PROLOG
“Sampai kapan kamu ingin mempertahankan ideologi bodohmu itu?” Suara seorang wanita terdengar dari dalam ponsel. Ada ekspresi kekesalan di nada suaranya.
Ketikan jari pada keyboard terhenti. Helena sudah tidak ada niatan untuk melanjutkan episode terbaru dari novelnya kala sang editor mulai mengomel, “Lea, aku hanya ingin menciptakan karya yang aku cintai. Bukan karya yang memenuhi keinginan pembaca.”
Helena Orszebet merupakan seorang penulis n****+ fantasi dan misteri pada suatu situs n****+ online berbayar, setidaknya dia sudah menerbitkan lebih dari sepuluh n****+ yang memiliki jumlah kata lebih dari dua ratus ribu di setiap novelnya. Integritas dirinya terhadap pekerjaan yang ia cintai itu begitu tinggi, sehingga tak pernah sehari pun dia merasa bosan untuk menulis dan mencetuskan berbagai macam alur tragedi didalam otaknya.
Namun, meski telah menekuni pekerjaan sebagai penulis selama lima tahun. Novelnya tidak pernah menarik perhatian para pembaca, paling – paling jumlah pembaca hanya menginjak angka sepuluh ribu dan sisanya bahkan ada yang hanya ratusan pembaca.
Penulis yang seperti ini, sungguh merugikan pihak perusahaan. Apalagi nama editor yang menaungi Helena akan meninggalkan kesan buruk dihadapan editor lain. Memiliki seorang penulis yang tidak menarik minat pembaca hanyalah sebuah aib bagi para editor.
Karena itulah, kini Lea sudah mulai habis kesabaran untuk meladeni ideologi memuakan milik Helena, “Bila kamu terus seperti ini, apa kamu pikir perusahaan akan mempertahankanmu? Mungkin saja besok kau akan didepak. Atau mungkin juga hari ini! Sangat jarang yang membeli ceritamu, sehingga membuat perusahaan sangat rugi karena telah memberimu gaji!”
Lea mengomel begitu panjang, bahkan sampai membuat telinga Helena berdengung, “Tenanglah, Lea. Suatu saat aku akan terkenal, mereka hanya tidak mampu menilai karya yang bernilai tinggi.”
“Siapa yang perduli dengan karya bernilai tinggi bila tidak bisa mendapatkan pembaca! Perusahaan lebih memilih karya yang diminati oleh banyak orang meskipun itu hanyalah sebuah sampah sekalipun!”
Helena lantas terdiam. Manik hazelnya menatap ke arah layar komputer yang berkedip, memandang untaian kalimat panjang yang telah ia tulis sebelumnya. Setiap paragraf ditulis menggunakan bahasa yang indah, serta ditulis dengan tatanan bahasa yang rapih. Bila Helena membandingkan karya tulisannya dengan orang lain, dia merasa bahwa novelnya tidaklah buruk.
Dan memang seperti itu kenyataannya. n****+ yang ia tulis terlampau bagus, bahkan para pembacanya selalu berkata, ‘Ini adalah karya agung. Tidak pernah aku melihat tulisan seindah ini pada n****+ lain.’
‘Karya seindah ini, mengapa tidak ada yang membaca?’
Helena pun juga mempertanyakan hal yang sama seperti para pembacanya. Dia lantas mengetikkan situs n****+ tempat ia bekerja di pencarian internet, dan menggulir layar untuk melihat karya – karya n****+ yang tertera didalam peringkat atas.
“Mulai hari ini, jangan mengirimkan naskah n****+ fantasi ataupun misteri penuh tragedimu itu kepadaku.” Kata Lea, membuat gerakan jari tangan Helena pada peranti penunjuk terhenti.
“Mengapa?”
Suara erangan frustasi terdengar dari seberang telepon, “Karena alur penuh tragedi itu tidak bisa menarik pembaca!”
“Tapi, aku ti—”
“Helena Orszebet, aku sangat serius kali ini. Perusahaan telah berulang kali melihat karyamu yang tidak membuahkan hasil, bila bukan karena aku yang memohon kepada atasan untuk memberimu kesempatan, maka kamu sudah didepak sejak lama.”
Helena tidak menjawab. Mungkin dia juga merasa bingung harus berkata apa. Kalimat yang diungkapkan oleh Lea merupakan suatu kebenaran, tidak ditambah atau dikurangi. Helena tahu betul bagaimana perjuangan Lea untuk mempertahankan Helena selama ini. Dan sejujurnya, sang penulis fantasi itu kerap kali merasa bersalah kepada Lea, karena tidak bisa membuat namanya melambung ke peringkat teratas selama lima tahun.
“Helen, tetap mempertahankan sesuatu yang tidak membuahkan hasil hanya akan membuat hidupmu menderita. Kumohon, buanglah ideologi tidak bergunamu sekali saja.” Suara Lea mulai melembut, bagaimanapun juga, Lea sudah menganggap Helena seperti adik asuhnya.
Helena menyandarkan punggung pada sandaran kursi, ia menghela nafas sejenak kemudian berkata, “Baiklah, hanya satu kali.”
“Bila seandainya n****+ bertemakan cinta yang kubuat ini juga kunjung tak membuahkan hasil, maka jangan memaksaku untuk membuat n****+ seperti ini lagi.” Lanjut Helena. Menyerah atas pendiriannya yang memang sudah ditentang oleh Lea sejak awal.
Lea seolah tengah mendapatkan cahaya ilahi dari surga tatkala mendengar ucapan Helena, “Iya! Iya! Aku mengerti. Setelah ini, aku tidak akan memaksamu lagi.”
“Minggu depan, aku akan mengirimkan naskah awalku kepadamu.”
Panggilan kemudian Helena matikan. Sejujurnya, membuat n****+ dengan alur yang sangat bertolak belakang dengan n****+ yang biasa ia buat itu cukup menyulitkannya. Kisah yang biasa dikembangkan oleh Helena, selalu bertemakan tragedi yang begitu pilu dan gelap, dimana sangat jarang tokoh utamanya mendapatkan kebahagiaan di sepanjang cerita.
Dan kini, dia malah harus membuat sebuah kisah yang di penuhi oleh bunga dan kemanisan pada setiap guratan paragrafnya. Sebuah karya yang tidak berat, dan mudah untuk dicerna oleh para pembaca.
Tapi, bila memang sebuah karya sampah akan membuat Lea merasa senang. Maka, Helena akan berupaya untuk membuat karya sesampah mungkin, dan membungkam mulut Lea dalam waktu yang lama.
Jari – jemari lantas berlayar di atas keyboard. Mengetik dengan cepat dan tanpa memikirkan banyak hal, Helena hanya menuliskan berbagai alur klasik yang selalu ia lihat dalam drama opera sabun biasa.
Tentang seorang wanita bangsawan pesakitan yang tidak memiliki keahlian apapun. Wanita ini hanya bisa membuat dirinya dalam kesulitan dan menyusahkan tokoh utama pria yang akan selalu menyelamatkannya dari marah bahaya.
Setiap alur di tulis dengan bahasa yang ringan, sangat berbeda dengan tulisan Helena yang biasanya. Uraian kata cinta yang klise ditambahkan dimana – mana. Tokoh wanita setiap harinya hanya akan mendambakan cinta, dan melupakan banyak hal. Sedangkan, sang pangeran bekerja keras setiap hari agar bisa menjadi Raja yang baik dikemudian hari.
Sungguh kisah klasik yang membuat Helena hampir muntah darah.
Hanya satu kali
Helena berulang kali memutarkan kalimat itu didalam benaknya. Hanya satu kali, dan setelah itu dia tidak akan pernah menyiksa dirinya seperti ini lagi.
Namun, Helena tidak pernah tahu, bila n****+ sampah yang selalu ia hina didalam hatinya itu akan memutar kehidupannya begitu drastis. Mengantarkannya kedalam sebuah kehidupan lain yang tidak bisa dimasukan kedalam akal pikiran.
•••
TBC
26 Oktober 2020