Ruang Musik

1846 Kata
Justin menyenderkan tubuhnya lalu memijat pelipis dengan kedua tangan, sudah 3 hari ini laki-laki itu tidak membuka praktek di rumah sakit, dan itu akan berlangsung selama seminggu. Ya mau tidak mau dia harus melakukan ini untuk mengurus perusahaan yang sudah berpindah tangan kepada Joe, walaupun ini bukan bidangnya, Justin tau beberapa hal yang berkaitan dengan bisnis. Ngomong-ngomong Justin merindukan gadis itu, tapi untuk menghubungi saja sedikit susah karena laporan dan laporan terus berdatangan, bahkan sempat membuat Justin berfikir, sudah berapa lama Dikta tidak mengurus pekerjaan nya? Dan juga setengah jam lagi hari ini Justin dijadwalkan rapat dengan klien perusahaan yang ingin bekerja sama, Justin menghela nafas kasar, kemeja putih yang ia pakai sudah tidak beraturan, karena pada dasarnya pekerja benar-benar menumpuk. Tiba-tiba saja ketukan pintu terdengar, Justin mendongak, Zendaya sekertaris perusahan memasuki ruangannya dengan ekspresi cemas. Justin bisa melihat jelas itu. "Ada apa?" Tanya Justin. Gadis dengan kulit sawo matang itu tersenyum kikuk. "Anu pak, klein tiba-tiba ingin rapat dipercepat, mereka juga sudah menunggu bapak di ruang rapat," Justin melotot, laki-laki itu mengusap kasar wajahnya, Zendaya yang tau pekerjaan Justin sejak hari pertama yang banyak sekali, merasa tidak enak, jadi gadis itu sedikit paham bagaimana lelahnya Justin. "Gak bisa di tunda dulu? Saya baru cek laporan dari perusahaan lain juga loh," Zendaya menggeleng pelan, melihat itu Justin menghela nafas, lantas bangkit dari duduknya dan mengambil jas hitam yang ia taruh di kursi. "Kasih saya waktu 5 menit," ===== Justin memasuki ruang rapat, sudah ada orang yang sudah menunggunya, salah satu yang menarik perhatian dari mereka adalah gadis berambut hitam legam dengan kedua bola mata yang bisa membuat Justin terpaku. Begitupun juga respon gadis itu saat melihat kehadiran Justin, lalu kedua matanya menatap berkas-berkas yang sempat dia baca tadi. “Kayla?” Tanya Justin memastikan, gadis itu mendongak. Tersenyum kikuk kearah Justin yang sudah mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan, Kayla menatap tangan Justin ragu, dan beberapa detik kemudia Kayla membalasnya. “Jadi kamu yang ingin bekerja sama dengan perusahaan ini?” tanya Justin lagi seraya melihat profil perusahaan milik Kayla, dan tersenyum singkat kepada dua orang bawaan Kayla. Kayla mengangguk, “Aku enggak nyangka, ternyata CEO yang aku temui adalah cinta semalam ku pada waktu itu,” celetuk Kayla, Justin diam dan menatap Kayla tidak percaya bahwa gadis itu benar-benar mengucapkan perkataan konyol disini . Justin berdehem, tanpa mempedulikan dua orang bawahan Kayla dan Zendaya yang sudah memasang ekspresi wajah salah tingkah, Karena pada dasarnya mereka tahu kemana arah pembicaraan barusan. “Aku kira akan bertemu gadis muda, karena tertera di berkas yang di berikan kemarin oleh asistenku,” sambung nya lagi. Justin membenarkan jasnya dan kembali membaca berkas, Kayla yang melihat pemandangan dihadapannya itu menghebuskan nafas pelan, Justin tampak tampan berkali-kali lipat, Sehingga pikiran liarnya kembali menari-nari di otak sehingga Kayla mengingat masa itu, momen dimana Kayla terhanyut akan sentuhannya. Oh Kayla stop it!! "Ah Jovanka maksudmu? Dia tunanganku. Jadi untuk beberapa waktu kedepan aku harus mengurus perusahaan ini sampai urusannya selesai,” Jawab Justin mantap dan kembali menatap Kayla. Mendengar itu Kayla terdiam, menatap Justin dengan ekspresi yang tidak bisa Justin tebak, namun setelah itu Justin menyuruh Zendaya menyalakan proyektor dan segera menyuruh Kayla persentasi. Ya Justin sengaja mempercepat waktu, karena sebenarnya lelaki itu tidak ingin berlama-lama bersama seseorang yang pernah menjadi kencan semalamnya dulu. Sial! Terkadang rencana tuhan sebercanda itu. ==== “Udah lah Joe gak usah dipikir, lagian kan Cuma beda tipis ini angkanya, kenapa sih lo seemosi itu,” ucap Nakula. Iya, setelah pertandingan menyebalkan tadi saat ini Joe, Satya, Arga, Nakula, Gilang dan yang lainnya berada di kantin. Joe masih kesal dengan hasil akhir dengan hasil yang beda tipis, memang sih sebenernya kelasnya bisa menang kalau saja tadi si babi Andri gak ngedorong Ray sengaja waktu mau shoot. Cari mati memang. “Serius gue nanya, kelas kita dilomba selanjutnya bakal tarung lagi sama kelas IPA1 apaan?” tanya Joe kepada Gilang yang tadi sempat menyuruh cowok itu pergi ke panitia lomba untuk melihat list pertandingan dsn acara. Cowok yang berambut kribo itu memberikan selembar kertas kearah Joe, lantas gadis itu mengambil dan membacanya pelan-pelan. “t***l emang! Lomba apaan njir ada catur segala, otak gue mana mampu!” omel Joe dengan pandangan yang masih tertuju pada kertas. Lal beberapa detik setelah membaca, Joe menaruh menepuk meja keras membuat teman-teman saling bertatapan kemudian menatap Joe bingung. “Fix! Gue baka daftarin Satya sama Arga buat nyanyi di open house nanti!” ucap Joe semangat saat tahu bahwa diakhir perlombaan setelah upacara 17 an, akan diadakan open house yang di isi oleh pentas seni setiap kelas, dan itu juga termasuk jatuh dalam perlombaan. Tetapi bedanya di hari itu setiap luar sekolah diperbolehkan hadir untuk melihat hiburan yang sekolah ini buat. “Mata lo! Gue mana bisa nyanyi njing!” protes Arga, sedangkan Satya mendengar itu hanya tertawa senang sebari memukul kepala Arga. Iya Satya bisa bermain gitar dan untuk nyanyi pun tidak usah di tanya. Bagi Satya nyanyi adalah jalan ninjanya. Baiklah kalian bisa sebut Satya seorang wibu walau pun faktanya iya. “Ga, gue sempet denger lo nyanyi kok di toilet, gue rasa suara lo gak parah-parah banget sih,” jelas Nakula yang sedari tadi sibuk memakan nasi goreng akhirnya kembali buka suara. Refleks Arga memukul kepala Nakula dan cowok itu tidak merespon perbuatan si kampret Arga, karena prinsip Nakula adalah setiap ada makanan abaikan semuanya. “Gue gak mau ada penolakan, lo, Satya, gue sama siapa ya satu lagi,” tanya Joe pada diri sendiri, gadis itu berpikir pelan untuk memilih salah satu teman kelasnya untuk ikut nyanyi bersamanya. Namun sekian detik kemudian Joe tersenyum lebar. “Roni!! Fix dia anak musik kan? Gue bakal ngajak dia!” lanjut Joe yang sudah bangkit dari duduknya dan pergi meninggalkan teman-temannya di kantin. “Heh curut mau kemana lo!” teriak Arga yang masih tidak terima dengan keputusan Joe. “Ke ruang musik!!” “Hati-hati flashback!” goda Gilang, sehingga para cowok-cowok biadab itu tertawa, Joe yang mendengar itu mengacungkan jari tengah nya kearah mereka dan membuat mereka semakin tertawa puas. Sesampainya didepan ruang musik, Joe membuka pintu dan disana tidak ada satupun orang, Joe menghela nafas, kunyuk satu itu tidak ada disini. Namun dipikir-pikir ya gak ada lah! Orang tuh bocah baru beres tanding basket juga, rajin amat dia langsung kesini. Walaupun memang tempat kemageran Roni disini. Tetapi saat Joe berniat untuk pergi dari situ, gadis bermata kecoklatan itu melirik kearah gitar dan piano yang saling sejajar. Joe tersenyum kecil, pikirannya melayang pada momen itu. Momen dimana Joe dan Gisha sering menghabiskan waktu istirahat nya diruangan ini. Ah b******k memang! Ucapan Gilang tadi benar-benar terjadi, Joe benar-benar mengingat kenangan mereka. Saat berfikir beberapa detik Joe menaikan pundaknya tidak peduli. “Why not,” ucapnya pada diri sendiri dan berjalan kearah bangku, lalu duduk tepat dihadapan piano elektrik yang selalu dipakai untuk upacara, pensi, atau sebagainya. Jari lentiknya menyentuh beberapa tuts sehingga membentuk alunan lagu, gadis itu kembali tersenyum, pikirannya kembali melayang pada momen-momen indah dengan Gisha, momen dimana Joe bisa merasakan kehangatan kembali. “Romeo take me, somewhere we can be alone,” Joe mulai bernyanyi, gadis itu tersenyum senang saat menyanyikan lagu ini. “ I'll be waiting, all there's left to do is run,” kedua jari nya begitu lihai saat memainkan beberapa tuts piano, ya seperti yang kalian tahu, tidak banyak yang mengetahui bahwa Joe bisa bernyanyi dan bermain alat musik, dan yang mengetahui itu hanya ada satu orang. "You'll be the prince, i'll be the princess. I-“ “It’s a love story, baby just say yes,” Joe menoleh, suara itu terdengar tiba-tiba saat Joe akan melanjutkan lirik selanjutnya, seseorang itu hanya terkekeh pelan dan berjalan mendekat kearah Joe yang sedikit salah tingkah. Siapa lagi kalau bukan Gisha, memang tebakan kalian dalam hati benar, yang mengetahui bakat terpendam Joe hanya Gisha seorang. Gisha duduk tepat disebelah Joe, ia sedikit menggeser posisinya sedikit. Entah apa yang ada di benaknya yang jelas jantung Joe berpacu tidak beraturan. Sial memang mengapa Gisha tiba-tiba saja datang? “Gue masih gak nyangka lo masih tau lagu favorit gue,” Gisha membuka suara, cowok itu tersenyum miring, rasa bahagia tidak bisa ia bendung saat ini. Lantas tangannya mengambil gitar yang terletak tidak jauh dari situ, tangannya memetik beberapa senar sehingga terdengar lantunan indah di indera pendengaran Joe. Joe memperhatikan Gisha yang sedang bermain gitar, gadis itu saat ini menikmati waktu yang baru saja terjadi, dan kalau bisa apa boleh waktu ini berhenti sebentar? Ah joe, kau benar-benar gadis yang labil. “Inget kan?” tanya Gisha. Joe terkekeh, iya, dia tau intro dari lagu itu. Itu lagu favorit Joe dari sekian banyak lagu yang Joe suka. Get you, dari penyanyi Daniel ceaser. “Nyanyi ya,” pinta Gisha, Joe diam menatap kedua mata tajam cowok itu yang selalu memandang nya dengan pandangan penuh kehangatan. Hal yang selalu bisa membuat Joe luluh. Tidak, Gisha benar-benar membuat dirinya terhanyut pada masa-masa itu, dan sialnya Joe tidak bisa memberhentikan itu, Joe terjebak akan kenyamanan yang dibuat Gisha kembali. Dia benar-benar bisa bermain -main dengan hati Joe. “Through drought and famine, natural disaster, My baby has been around for me,” " Kingdoms have fallen, angels be calling None of that could ever make me leave Every time I look into your eyes I see it You're all I need Every time I get a bit inside I feel it " Dengan Joe yang bernyanyi dari satu bait dari lirik ke lirik, pandangan mereka berdua tidak lepas sedikit pun, seakan-akan mereka berdua terbius dengan momen yang sedang berjalan. "Ooh, who could've thought I'd get you Ooh, who would've thought I'd get you" Gisha memejamkan kedua matanya, meresapi suara indah Joe, jarinya masih memetik sinar gitar untuk mengiringi suara Joe. "And when we're making love Your cries they can be heard from far and wide It's only the two of us Everything I need's between those thighs Every time I look into your eyes I see it You're all I need Every time I get a bit inside I feel it" Joe tersenyum kecil, rasa bahagia itu kembali menyelimuti perasaan nya, dengan Gisha yang kembali menatapnya dengan pandangan memuja, Joe benar-benar senang siang ini. Sebagaimana Gisha menyakiti hatinya, sebenernya Joe berharap bahwa hubungan antara mereka ini selalu baik-baik saja. Namun apa yang diharapkannya kandas dengan ketololan yang Gisha buat, tetapi tetap saja Joe tidak tahu ada apa dengan dirinya, dia benar-benar menyukai masa ini, masa yang bagi Joe begitu membahagiakan dan bisa membuat hati nya menghangat akan nyaman. Tapi saat Joe melanjutkan untuk bernyanyi dan sadar dengan apa yang ia rasakan saat ini, dia ter-akan sadar dengan kondisinya. Gadis itu bangkit dari duduknya cepat, membuat Gisha berhenti memainkan gitarnya dan memandang Joe bingung. “Kenapa?” Joe diam, jantungnya berdegup kencang, pikirannya sendiri sudah tidak sedamai tadi, bahkan rasa bersalah menyelimuti perasaan Joe. Iya dia ingat, dia baru ingat sekarang. Bodoh, anggap saja Joe benar-benar orang terbodoh saat ini, karena pada dasarnya ini seperti Gisha mempersilahkan cowok itu kembali ke hati dan ke kehidupan Joe dimana dia sudah terikat dengan laki-laki lain. Yaitu Justin, kakak kandung Gisha.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN