Bertemu tidak sengaja

1817 Kata
Suara ketukan pintu terdengar ke indera pendengaran Joe, dan itu membuat kelopak matanya terbuka dengan perasaan malas sekaligus berat hati. Hari sabtu ini Joe benar-benar menepati janjinya bahwa ia akan menginap di rumah om Damar. Sebagaimana Gisha mengantarkannya tepat di depan rumah milik Damar dan itu mampu membuat Damar penasaran melihat mereka berdua bersama secara tiba-tiba. Joe merubah posisinya menjadi duduk kedua matanya melirik ke arah jam dinding yang sudah menunjukan pukul jam tujuh malam, ternyata sudah waktunya jam makan malam pantes saja Om Damar menghampiri dirinya. “Joe Om boleh masuk?” Suara Damar berada di balik pintu kamar terdengar. “Masuk aja Om,” Jawab Joe. Setelah mendapat persetujuan dari gadis itu Damar menarik knop pintu, membuka pintu kamar dan langkahnya masuk ke dalam. Joe memperhatikan langkah Damar yang semakin mendekat ke arahnya, tanpa meminta izin laki-laki tua itu mendudukan tubuhnya tepat di pinggir kasur yang sedang Joe tempati. Ia menghela nafas panjang, tangan kanannya membelai lembut ujung kepala Joe. Jujur, Damar benar-benar menyayangi keponakan yang satu ini walaupun kadang suka membuat kepalanya pening setiap harinya, ada saja kelakuan anak itu untuk membuat keributan sebagaimana itu di sekolah Terkadang Damar sangat menyayangkan sikap Dikta kepada Joe dan Rani di masa lalu, mengapa ia tidak bisa bersyukur dengan apa yang laki-laki itu punya sekarang. Dari kesuksesannya, istri yang bisa memberi keturunan namun itu tidak bermaksud Damar tidak bersyukur akan kehadiran Dian. Dia hanya menyayangkan sikap kakaknya itu. Di antara Dikta dan Damar yang sangat ambisius adalah Dikta, sejak kecil kakaknya itu mempunyai semangat yang tinggi jika melakukan hal kecil sampai ke hal yang besar, maka dari itu di saat Dikta sudah dewasa hingga berumah tangga, ia benar-benar mempunyai usaha dimana-mana. Sedangkan Damar sejak dulu dia juga lebih menekuni hal yang berbau pendidikan dan pengguruan. “Maafin ayahmu ya,” Ucapnya, Joe hanya diam, entah ini sudah ke berapa kali Damar berucap seperti itu kepada Joe bahkan kepada bundanya -Rani. Joe mengangguk sebari tersenyum kecil, tubuhnya merapat kepada Damar dan tangannya memeluk laki-laki itu erat. Joe senang jika memeluk Damar seperti ini, rasanya seperti ia sedang memeluk ayahnya sendiri. “Sudah Joe maafin kok Om,“ Jawabnya sambil merenggangkan pelukan sekilas tersebut. “Yang terpenting selama Ayah gak bertanggung jawab selama Ayah hidup, masih ada Om Damar yang perhatian dan peduli sama Joe sekaligus sama Bunda sampai detik ini,” Damar mengangguk, “Itu sudah kewajiban Om karena bagaimana pun kamu masih tanggung jawab dia sampai kamu menikah nanti,” Jelasnya. Tangan Dikta sedikit membenarkan anak rambut yang menghalang wajah Joe. “Ngomong-ngomong soal pernikahan, kamu bener-bener mau melakukannya?” Tanya Damar. Ia benar-benar ingin memastikan saja karena bagaimana pun Joe masih berumur tujuh belas tahun dan Justin sudah berumur dua puluh enam tahun belum lagi ia berstatus duda beranak satu. Damar benar-benar tidak rela keponakan satu-satunya yang cantiknya bak bidadari harus menikah dengan dia, ya sebagaimana duda itu bukan duda kaleng-kaleng. Akan tetapi tetap saja! Keluarga besar Damar dan Dikta pasti akan berbicara yang tidak-tidak lagi tentang Joe, sudah meninggal pun Dikta masih merepotkan. Joe mengangguk mantap, “Joe bener-bener butuh Justin di hidup aku om,” “Maksudnya?” Tanya Damar tidak paham. Joe menghela nafas panjang, menghembuskannya pelan seraya mengumpulkan keberanian untuk mengatakan hal yang sebenarnya kepada Damar. “Setelah Joe fikir-fikir dan sudah menghabiskan waktu bersama Justin kurang lebih dua bulan, Joe sadar kalau kita berdua cocok dan saling membutuhkan. Di tambah,” Joe masih menatap lurus ke arah kedua bola mata Damar. “Justin bisa memahami Joe dari hal kecil sampai hal besar,” Damar masih menatap Joe namun ia tidak bisa membaca raut wajah pamannya itu. Beberapa detik kemudian dia mengangguk mengerti, susah kalau sudah cinta apalagi di masa remaja