Ninik keluar dari kamar mandi dengan raut tetap merengut. Masam. Dia mengerling tajam padaku yang masih menunggu di depan pintu. Tatapannya menebar aura tidak suka. Aku membalas kerlingannya berani, menantang tatapnya dengan kening berkerut, tetapi bibir terkekeh geli. Entah mengapa sikapnya itu terlihat lucu bagiku. Kenapa dia jadi sewot sendiri? Seperti dongkol dan tidak suka padaku. Bukankah dia yang datang untuk merebut sesuatu dariku. Seharusnya aku yang sewot. Aku yang dongkol karena aku yang dirugikan. Aku menggeleng-geleng kecil sambil melangkah masuk ke kamar mandi. Memang dalam hidup ini, siapa yang bermain api, dia yang kepanasan. Ninik telah bermain api dengan berani datang ke dalam rumah tanggaku, maka dia akan merasakan panasnya. Akan sakit sendiri. Tidak ada kesejuka