Bab 15: Kemarahan

1040 Kata
*** "Ini tidak benar, Ma!" tegas Randy saat membaca salah satu artikel tentangnya. Dalam artikel-artikel yang beredar di internet disebutkan kalau Randy dan keluarganya memanfaatkan kekayaan Harold. Ketika mereka berkonflik dengan Harold, mereka tidak mengundang pria itu hadir di acara pernikahan Randy. Berita itu memang benar adanya. Akan tetapi, Randy tidak bisa menerima semua itu. "Bagaimana bisa Harold melakukan ini kepada kita?" tanya Randy tidak percaya. Nada bicara pria itu mengisyaratkan kekesalan yang sangat dalam. Tangan pria itu mengepal kuat. Wajahnya merah padam. Kemarahan di wajah itu jelas terlihat. Dia tidak terima berita tidak baik tentangnya diketahui banyak publik. Nama Harold selalu membuatnya emosi. Tempo hari ada satu artikel buruk tentang Randy. Namun, itu masih bisa dimaafkan karena artikel tersebut susah lenyap atas bantuan Azzam. Anehnya, beberapa hari berikutnya. Tepat saat Randy melangsungkan acara pernikahan. Artikel buruk tentang pria itu malah semakin banyak. Menjamur di internet. Semakin lama semakin banyak. Beritanya sudah tidak terkendali. Sudah ada di mana-mana. Menjadi perbincangan hangat di segala penjuru media sosial. "Harold sudah klarifikasi di akun media sosialnya, Randy. Serangan kepada keluarga kita pun sudah berkurang. Kamu jangan memutuskan sesuatu yang gegabah. Seharusnya sudah tidak perlu diperdebatkan. Harold sudah bertanggung jawab." Rina berusaha meredam amarah yang diluapkan oleh putranya. Bagaimana pun, ia sangat paham bagaimana keadaan berhasil menghancurkan ketenangan keluarga yang terjalin baik. "Enggak bisa, Ma!" ungkap Randy tajam. Kali ini, ia tidak mau kalah. Jika Harold berani menghancurkannya secara terang-terangan maka Randy pun bisa menghancurkan pria itu. Menghancurkan hidup seseorang bukanlah sesuatu yang sulit bagi Randy. "Sudahlah, Nak. Orang tua Harold pun sudah minta maaf. Harold juga terjun langsung ke media meluruskan kesalahpahaman ini." Setelah melakukan klarifikasi melalui dunia maya, Harold bersama manajemennya pun melakukan klarifikasi secara langsung, dengan mengundang media-media ternama. Harold sudah berusaha keras untuk bertanggung jawab atas permasalahan itu. Dia mencoba memperbaiki keadaan yang ada. Hanya saja, Randy tetap tidak terima. Dia bersikukuh ingin membalas perbuatan Harold kepadanya. Pria itu curiga bahwa Harold sengaja menyebarkan berita tidak baik tentangnya demi popularitas. Seperti yang dilakukan oleh selebriti-selebriti tanpa bakat di luar sana. Harold hanya mencari simpati dari penggemarnya. Bagi Randy, ini semua hanyalah 'gimmick' yang dilakukan oleh Harold. Hanya agar penggemar semakin memuja dirinya. "Harold harus mendapatkan balasannya, Ma. Dia tidak layak diberi hati. Kalau perlu kita pisahkan dia dari Khadija!" Lagi-lagi Randy mengucapkan kalimat tajam miliknya. Sampai kapan pun Randy merasa bahwa Harold harus mendapatkan balasan setimpal atas perbuatan pria itu. Perbuatan yang mencemarkan nama baik keluarga Khadija. Terutama nama baik Randy. "Astagfirullah hal azim. Istighfar, Nak. Sekali pun Harold membuat sebuah kesalahan. Kita tidak berhak mengurusi kehidupan rumah tangganya. Baik buruk Harold, ia tetaplah suami sah Khadija. Sudah kewajiban adikmu untuk setia kepada dirinya." Seratus kali Randy ingin melayangkan balasan maka seratus kali pula Rina menentang perbuatan buruk putranya. Jika pun ada masalah besar yang terjadi antara keluarganya dan Harold. Rina tetap berpikir untuk tidak menghancurkan rumah tangga anaknya. "Beginilah susahnya. Mama terlalu memanjakan menantu mama yang satu itu sehingga lupa siapa anak mama yang sebenarnya." Rina menggeleng keras karena tidak setuju dengan pendapat putranya. Matanya berkaca-kaca walaupun ia sama sekali tidak menangis. Kesedihan tetap ia rasakan. Hatinya terluka. Hanya hati itu yang tahu betapa besar luka hati seorang ibu ketika anak tidak mempercayainya. "Harold sudah mencemarkan nama baik keluarga kita. Apakah kita pantas memberikannya perhatian?" Randy tak berhenti mengoceh. Seakan-akan balas dendam adalah satu-satunya cara yang bisa ia lakukan saat ini. "Randy." Rina hanya bisa memanggil nama putranya. Berharap Randy mau mengerti situasi yang sedang mereka hadapi sekarang ini. Pada hakikatnya, hanya itu yang bisa mereka lakukan. "Sudahlah, Ma. Aku lelah berbicara dengan mama. Mama tidak pernah mendukung anak sendiri." Randy merasa kecewa. Dia sama sekali tidak percaya ibunya malah membela Harold. Berusaha meyakinkan Randy kalau Harold tidak salah apa-apa. Padahal, bagi Randy semua kesalahan ini bermula dari Harold. Randy meninggalkan ibunya yang masih ingin menasihati. Bicara dengan sang ibu hanya akan membuat suasana hati Randy menjadi tidak baik. Di ruang tengah rumahnya, Rina mengusap wajahnya lembut. Dia benar-benar terpukul dengan keadaan yang menimpa dirinya dan keluarga. Kata-kata Randy membuatnya tidak tenang. Bagaimana cara menasihati anak itu. Rina nyaris menyerah. Rina tidak habis pikir Randy menyimpan dendam begitu dalam pada Harold. Sementara Harold sudah mencoba memperbaiki keadaan. Mengapa Randy sangat sulit membuka dirinya pada orang lain? Membuka hatinya untuk memaafkan? Rina masih sulit memahami putranya. "Mama... Ada apa, Ma?" Khadija baru saja sampai di rumah ibunya. Di luar ia mengucapkan salam. Namun, tidak ada seorang pun yang menjawab. Khadija yang baru sampai pun terkesiap ketika menyaksikan ibunya tampak frustrasi karena sesuatu. Dengan langkah cepat, Khadija mengambil duduk di samping ibunya. Dia mengelus punggung ibunya sebagai tanda pedulinya kepada sang ibu. Dia adalah wanita yang taat pada ibunya. Dia tak akan biarkan air mata ibunya jatuh. Sejak remaja, Khadija dibekali dengan ilmu agama yang baik. Dia paham betul bagaimana caranya memperlakukan orang tua dengan baik. "Abangmu, Nak. Dia benar-benar membenci suamimu. Permasalahan yang terjadi belakangan ini semakin menumbuhkan kebencian di hatinya." Rina memegang tangan putrinya kuat. Dia tahu bahwa berat bagi Khadija menjadi penengah dalam perseteruan antara Harold dan Randy. Khadija harus memilih. Namun, ia tidak bisa memilih dengan benar. Randy dulunya menjadi penyemangat bagi Khadija. Abang yang supportif, selalu mendukung apapun yang ingin dilakukan Khadija. Lalu Harold, ialah pria yang mencintai Khadija lebih yang ia harapkan. Sangat sulit bagi Khadija berada di tengah-tengah keadaan seperti itu. "Kamu kuat ya, Nak. Ini akan sangat berat untuk kamu lalui. Terlebih, Harold adalah suamimu. Akan banyak desas-desus tidak baik yang datang silih berganti." Khadija sangat paham dengan situasi itu. Harold adalah seorang bintang. Permasalahan pria itu akan menjadi permasalahan publik. Hal-hal yang sebenarnya kecil bisa menjadi besar hanya dalam hitungan detik saja. Khadija hanya perlu bijak setiap kali menemukan masalah suaminya. "Iya, Ma. Aku pasti kuat. Mama tidak perlu mencemaskan aku ya," bisik Khadija. Wanita itu menampakkan senyuman hangat agar ibunya merasa lebih tenang. Dia menyembunyikan perasaan gamang yang ia rasakan. Dia harus kuat, memang harus kuat demi kelangsungan kehidupan keluarganya tetap harmonis. "Tetaplah pertahankan rumah tanggamu dengan Harold apapun yang terjadi. Ini akan menjadi cobaan bagi dirimu," bisik Rina. "Iya, Ma." Ini adalah pesan ibunya. Khadija tidak tahu seperti apa peristiwa di masa depan. Dia hanya meyakini kalau semua yang terjadi pada dirinya dan Harold adalah takdir baik. . Instagram: Sastrabisu
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN