahu menahu akan rencana Mawar sebenarnya menjadi heboh karena kejadian hari itu.
Ini bukanlah rencanaku... tidak seharusnya ini terjadi...
Untuk pertama kalinya, Mawar tidak bisa merasakan api dalam dirinya. Amarah yang selalu ia rasakan seperti telah tertutup tanah. Ruang hatinya tergantikan oleh perasaan hampa.