begini. Damar tidak bisa mengekang hal yang Joe sukai, hanya saja ia tidak ingin gadis itu menyesal di kemudia hari. “Tapi Joe tahu kan kalau Om tidak bercanda tentang omongan tempo lalu?” Ucap Damar lagi. Mendengar tuturan Damar Joe mengangguk lemas, ia tahu arah pembicaraan ini kemana lantas Joe meyakinkan. “Justin gak akan nyakitin Joe Om. Percaya deh,” Ucapnya seraya meyakinkan pamannya. Damar terkekeh pelan seperti halnya meremehkan ucapan gadis itu, “Joe, laki-laki yang sudah matang belum lagi kalau sudah pernah menikah fikirannya akan beda dengan kamu yang masih remaja,“ Tangannya menyentuh kembali ujung kepala Joe lalu berdiri. “Kita lihat nanti ke depannya. Oh iya satu lagi,“ Damar menatap Joe dengan raut wajah serius. “Jangan pernah menyerahkan mahkota mu kepada Justin sebelum menikah sebagaimana nanti kalian akan menikah nantinya, karena bagaimanapun laki-laki itu pasti memiliki hasrat yang sudah ia tahan selama menduda,“ Ucapnya namun ucapan itu tidak masuk ke dalam fikiran bahkan otak Joe karena ia tidak terlalu mengerti. “Ayo ke bawah, kita makan malam. Tante Dian udah nunggu,“ •••••• Langkah kaki Justin memasuki perkarangan tempat makan yang tidak jauh dari hotel yang ia tempati, lima hari Justin bolak balik Jakarta Bali hanya untuk mengurusi pekerjaan Joe. Di fikir-fikir belum juga jadi suaminya sudah berat banget bebannya. Justin mendengus kesal, untung sayang kalau engga, gak bakalan di urusin ini semua. Karena kerjaan laki-laki itu pun juga banyak. Setelah ia memesan beberapa menu makanan dan menunggu makanan di hidangkan Justin memainkan ponselnya di tempat duduk yang dekat dengan jendela. Selama lima hari ini Justin benar-benar tidak menghubungi Joe namun ia tahu kabar gadis itu dari orang-orang suruhannya yaitu Toni dan Hendrik. Dia sengaja tidak menghubungi Joe entah itu menelfon atau mengirimnya pesan, karena jujur saat ini Justin sedikit marah dengan gadis itu. Ya siapa yang gak marah sih? Di saat Justin kerepotan dan pusing memikirkan pekerjaannya, dia malah senang-senang dengan mantannya selama Justin tidak ada, menyebalkan memang. Kalau di bayangkan justru malah membuat kesal sekaligus cemburu ternyata. Belum lagi saat dirinya membaca rentetan pesan yang di kirim Jazzy, di mana ia menceritakan setiap detik, menit, jam dan hari bahwa mereka bertiga menghabiskan waktu bersama. Sial! Gisha benar-benar mencari masalah dengan Justin. Padahal ia sudah memberi tahu padanya jangan pernah coba-coba mendekati Joe apapun alasan dan caranya. Karena bagi Justin, Joe sudah benar-benar miliknya dan tidak akan pernah ada yang bisa merebut gadis itu dari hidup Justin, kalau pun ada mungkin kekerasan jalan satu-satunya untuk memberi peringatan dan Gisha harus merasakan hal tersebut. Justin mengirim pesan kepada Toni dan Hendrik untuk melakukan sesuatu besok sebelum Justin pulang dan menemui Joe. Tidak, ia tidak akan diam saja. Tipikal Justin sejak dulu dia selalu menghalalkan segala cara untuk kepuasan yang dia inginkan selagi laki-laki itu mempunyai power selama hidupnya. “Justin?” Panggil seseorang dan itu mampu membuat kepala Justin mendongk dan kedua matanya menatap gadis itu datar. Kayla? Bagaimana bisa mereka bertemu kembali dan parahnya di luar bisnis ataupun pekerjaan mereka. Senyumnya merekah saat seseorang yang ia perhatikan sedari tadi adalah benar-benar Justin, tangannya menarik kursi yang berada di hadapan laki-laki itu dan tanpa permisi Kayla menduduki bangku tersebut. “Ternyata benar kamu, aku kira bukan,” Ucapnya sekali lagi. Justin memutar bola matanya. Padahal ia sudah mati-matian menghindar dari gadis yang berada di hadapannya sekarang, namun Tuhan berkehendak lain ternyata. “Kamu sendirian?” Tanyanya lagi. Justin hanya mengangguk tidak peduli, fokusnya kembali ke layar ponsel miliknya. Kayla melihat Justin yang sangat fokus dengan dirinya sendiri membuat dia menghela nafas kasar. “Calon istri kamu kayaknya posesif banget ya?” Justin langsung menatap Kayla, kemudian ponselnya ia taruh di atas meja. Tatapan tajam laki-laki itu mampu membuat Kayla sedikit menciut. Disaat Kayla mau membuka suara seorang pelayan menaruh makanan dan minuman di atas meja. Melihat makanan yang Justin pesan sudah datang semua, laki-laki itu berucap terima kasih kepada pelayan tersebut. Lantas memakan hidangan tersebut tanpa memperdulikan Kayla yang masih diam menatap Justin dengan raut wajah kesal. Kenapa sih? Kenapa Justin jadi sok dingin begini kepadanya? Lagi pula Kayla tahu kalau Justin itu tipikal orang yang tidak bisa mengalihkan pandangannya dari orang cantik. Kayla cantik kok, cantik banget! Tubuh sudah seperti bak spanyol, goals parah sampai-sampai semua orang yang berada di sini menatap gadis itu iri saat melihat tubuhnya yang terbalut dress sederhana berwarna putih. Kulit lembut nan sutra karena sering perawatan belum lagi rambut panjang berwarna blonde yang sedikit bergelombang karena catokan. Kayla benar-benar spek bidadari banget! Dan Justin? Masih tidak memperdulikan Kayla yang berada di hadapannya sekarang. Justru itu membuat Kayla kesal, karena ia tahu bahwa Justin tidak pernah seperti ini kepadanya. Justin selalu luluh dengan gadis itu. Makanya Kayla bertanya-tanya secantik apa sih calon istri Justin? Sehingga dia bisa mengubah karakter laki-laki yang berada di hadapan Kayla. “Just? Masih terus mengabaikan aku?” Tanya Kayla kesal dan Justin tidak memperdulikan gadis itu lagi untuk kesekian kalinya. Sampai pada akhirnya Kayla menggeram kesal. Baiklah, dia angkat tangan sekarang. Justin benar-benar berubah dan itu membuat dirinya muak. Jujur sebenarnya Kayla ingin menjalin hubungan kembali dengannya. Terserah, apapun hubungan itu Kayla masih ingin bersama dengan Justin. Entah hanya hubungan tanpa status, berpacaran atau friend with benefit seperti dulu Kayla masih bakal mau kok. Karena bagaimana pun gadis itu sudah benar-benar jatuh kedalam pesona Justin yang kuat. Ya iya lah! Siapa yang bisa menolak pesona Justin yang wibawa, tampan like hot daddy seperti ini? Argh! Fikiran Kayla benar-benar kotor sekarang. Fikiran gadis itu melayang ke dalam momen masa lalu mereka, bahkan Kayla masih bisa merasakan setiap sentuhan Justin yang selalu ia berikan kepadanya dulu. Akhirnya Kayla memutuskan bangkit dari duduknya meninggalkan Justin yang sibuk dengan makanannya sendiri, gadis itu tidak bisa berlama-lama disana karena bagiamana pun itu bisa membuat dirinya tersiksa akibat kenangan masa lalu yang selalu berputar di kepalanya seperti kaset rusak. Melihat Kayla melangkah menjauh dari dirinya dan akhirnya keluar dari restoran ini, itu cukup membuat Justin menghela nafas lega. Kacau! Ini benar-benar tidak baik. Bertemu dengan Kayla tanpa sengaja dan itu hanya sebatas bisnis saja sudah cukup buruk, apalagi ini? Ayolah! Justin tahu Kayla bagaimana, maka dari itu Justin benar-benar mengacuhkan gadis cantik yang sedari tadi berusaha mendekatkan kembali kepadanya. Tidak, Justin tidak akan goyah begitu saja. Karena bagaimana pun Justin sudah janji dengan diri sendiri kalau ia ingin benar-benar taubat untuk bermain-main wanita seperti dulu. Bahkan ia juga sudah berjanji pada Damar untuk tidak menyakiti Joe begitu saja, bukan itu saja alasannya ada beberapa alasan mengapa Justin masih berpegang teguh dengan pendiriannya. Terutama alasan itu ada di Joe, iya gadis itu. Karena bagaimana pun Joe sudah membuat Justin benar-benar tidak ingin kehilangannya. Joe benar-benar membuat Justin candu sebagaimana hanya melihat wajahnya saja. Suara ponselnya berdering, kedua matanya melirik ke arah layar yang menyala. Nama Joe tertera disitu, berkali-kali Joe memang menghubunginya dan mengirimnya pesan namun karena gengsi Justin yang tinggi akibat ia sedang marah dengan gadis itu makanya Justin tidak ingin mengangkat atau membalas pesan dari Joe. Padahal sejujurnya Justin benar-benar merindukan gadis yang agak sedikit menyebalkan itu. Huh! Membayangkan wajahnya saja Justin tersenyum kecil apalagi membayangkan wajah Joe kalau sedang marah. Itu benar-benar lucu dan menggemaskan! Sial! Pesona sederhana Jovanka benar-benar kuat!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN