4

1047 Kata
Clara dan Rey sudah duduk di dalam mobil milik Rey. Clara menatap ke arah depan setelah memberitahukan alamat kostnya. Sejak pagi, ia tak berani membuka ponselnya dan tak berani mmebaca semua pesan singkat yang masuk. "Kamu kenapa? Sepertinya tegang?" tanya Rey pelan, ia tetap fokus pada jalanan raya yang mulai ramai membuat padat merayap di setiap sudutnya. Clara menoleh ke arah Rey. Memang tampan sekali lelaki di sebelahnya itu. Lebih sempurna di bandingkan oleh Arga, kekasih Nita, sahabatnya yang juga berprofesi seorang dosen. "Ekhemmm gak apa -apa," jawabnya lirih. "Mau cari sarapan dulu?" tanya Rey pelan menawarkan sarapan pagi kepada Clara. "Gak perlu, Pak. Ini sudah jam delapan. Clara ada bimbingan jam sepuluh nanti," ucap Clara pelan. "Bimbingan skripsi? Sudah bab berapa?" tanya Rey pelan. "Ekhemmm ... anu ... itu ...." ucapan Calara pun di hentikan. Ia malah menatap ke arah luar jendela mobil. Malu rasanya mau jujur, sudah semester sembilan akhir masih saja proses bab satu tak kunjung lolos. "Kamu semester berapa? Ini amil skripsi udah berapa semester?" tanya Rey mulai penasaran. "Semester sembilan. Bab satu juga belum lolos," ucap Clara mulai terlihat kesal "Hah? Bab satu belum selesai? Itu skripsi cuma di lihatin? gak di kerjain?" tanya Rey mulai menggoda. "Bukan salah Clara, dua hari sekali Clara bimbingan, tapi tak satu pun tulisan Clara itu benar, selalu salah dan di salahkan," ucap Clara muali marah berapi -api. Sekilas bayangan Felix, dosen tua bangka yang killer itu mulai jelas di benakknya. "Bukan salah dosen pembimbing. Mungkin kamu yang gak paham maunya dosen pembimbing kamu seperti apa," ucap Rey menengahi. Clara hanya tersenyum. Senyum itu jelas sangat di paksakan karena ia tidak mau berdebat dengan dosen muda yang tampan dan berhasil merenggut kesuciannya mallam ini. Claea melotot, ia sama sekali tidak terima dengan ucapan Rey baru saj. "Clara yang salah? Memang benar kata orang, selama kita hanya jadi mahasiswi, maka dosen adalah mahabenar," ucap Clara ketus. "Gak gitu juga. Itu kamu salah paham. Mainset kamu sudah gak baik sama dosen, jadi kamu gak fokus dengan skripsi kamu, malah kamu terlalu fokus mengurusi dosen kamu," ucap Rey pelan. "Gak lah," ucap Clara membela diri. "Itu buktinya. Kamu sama sekali gak ada memuji dosen kamu sama sekali," ucap Rey pelan. "Gimana mau memuji. Udah tua, sakit -sakutan, galak, killer. Gimana Clara mau suka sama yang namanya dosen," ucap Clara keras. "Termasuk saya?" tanya Rey emlirik ke arah Clara. Seketika Clara bungkam dan terdiam seribu bahasa. Sepertinya ia salah melontarkan kata -kata yang malah membuat boomerang buat dirinya sendiri. Mobil Rey sudah masuk ke dalam halaman kost Clara, dan berhenti tepat di jajaran mobil milik teman lainnya yang memang membawa kendaraan beroda empat itu. "Bapak mau masuk?" tanya Clara pelan sambil merapikan jaketnya dan menutup dadanya yang trelihat beberapa tanda merah di sana. "Panggil saya dengan sebutan Mas. Jangan terlalu kaku dan baku begitu," ucap Rey pelan. "Belum biasa," ucap Clara pelan. Clara mau marah tapi tak bisa. Pesona Rey begitu kuat dan Rey mau bertanggung jawab atas perbuatannya. "Oke. Boleh saya ikut turun? Biar saya tahu, akmar calon istri saya?" tanay Rey pelan sambil mematikan mesin mobilnya. "Hah? Apa Pak? Calon istri?" tanay Clara langsung brdebar dadanya. "Iya kan kamu memang calon istri saya, Clara. Kamu lupa? Kita baru saja ngapain?" tanya Rey pelan. Clara menelan air liurnya dengan dalam. Hubungannya dengan Rey seolah sudah lama dan terasa dekat. Padahal mereka berdua juga baru kenal dan terjebak cinta semalam tanpa sengaja yang mengharuskan Clara kehilangan kesuciannya begitu saja. "Tapi ...." ucap Clara bingung. "Tapi kenapa? Kamu malu? Malu punya calon suami seperti saya? Karena sya sudah tua?" tanya Rey menatap lekat kedua mata Clara. "Ya sudah. Masuk ke dalam," ucap Clara singkat dan tak mau berdebat lagi. Clara sudah turun terlebih dahulu dan Rey ikut turun lalu berjalan tepat di belkaang Clara. Baru juga meangkah masuk menuju koridor kost. Nita berteriak histeris dari lantai atas dan turun. Dengan cepat ia menuruni anak tagga dan memeluk Clara. "Gue pikir loe ngilang. Gue tungguin sama Mas ARga di depan kamar loe. Gue merasa bersalah," ucap Nita pelan. Saat memeluk Clara, tanpa sengaja Nita menatap sosok ang ada di belakang Clara dan ia berteriak histeris. "Pak Rey?" terik Nita keras. Rey hanya tsenyum simpul. Malu juga bertemu dengan anak didiknya itu. Rey yang memang berkarakter dingi, kala itu hanya senyum dan cuek tanpa sepatah kata pun. Nita melepaskan pelukannya dan kini menatap ke arah Clara seolah memberikan kode keras. Menayakan siapa Rey sebenarnya? Ada hubungan apa? "Loe tahu, dia dosen di fakultas gue, dan di gilai banyak mahasiswi. Terus kenapa dosen keren ini bisa ke kost kita?" bisik Nita yang masih takjub. Clara melirik ke arah Rey dan bingung harus menjawab apa. "Saa calon suami Clara," ucap Rey lantang dan tegas. Tidak banyak drama jika sudah memiliki komitmen dengan pria dewasa yang dingin dan cuek seperti Rey. "Apa?" teriak Nita tak percaya. Nita menatap Rey dan kini melotot ke arah Clara dengan tatapan tajam. Clara pun menghembuskan napasnya dan menunduk. tangan Rey punmerangkul Clara. Ia tahu gadis itu bingung. Tiba -tiba Nita pun etrtawa keras dan terbahak -bahak. Ia ingat ucapannya sore kemarin dan tertnyata terbukti. Entah ini halusinasi atau memang takdir, tapi semuanya terasa sangat cepat sekali. "Kenapa loe, Nit? Lupa minum obat?" tanya Clara bingung. Suara tawa keras itu sama seklai tak berhenti. "Ya ampun. Ini karma loe," jawab Nita masih tertawa keras. Clara pun merogoh ke dalam tas dan emngmbil anak kunci kamarnya dan meninggalkan Nita begitu saja. "Masuk Pak," tawar Clara dnegan cepat. Ia biarkan sahabatnya itu tertawa sepuasnya di depan kamar. Setelah Rey masuk, Clara menutup kamarnya kembali dan menguncinya. "Kok di tutup? Nanti jadi fitnah," ucap Rey pelan yang kemudian duduk di kursi blajar milik Clara. "Bapak takut? Sama fitnah?" tanya Clara pelan. Clara meleaskn jaketnya dan berjalan ke dapur untuk membuatkan minuman hangat. Dua gelas cokelat hangat dan di letakkan di meja serta satu tople kue sus kering rasa keu kesukaannya. "Makasih,' ucap Rey pelan. Tubuh harum Clara sudah jelas terekam di memorinya. Tak hanya itu ia tersenyum saat melihat d**a Clara yang merekam jejak merah atas perbuatannya. "Kok malah melamun? Di minum Pak," ucap Clara sambil meneguk cokelat hangatnya dan mengangka kakinya ke atas kasur empuknya. Suara tawa Nita masih terdengar di depan dan blum juga berhenti. 'Karma ...' batin Clara di dalam hatinya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN