Istirahat pertama, Joe seorang diri menikmati udara sejuknya di gedung sekolah yang segera di renovasi untuk gedung serbaguna nanti.
Joe yang menikmati lagu diponselnya dengan airpods yang selalu ia bawa, sesekali bergumam setiap lirik lagu yang ia dengarkan, sehingga satu lirik yang berhasil membuat ia sedikit terkekeh miris.
“Don’t let the ghosts of our past weight my future,” gumamnya membuat seseorang yang sedari tadi memperhatikan Joe dibelakang akhirnya memberanikan diri menghampiri gadis itu dan duduk tepat disebelah tubuhnya.
Sedangkan Joe hanya melirik dengan ujung matanya sambil masih sibuk mendengarkan lagu tersebut, membiarkan lelaki itu duduk bersebelahan dan menaruh sebuah bingkisan MCD di tengah-tengah tubuh mereka.
Selang beberapa detik mereka terdiam, Gisha berdehem dan membuka suara,” Tadi ada tukang grab kesini ngasih makanan atas nama lo, lo mesen makan?”
Joe melirik bingkisan tersebut, merasa tidak memesan makanan melalui ojek online, namun tiba-tiba pada saat itu juga ponsel nya berdering, tertera nomer yang tidak dikenal menelfon Joe.
Saat jarinya menggeser icon hijau diponselnya, terdengar sapaan diujung sana yang sudah Joe pahami siapa yang menelfonnya sekarang,
“Makanannya sudah sampai?” Tanya Justin
“Hm” jawab Joe malas.
“Dimakan, gue tau lo laper,” Joe diam, sebisa mungkin dia tidak mengangkat garis senyum nya, walaupun Justin tidak akan melihat itu.
“Jangan lupa, di save juga nomer gue, see you!” Sambung Justin yang langsung mematikan telfon secara sepihak.
Tanpa mempedulikan Gisha di sebelahnya, Joe segera mengambil bingkisan yang berisikan Macflurry Matcha, yaitu rasa favorit nya dan juga nasi plus d**a ayam pedas, lantas senyum gadis itu berbentuk lengkungan bulan sabit, Sial! Joe sedikit terbawa perasaan sekarang, apa karena tipikal Joe yang tukang baperan, di baikin dikit seneng? Ah, sepertinya tidak buktinya dia jika memilih pasangan selalu pilih-pilih.
Contoh, kalau ganteng ya sikat, kalau Jelek tapi menguntungkan baginya, sikat juga lah cuy, gila kali ada kesempatan Joe tidak mengambilnya.
Ya walaupun Joe selalu bergonta ganti pasangan dulu, ditambah berhubungan setahun lamanya dengan Gisha saja, bagi Joe pada waktu itu mereka menjalankan hubungan hanya sekedar status karena apa ya, walaupun Joe memang punya perasaan kepada lelaki itu, tetapi Gisha tidak pernah menunjukan rasa perhatian, sebenarnya pernah tapi ya biasa aja menurutnya, entah karena dia biasa di perhatikan oleh banyak laki-laki alhasil Joe menganggap hal seperti biasa saja? Ditambah satu-satunya bentuk perhatian Gisha hanyalah mengantarkan Joe pulang, karena laki-laki itu selalu sibuk dengan keperluan OSIS nya. Tapi entah mengapa Joe bertahan lama dengan lelaki Gisha, aneh memang.
Gisha yang sedari tadi memperhatikan Joe dan pandangannya menangkap cincin yang terpasang cantik di jari manisnya itu membuat Gisha mengerutkan keningnya aneh, ini hal yang baru. Apa Gisha masih belum tahu kebiasaan baru mantannya itu?
Namun baginya Gisha selama ini sudah sangat mengenal Joe kok dan setau Gisha, gadis itu anti jika menggunakan accesoris seperti halnya cincin terutama, “Tumben pake cincin,” tanya Gisha tanpa basa-basi.
Joe yang sedang sibuk memakan es krim melirik jari manisnya, dan memilih bungkam, dia benar-benar malas melayani percakapan tidak penting bersama Gisha saat ini.
Melihat Joe yang mengacuhkan dirinya, Gisha berdecak, “Mau sampai kapan lo diemin gue?” frustasi Gisha yang sedari tadi dicampakan, lantas Joe menoleh dan menatap datar lelaki itu.
“Lo mau sampai kapan sok akrab sama gue?” Tanyanya dingin.
Gisha menghela nafas, perubahan sikapnya benar-benar berubah drastis dan Gisha tidak suka itu.
Memang Gisha mengakui bahwa bagaimanapun ini salahnya, akan tetapi hal tersebut ia melakukan dengan adanya alasan yang belum bisa Gisha ucapkan untuk saat ini dan kali ini Gisha benar-benar ingin memperbaiki hubungan mereka berdua, sekaligus kesempatan kedua.
“Joe, gue bisa jelasin yang sebenarnya,” Jelasnya lembut disertai dengan ke hati-hatian.
“Sorry, gue gak butuh penjelasan sedikit pun dari mulut busuk lo, yang gue butuhin sekarang. Lo jaga jarak sama gue.” cetus Joe lalu bangkit meninggalkan Gisha yang terdiam dengan ucapan penuh penekanan.
“Gue pengen kita balikan,” Ucap Gisha cepat, tanpa memikirkan apa yang terjadi kedepannya.
Persetan dengan hal itu, Ia sudah membukatkan tekadnya.
Joe memberhentikan langkahnya, menatap Gisha tidak percaya.
“Sinting ya lo Gish,”
“Gue beneran pengen kita balikan,”
Joe terkekeh pelan, kedua tangannya ia silangkan di depan dadanya. Sungguh, Joe benar-benar tidak habis fikir dengan mantannya yang satu ini.
Udah seenaknya memutuskan hubungan tersebut secara sepihak, sekarang dengan wajah polos tanpa menyadari dosanya malah mengajaknya untuk balikan? Ga waras memang tuh cowok.
“Lo kira gue segampang itu kemakan rayuan lo lagi? HAH! Lo salah besar Gish,”
“Kenapa? Lo udah ga cinta lagi sama gue?” Kali ini Gisha bangkit dari duduknya, kedua kaki laki-laki itu melangkah kearah Joe yang terdiam akibat pertanyaan yang dilemparkan kepadanya barusan.
Apa-apaan Gisha, kenapa sih harus sefrontal itu?
“Kok gak jawab?“ Sambung Gisha lagi.
Kali ini jarak mereka berdua sudah dekat, entah apa yang merasuki Gisha sekarang. Dengan beraninya jari laki-laki itu membelai pipi lembut Joe dengan pelan.
Dengan cepat Joe menepisnya, “Gue? Cinta sama modelan cowok kaya lo? Gak usah mimpi. Lo tahu kan gue pacaran sama lo cuma buat naikin pamor gue doang Gish,” Jelas Joe yang penuh dengan kebohongan itu.
Kali ini Joe benar-benar pergi meninggalkan Gisha yang sudah mematung di tempat.
Gisha tertawa dan menggeleng pelan, “Lo emang gak bisa bohong Joe,”
=============================
Sore yang cerah.
Membuat Joe, Arga, dan Satya memandang para murid dari atas yang berlomba-lomba keluar gerbang untuk pulang, setelah sesi Joe curhat tentang om-om yang lagi ngintilin dia, membuat Satya dan Arga was-was karena takut melakukan hal yang tidak-tidak kepada sahabatnya.
Tapi Joe meyakinkan mereka berdua bahwa Justin tidak sejahat itu, walaupun Joe juga tidak yakin, tapi yang jelas pedomannya saat ini adalah Justin adalah dokter pribadi ayahnya-Dikta, yang membuat Joe yakin Justin tidak akan berani macam-macam dengannya.
“Pokoknya bilang gue kalo dia kurang ajar sama lo,” tegas Satya.
“Iya pokoknya wajib, masalahnya tuh orang umurnya beda beberapa tahun dari kita,“ Kali ini Arga menyetujui ucapan Satya.
Sedangkan Joe hanya mengangguk malas, sikap posesif kedua sahabatnya keluar lagi, setelah Gisha sekarang malah Justin yang perlu mereka hadapi, draka macam apa ini?
Setelah perbincangan tersebut, mereka bertiga bercanda seraya berteriak-teriak kearah teman segrombolannya yang di bawah dengan sebutan tidak senonoh, Arga berhenti tertawa, lelaki itu mengedarkan pandangannya ke luar sekolah yang dipenuhi siswa siswi yang menunggu jemputan atau angkotan umum didepan gerbang.
Namun tanpa sengaja pandangannya menangkap sebuah mobil yang jarang orang lain punya, terkecuali orang yang bener-bener tajir, yang penghasilannya diatas rata-rata UMR daerah.
Arga masih berdecak kagum, dan menatap lamat-lamat seseorang dengan gestur tubuh yang tinggi dan juga memakai toksedo berwarna hitam.
Dalam hati Arga menebak, lelaki itu masih berumur 25 tahun, dengan bentuk wajah yang sempurna ditambah kedua mata tajamnya membuat semua murid disekolah menatap kagum, membuat Arga berharap diumur seperti itu Satya bisa sesukses dia dan bisa segagah dia.
Joe yang masih asik bercanda dengan Satya, tidak sadar akan kehadirannya seseorang yang mampu membuat satu sekolah berlomba-lomba dan berdecak kagum melihat kearahnya.
Namun tiba-tiba saja Arga melotot, mengingat ciri-ciri om-om yang sedang berusaha mendekati Joe.
Arga mengucek kedua matanya memastikan, tidak mungkin bahwa itu benar-benar Justin, tetapi segimana Arga menolak ciri-ciri yang Joe kasih tahu benar-benar mirip dengan orang tersebut.
“Joe, om-om yang ngebet jadi laki lo sering bawa mobil Lamborghini keluaran terbaru?” tanya Arga takut-takut.
“Yap!” Jawab Joe tidak peduli. Arga meneguk silvanya.
“Dia sering pake toksedo gak?” tanya Arga kembali memastikan.
Curiga dengan arah pembicaraan, ditambah anak kelas akhir yang masih berkeliaran di lantai 3 sibuk berlomba-lomba melihat kehalaman.
Secepat kilat Joe dan Satya langsung menerobos dan bergabung melihat kearah seseorang itu.
Kedua matanya terbelalak dan menggeleng tidak percaya, anjir itu Justin!
Dengan rasa tidak pedulinya, Justin masih terus berjalan menelusuri halaman sekolah seperti mencari seseorang, dan menghiraukan decakan kagum siswi-siswi yang haus dengan cogan. Dan juga tidak mungkin Justin bisa senekat ini datang kesini untuk mencari Joe.
Dengan rasa panik Joe menarik Satya dan Arga, memohon kepada mereka berdua untuk mengantarkan Joe pulang, dan yang paling menyebalkan nya adalah jarak dari kelas ke parkiran lumayan jauh.
Saat menuruni anak tangga Satya dan Arga sengaja menutupi wajah Joe dangan jaket jeans Satya, Justin yang berjalan santai berniat menaiki tangga, membuat Mereka bertiga ikutan panik, sial! Benar-benar sedikit menegang kan bagi Joe. Karena dia memang tidak ingin di cap sebagai simpanan om-om walaupun sebenarnya dia dijodohkan.
Saat pandangan Justin jatuh kearah Satya dan Arga yang sedari tadi menatap waspada kearahnya, kedua lelaki itu berlari sambil menggenggam tangan Joe, tetapi sebelum itu Arga tiba-tiba tersandung membuat Joe dan Satya pun terjatuh.
Tidak! Tidak! Ini benar-benar mimpi buruk bagi Joe, saat melihat Justin yang sudah menatapnya dengan pandangan aneh dan menghampiri nya.
“Sakit?” tanya Justin sambil memandang Joe, gadis itu terduduk dilantai begitu pun juga Arga dan Satya.
Saat ini mereka jadi pusat perhatian, saling berbisik siapa lelaki tampan yang menemui Joe, membuat gadis itu menghela nafas pasrah akan gosip yang akan beredar.
“Ayo pulang,” Ajak Justin lembut.
“Gue bareng temen gue,” tolak Joe
Justin menaikan sebelah alis matanya, lalu pandangannya berubah menjadi dingin saat menatap kearah Satya dan Arga, membuat kedua lelaki itu menegukan air liurnya dan berbisik kearah Joe agar pulang bersama Justin.
“Apasih! Ogah ah gue balik sama dia, please ya muka gue disekolah mau taro di- WOY ! ASTAGA LO NGAPAIN!?” Ucap Joe terkejut dengan sikap Justin yang langsung menggendong nya secara tiba-tiba.
“Kita pulang, dan gue gak mau ada penolakan,” Jelas Justin yang mampu membuat Joe terdiam.
Semua sorot mata tertuju kemereka, begitupun Satya. Satya masih sedikit shock karena bagaimanapun ini benar-benar diluar kendalinya lagi, ditambah Satya juga sadar posisi bahwa saingannya saat ini om-om tajir yang setara dengan Joe.
Dan lagi seseorang yang sedari tadi memperhatikan mereka diparkiran menatap dengan pandangan tidak percaya, bagaimana bisa orang itu bisa kenal dengan Joe, ditambah mampu membuat gadis itu tidak berontak seperti biasa.
“Just, astaga turunin gue,” Bisik Joe yang saat ini dia benar-benar manjadi pusat perhatian.
“Kaki lo tuh sakit, gue males nanti jalan lo lelet,”
“Enggak kok gak sakit,”
“Udah deh gak usah banyak ngomong, nurut aja gak bisa?”
Joe diam, gadis itu memutar bola matanya jengah, ia benar-benar patuh terhadap Justin, entah kenapa bisa begitu. Joe pun tidak tahu.
“Tumben gak berontak,” Tanya Justin yang sedikit terheran-heran dengan Joe saat ini.
“Lagi gak mood gue,”
“Ya udah gue bikin mood lo naik nanti,”
“Terserah.”