Peringatan Justin

1043 Kata
Sejak hari itu, dimana Gisha memperjelas keadaan yang sebenarnya, membuat hubungan mereka semakin membaik, bahkan banyak juga yang mengira kalau mereka berdua benar-benar menjalin hubungan kembali, walaupun Joe dan Gisha sendiri belum meresmikan dengan jelas, tetap saja Joe sudah terjebak dalam permasalahan yang mungkin akan terjadi. Iya Joe sudah memperkirakan ini, gadis itu mempunyai firasat yang tinggi, sehingga ia sedikit waspada dengan dua bodyguard Justin yang selalu mengikuti dan memantaunya dari jauh yaitu Toni dan Hendrik. Ngomong-ngomong tentang Justin, setelah ia menelfon Joe kemarin membuat rindunya terbayar. Ya walaupun tetap saja gaya noraknya selalu menggelikan, Joe sedikit senang mendengar suara itu kembali. Joe berdiri, kembali membenarkan seragamnya, pagi ini gadis itu akan siap berangkat ke sekolah dan kembali menonton perlombaan membosankan, dan hari menuju open house dua hari lagi, Joe sudah mempersiapkan sesuatu untuk perwakilan acara kelasnya, maka dari itu Joe sedikit semangat karena ia akan berlatih kembali di ruang musik dengan para kampret. Setelah kejadian pertengkaran kemarin dengan Alin, Damar lagi dan lagi marah kepada Joe yang kesekian kalinya, tetapi gadis itu benar-benar tidak peduli. Yang jelas ia sudah puas sudah menghajar Alin dengan kedua tangannya sendiri Dan juga, besok adalah dimana Justin kembali, dan membahas beberapa proyek dengannya nanti, sebagaimana Justin yang mengurusnya, tetap saja perusahaan membutuhkan tanda tangan CEO resminya. Serumit itu. Saat Joe membuka pintu apartemen, gadis itu membelalakkan kedua matanya, kedua tangannya menutup mulut, lantas ikut terjatuh akan apa yang ia barusan. Lalu kembali mendongak dengan ekpresi emosi yang sudah berada di ubun-ubun. Toni dan Hendrik hanya diam, menatap dengan perasaan bersalah kepada Joe, selama ini Joe dengan mereka sudah saling mengenal, bahkan sudah seperti teman sendiri, namun dengan kejadian seperti ini, membuat Joe tidak percaya. Mereka membawa Gisha yang sudah babak belur dihadapannya, entah apa motifnya tapi firasat Joe adalah Justin. "Lo sinting!?" Teriak Joe kepada mereka, kedua tangannya memangku kepala Gisha, wajah tampannya sudah dipenuhi darah. b******k! "Bos lo kan yang nyuruh?!?" Tanya Joe dengan perasaan berapi-api. Mereka diam, merasa bersalah, tapi mereka berdua juga tidak bisa menolak perintah dari Justin, karena memang mereka membutuhkan pekerjaan, sebagaimana mereka harus mengotori tangannya sendiri. "Gue pikir kalian gak sebiadap ini, ditambah gue udah nganggep kalian kaya abang gue sendiri, Walaupun sejujurnya kalian menyebalkan," Ucap Joe lagi yang sudah meneteskan air mata dan buru-buru ia hapus. "Bantu gue angkat dia kedalem, ada banyak pertanyaan yang pengen gue tanya kekalian," suruh Joe, yang sudah bangkit dan masuk kedalam. Sial! Apa-apaan ini? Mengapa ini semua bisa terjadi? Kenapa? Kenapa Joe harus berurusan dengan orang biadab seperti Justin? Yang tega menghabiskan adik kandungnya sendiri? Tidak, sebenernya memang Joe tidak tahu apa-apa, gadis itu tidak tahu sikap Justin keseluruhan, setau Joe permasalahan Justin yang ia ceritakan kemarin hanyalah masa lalu dan dia tidak melakukan hal bodoh seperti ini lagi. Tapi nyatanya? Dia benar-benar melakukan itu lagi, tidak. Masih belum, ini seperti peringatan. "Gue butuh penjelasan," tanya Joe dingin, dimana Gisha sudah tergeletak tidak sadarkan diri di sofa, dan mereka berdiri seraya menatap Joe dengan tatapan bersalah. "JAWAB!!!" Teriak Joe, membuat mereka berdua menghela nafas. "Justin yang minta kita berdua buat hajar Gisha habis-habisan," Jawab Toni. "Alasannya?" "Karena Gisha berani deketin lo, dimana lo sekarang statusnya udah milik Justin," sambung Hendrik. Mendengar itu membuat Joe menyenderkan tubuhnya, benar. Dugaannya benar. Tapi kenapa harus secepat ini? "Kenapa kalian gak nolak?" tanya Joe tanpa melihat mereka berdua. "Karena kita butuh pekerjaan Joe, dimana kita berdua cuma anak yatim piatu dan gak pernah tahu menahu tentang apapun kecuali berantem, ya ini pekerjaan yang kita butuhin," jelas Hendrik. "Oh segimana kalian harus ngerenggut nyawa orang, terutama adek Bos lo sendiri!?" Emosi Joe kembali meluap, membuat mereka berdua kembali di landa perasaan bersalah, ya bagi Toni dan Hendrik, Joe adalah gadis unik yang membuat mereka nyaman jika bersama, dan juga bagi mereka pekerjaan mereka menjadi tidak semembosankan selama ini "Berapa Justin bayar lo berdua?" Toni dan Hendrik saling pandang, kemudian mengangguk bersamaan. "10 juta," jawab mereka, membuat Joe menggeleng tidak percaya, hanya untuk bekerja dengan niat membunuh, seorang Justin membayar mereka yang tidak ada sepadannya dengan nyawa seseorang, ya definisi iblis setelah dinobatkan kepada Alin sekarang jatuh kepada Justin. Tidak, Alin sama iblis nya. Namun karena Joe sudah jatuh dalam perangkap ayahnya dan Justin ditambah perasaan yang datang tanpa permisi itu membuat Joe bingung untuk bersikap segimana Justin bersikap sejahat ini. "Gue bayar kalian 2 kali lipat dari gajih yang kalian terima dari Justin, tapi dengan satu syarat," Joe berdiri, berjalan mendekat kearah mereka berdua yang sudah menatap tidak percaya kepada Joe. "Kalian tau kan usaha gue ada dimana-mana, dan penghasilan gue hampir setara dengan bos lo? Syarat nya gampang kok, kalian harus nutupin kedekatan gue sama Gisha," Toni menggeleng, "Lo gila? Lo gak kenal Justin yang sebenarnya, lo gak tau Joe, koneksi dia benar-benar gak sembarangan, bagaimana pun dia dengan gagahnya pake jas dokter, bukan berarti dia benar-benar cowok baik," "Gue gak peduli dia biadab kek apa kek, segimana lo gambarkan sesosok Justin b-" "Jangan bilang lo udah jatuh dalam pesona Justin kan? Walaupun perjodohan itu dalam sepihak, lo udah mulai jatuh cinta kan sama dia? Tapi dengan lo nyuruh kita begini disisi lain lo juga masih butuh kehadiran Gisha karena dia cinta pertama lo?" Potong Hendrik tiba-tiba, membuat pandangan Joe jatuh kepadanya. Joe diam, gadis itu tidak bisa menjawab rentetan pertanyaan Hendrik, entah apa yang dia bicarakan benar atau tidak, Joe masih dilanda kebingungan, tapi jika iya, Joe adalah gadis yang labil dalam hal seperti ini. Ah iya Joe sadar, dia memang gadis yang mudah baper. "Kalaupun lo diem, sudah jelas bukan jawaban yang sebenarnya apa," Lalu kemudian Hendrik menepuk kepala Joe sehingga membuat Joe terkejut. "Gue pernah merasakan kerumitan dalam percintaan, dan itu berat," Hendrik menghela nafas, menoleh kearah Toni seraya mengangguk lantas kembali menatap kearah Joe. "Permintaan lo, kami setujui, dan rahasia lo aman di tangan kita berdua, ini bukan semata-mata lo bayar kami lebih mahal kok, karena memang gue sama Toni udah anggap lo kek almarhum adek kita berdua," Ah Joe lupa, Toni dan Hendrik adalah kakak beradik yang umurnya hanya terpaut satu tahun, sebenernya mereka 3 bersaudara, namun karena penyakit yang diderita oleh adik perempuan nya itu, membuat mereka merasa kehilangan yang teramat berat, maka dari itu, Toni dan Hendrik rela berkorban dan menutupi ini semua Walaupun yang mereka hadapi adalah seorang Justin.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN