Tampil

1842 Kata
Disisi lain, Justin mencari seseorang setelah Toni dan Hendrik memberitahu posisi orang itu, saat Justin berhasil menemukannya, yang berada di ruang osis seorang diri. Akhirnya Justin masuk tanpa mengetuk pintu. Alin mendongak, gadis itu yang terlihat sedikit sibuk tadi melebarkan kedua matanya saat melihat Justin ada di sini. Tunggu kenapa lelaki itu bisa mengenalnya? "Kejutan!!," sapa Justin saat melihat ekpresi gadis itu. Alin menelan ludah nya susah payah dimana ia berjalan mendekat ke arah Alin. "Kayaknya saya tidak perlu untuk memperkenalkan diri ya," Ucap Justin dan duduk tepat dihadapan Alin. Justin tersenyum, dalam hati ia akui bahwa gadis di hadapannya itu benar-benar sangat mirip dengan Annah, namun hanya berbeda dalam bentuk bibir. Ah! ia jadi merindukan cinta pertamanya. "Lo mau ngapain? Mau mohon-mohon ke gue buat ngilangin berita yang udah ke sebar luas kaya Gisha?" Tanya Alin, setelah perdebatan dengan Andre tadi di mobil akhirnya gadis itu memutuskan berdiam diri di ruang osis. Justin menaikan sebelah alis matanya. Gisha? Tentu saja adiknya yang satu itu akan melakukan hal yang memalukan kepada Alin. Walaupun tau hasilnya pasti nihil. "Saya rasa, tidak seharusnya menggunakan hal yang sama seperti adik saya," Justin mengeluarkan ponselnya, lelaki itu mencari room chat Toni yang beberapa waktu lalu memberikan video yang sedikit mengejutkan nya. Justin menyodorkan ponsel. menunjukkan video tak senonoh gadis itu bersama Andre. Alin memukul meja dengan satu tangan. Emosinya memuncak, sial!! bagaimana bisa Justin mempunyai video yang selalu ia simpan. "Sedikit terkejut? Saya kira sikapmu lebih baik di banding Annah," Ucap Justin dengan raut wajah datar. "Lo kenal kakak gue!?" Tanya Alin di sela-sela emosinya "Of course i am!" Jawab Justin bangga. "Kasih tau gue dia di mana sekarang!?" Teriak Alin yang tidak memperdulikan video tersebut. Justin tersenyum kecil, dalam hati sebenarnya Justin sangat menyayangkan sifat Alin saat ini, hanya satu dalam benak Justin saat pertama kalinya melihat video itu, lelaki itu merasa sakit. Seperti halnya ia rasakan saat mengetahui Annah mengandung anak Rian. "Sebenarnya saya di sini untuk membahas perihal yang sedang terjadi, tetapi jika kamu ingin menanyakan tentang Annah. Kau bisa bertanya kapan saja," jelas Justin seraya memberi kartu namanya dan menaruh di atas meja. "Oh iya, saya yakin kamu tidak mau kan video ini tersebar luas? Bagi saya pribadi sih jika hal itu terjadi, pasti kisah lama terulang kembali," "Maksud lo?" Tanya Alin yang tidak paham. Justin tersenyum lalu bangkit, tetapi pandangan nya masih menatap wajah gadis itu. "Saya tahu hal yang sudah terjadi tidak bisa kita ubah, jejak digital selalu ada. Dan Mungkin jalan satu-satunya yaitu hanya untuk membuktikan saja kepada semua orang kalau Joe tidak seperti rumor yang sedang viral sekarang," "Tetapi cuma satu hal yang saya tekankan Alin. Jangan ganggu Joe sedikitpun, kalau kamu terus melakukan itu. Nasibmu sekarang berada di sini," Justin menunjukan ponsel yang ia genggam. "Saya harap kamu mengerti," Justin menyelesaikan ucapannya lalu pergi meninggalkan Alin yang di penuhi emosi. “Oh iya satu lagi,” Justin memberhentikan langkahnya, menatap Alin dengan tatapan yang tidak bisa gadis itu tebak. “Jangan pernah melakukan hal bodoh lagi, jika kamu ingin mengetahui kesehatan janinmu, datang aja ke rumah sakit. Saya yang akan tanggung biaya pemeriksaannya,“ Jelas Justin lalu kembali melanjutkan langkahnya dan keluar dari ruangan tersebut. Mendengar hal tersebut membuat Alin terdiam, bagaimana bisa Justin mengetahui jika dirinya sedang hamil sekarang ? Lantas gadis itu menggeram dan menendang meja kesetanan. "Sialan emang!" •••••••••••• "Darimana?" Tanya Joe saat melihat kehadiran Justin di sampingnya. Justin merangkul pinggang Joe, banyak orang yang melihat itu, bahkan sedikit membuat Joe tidak nyaman. "Kepo amat jadi orang," goda Justin membuat Joe cemberut, Justin tertawa melihat ekspresi menggemaskan Joe sambil memeluknya sekilas. "Kayanya aku bisa Overdosis kalau deket sama kamu tiap hari," Celetuk Justin tiba-tiba dan itu membuat Joe mengerut keningnya tidak paham. "Kok bisa Overdosis?" “Ya iyalah! Cantiknya udah kelewatan banget! Sampai-sampai lihatnya jadi kecanduan,” Goda Justin. “Astaga Justin! Geli banget gombalannya!” Keki Joe sebari tertawa pelan. Begitu pun Justin ia juga ikut tertawa, memang ya Justin tuh dewanya tukang gombal. Terkadang Koe berfikir ia harus kuatin imannya setiap hari dan menahan rasa geli sekaligus keki karena sikap Justin yang terkadang tidak jelas seperti ini, kemudian ia sadar bahwa saat ini mereka sedang berada di belakang panggung, Ternyata acara OPEN HOUSE sudah di mulai sejak dari tadi. Justin menoleh ke arah Joe yang terlihat sedikit tegang. "Demam panggung ya?" Joe menoleh dan mengangguk pelan. Justin paham, karena bagaimanapun ini adalah hal yang menegangkan bagi orang yang pertama kali akan tampil di hadapan banyak orang, di tambah dengan kasus yang sejak kemarin terjadi. Tentu itu bisa membuat kepercayaan dirinya menurun. "Kamu bisa kok Love," Ucap Justin seraya memberi keyakinan kepada gadis itu. Joe hanya menaikan kedua bahunya, gadis itu tidak berharap banyak hari ini akibat kejadian yang baru saja terjadi kemarin dan itu mampu membuat kehebohan banyak orang. "Aku gak yakin, di tambah tahun ini kek nya banyak banget yang dateng. Mungkin gara-gara itu kerusuhan yang di buat Alin kemarin,” Jelasnya putus asa. "Justru itu Baby! Kamu harus buktiin ke semua orang. Never give up! Pak Dikta bakal bangga kalau kamu berhasil jalanin semua ini dengan tenang. kamu tau kan? Kemenangan itu selalu ada." Semangat Justin lagi, senyumnya melebar agar Joe semakin yakin dengan dirinya sendiri. Joe tersenyum, memeluk Justin senang. Tidak peduli jika dia saat ini benar-benar jadi bahan nyinyiran semua. Karena pada dasarnya Joe tidak hidup demi mereka. Melihat pemandangan itu dari belakang, Gisha tersenyum miris. Rasa nyeri dalam hatinya menjalar begitu saja. Bahkan cowok itu tidak bisa membayangkan kalau Joe dan Justin akan benar-benar menikah jika Gisha menyerah di tengah jalan. Namun tetap saja rasa khawatirnya terus menghantui, karena ia tidak ingin masa lalu terulang lagi. Karena itu yang membuat ia dan Justin bertengkar hebat sampai detik ini. Kalau boleh jujur, sebenarnya Gisha merindukan kehangatan keluarganya seperti dulu. Sebelum orang tua mereka berpisah dan hak asuh jatuh kepada ayahnya, yang mengharuskan Gisha dan Justin harus tinggal bersama orang ketiga yang menghancurkan rumah tangga mereka. Di tambah lagi permasalahan di mana Justin melakukan kesalahan terbesar dalam hidupnya. Yaitu menghamili dan menikahi seorang wanita yang tidak tahu asal usulnya. Walaupun Gisha mengakui bahwa keponakan pertamanya itu sangat menggemaskan, Jazzy. Tepuk tangan yang riuh membuatnya tersentak, Gisha melihat Joe yang sedang siap-siap untuk naik ke atas panggung seorang diri. Iya, sekarang ini Joe akan tampil. Jujur sebenarnya Gisha juga merasa tegang, karena ia takut bahwa rencananya akan gagal. Namun tidak salah bukan bila kita mencobanya? Lagi pula di sini ada Justin, jika ada yang terjadi sesuatu di luar nalar mereka Justin bisa mengurusnya di tambah teman-teman Joe yang lain pun tidak akan diam saja. Joe sudah naik di atas panggung, penonton yang riuh tadi seketika hening saat Joe duduk di hadapan piano yang sering ia mainkan jika sedang bersamanya dulu. Terlihat Joe menghela nafas, gadis itu mengatur detak jantung nya yang beredegup tidak karuan, tetapi saat seseorang berteriak. Itu membuat perasaan Joe yang ragu berasa berapi-api. "CEWEK SEWAAN! NGAPAIN LO DISITU!?" Semua tertawa, Joe hanya tersenyum sinis saat mendengar dan meliaht respon mereka. D isisi lain Semua sahabatnya yaitu 4 sekawan begitu juga Nakula, Satya, Gilang dan Arga merasa khawatir kepada Joe. Tanpa bertele-tele, Joe menekan beberapa tuts sampai terdengar alunan musik yang indah. Dan pada akhirnya dengan perasaan emosi yang ia rasakan akhirnya Joe membuka suaranya dan bernyanyi. "I'm sorry mom and dad I know I messed up bad I should've, should've done, should've done better " "I'm sorry mum and dad, for all the time I had To get my life, to get my life together But I didn't" Mendengar suara dan lirik yang di lantunkan semua orang terkejut, tidak percaya bahwa ia akan menyanyikan lagu sensitif seperti ini di mana keadaan dirinya bisa di bilang sedang kacau. "1999, you gave birth to me Sweet little baby girl Had the world in my feet Before I could even stand" Joe masih susah payah untuk tidak menangis di saat seperti ini, karena baginya lagu ini benar-benar menampar dirinya. " Cradled me in your right and left hand A precious bundle of unmade plans Hopes and dreams of bigger things A bright future so it seemed Oh, but that light grew a little less bright As I grew and we began to fight When I was 13, I was so damn mean Running away, had nothing more to say Than I hate you But that's not true now I just don't, I just don't know how to say" Nyanyi dengan rasa emosi yang ia tahan selama ini membuat semua orang melihat penampilan Joe seakan-akan merasakan emosi itu juga, bahkan mereka juga merasakan nyeri setiap ia menyanyikan setiap liriknya. "I'm sorry mom and dad I know I messed up bad I should've, should've done, should've done better I'm sorry mum and dad For all the time I had To get my life, to get my life together But I didn't I'm sorry that I couldn't buy you That house upon the hill Or take care of all your medical bills I know I didn't make you proud I should've been someone by now But I never figured out how" Gisha memajukan langkahnya, sehingga saat ini ia sejajar dengan Justin, Justin yang sejak tadi menikmati penampilan Joe akhir nya melirik sekilas saat Gisha tiba-tiba di sebelahnya. "Dia emang cewek yang hebat ya Just," celetuk Gisha. Justin diam, ia menyetujui ucapan Gisha barusan. Entah berapa lama ia dan Gisha tidak saling sapa sejak kesalahpahaman itu. Baginya tidak seharusnya menjelaskan hal yang sebenarnya saat Gisha masih anak-anak. Ada kalanya Gisha mengetahui hal semacam itu. Justin merindukan canda tawa bersama Gisha. Tetapi disisi lain ia juga tidak suka bahwa orang yang ia cintai di sentuh orang lain. Sebagaimana itu adiknya sendiri. "Gak salah kalau sampai detik ini lo masih cinta sama dia," kali ini Justin membuka suara, Gisha menoleh. Sadar akan nada bicara Justin yang tenang membuat hati kecilnya sedikit bahagia. "Jadi, kita berdua cinta dengan orang yang sama? Sedrama itu ya Bang," kekeh Gisha yang sudah memberanikan diri memanggil Justin dengan sebutan Abang dan itu cukup membuat Justin terdiam, entah apa yang sekarang telah ia rasakan, yang jelas Justin merasa senang saat Justin telah memanggilnya dengan sebutan seperti itu lagi dan kali ini Justin juga ikut tertawa. Lelaki itu menggeleng tidak percaya bahwa kisah percintaannya melibatkan adiknya sendiri. Sebenarnya memang, Justin tidak bisa memaksa perasaan orang lain, bahkan adiknya sendiri. Dan juga Justin paham apa yang ia lakukan kemarin itu salah. Tetapi seperti yang Justin bilang tadi. Ia tidak suka membagi orang yang ia cinta dengan orang lain "Gue gak tau di akhir cerita ini siapa yang menang, tetapi yang jelas. Gue tetep berusaha ngerebut Joe kembali dari lo. Walaupun kemungkinan itu kecil. Seenggaknya gue gak bakalan nyerah gitu aja," Iya Justin mengerti, tidak seharusnya ia harus bersih tegang seperti ini dan selalu salah paham terus menerus dengan adiknya-Gisha. Mereka memang harus membenarkan hubungan ini kembali. Justin mengangguk, “Siapa pun pilihan Joe nanti, salah satu dari kita harus bisa menerimanya dengan ikhlas,“ Jawab Justin dan itu membuat Gisha tersenyum kecil mendengarnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN