Setiap senin pagi Ryandra akan berkumpul dengan kelima anak buahnya. Mereka akan duduk bersama mengelilingi satu meja meeting yang berada di dalam ruangan Ryandra dengan durasi setidaknya setengah jam. Senin ini pun berjalan seperti senin-sening lainnya. Para cungpret business analyst memberikan update progres pekerjaan mereka namun hingga kelimanya selesai, Ryandra tidak membubarkan meeting singkat ini.
“Kita semua tau kalau Algantara semakin besar. Belakangan ini kita berkembang pesat dan semakin banyak yang harus kita kerjakan. Saya rasa sudah waktunya kita menambah anggota team. Terakhir Keyra yang masuk ke dalam team ini dan itu pun sepertinya sudah hampir dua tahun yang lalu. Saya sadar kalian semua juga sudah overload maka dari itu saya sudah mempersiapkan lima anggota baru di divisi kita dan masing-masing lini akan bertambah satu anggota. Saya ingin setiap lini memiliki team yang kompak jadi saya harap kalian bisa membantu anggota-anggota baru kita dalam beradaptasi.”
Kelima anak buah Ryandra pun kaget mendengar pengumuman bosnya itu. Kelimanya berpandangan sesaat sebelum Bayu memecah keheningan. “Lima orang itu sudah ada apa masih dicari, Ndra?”
“Udah ada. Lagi proses signing sama HR. Awal bulan nanti mereka semua join,” jawab Ryandra enteng.
Bayu pun mengangguk menanggapi jawaban bosnya itu.
“Ada lagi yang mau tanyain?” Ryandra melihat kelima anak buahnya menggelengkan kepalanya lalu pandangan Ryandra jatuh pada Keyra dan Emily. “Ah, ya. Keyra sama Emily minggu depan ikut training ya. Ada training bagus yang relevan sama lini kalian. Ikut supaya makin up to date.”
Keyra dan Emily saling berpandangan sesaat hingga Emily membuka suara bertanya. “Training dimana, Pak?”
Ryandra membuka laptopnya sambil menjawab, “Keyra di Bandung, Kamu ke Bali. Detailnya nanti bisa kalian cek di email kalian masing-masing.”
Keyra dan Emily menghela nafas panjang. “Baik, Pak.”
Kelima anak buah Ryandra itu pun keluar dari ruangan bosnya menuju meja kerja mereka masing-masing. Langit yang sudah duduk lebih dulu mendesah sambil memandangi sekelilingnya. “Ruangan ini saja rasanya sempit mau tambah lima orang lagi. Sesek rasanya.”
Emily mengangguk membenarkan ucapan Langit.
“Dari pada lo mikirin ruangan mending mikirin kabar laporan lo sebelom diminta sama Ryandra, Lang.” Bayu mengingatkan Langit akan hal yang lebih genting.
Keyra memandang Langit yang terlihat santai. “Bau-baunya sudah beres ya kerjaan lo, Mas?”
Langit mengangguk jemawa. “Gue yakin aman kali ini.”
Keempat temannya yang lain memutar bola mata mereka mendengar nada penuh percaya diri yang Langit keluarkan. “Ati-ati, Mas. Si bos itu diluar prediksi BMKG.” Keyra memperingatkan Langit.
Langit mengangguk santai. “Bener tapi gue yakin kali ini lolos.”
“Dia emang sering lolos sama si bos kan, Key. Mining itu spesialisasi dia. Udah mending lo fokus sama tugas lo. Jangan sampe laporan lo di coret-coret lagi sama si bos.” Emily menimpali.
Keyra memasang muka memelas mendengar ucapan terakhir Emily. “Tapi lo gak penasaran Mbak sama bakal anak baru di team kita?”
“Penasaran tapi gue kan gak bisa langsung tau juga. Mesti nunggu awal bulan kan?”
Bayu berdecak. “Ah, gak seru lo, Em. Masa lo gak ngerti masud si Keyra sih? kali lo denger-denger soal anak baru dari si Mas Lukman. Lo sama Mas Lukman lagi deket kan?” Bayu menaikturunkan alisnya di akhir kalimat.
"Kepo deh lo, Mas.”
Bayu terkekeh mendengar jawaban ketus yang Emily berikan. “Langgeng-langgeng, Em. Biar lo cepet nyusul nikah.”
“Duileh yang udah nikah. Perlu banget lo bahas soal nikah sekarang Mas?” tanya Keyra dengan nada sinis.
Bayu bersedekap memandang Keyra. “Lo juga, Key. Jangan kebanyakan lembur. Gimana lo mau ketemu jodoh kalo lo ketemunya sama laporan mulu tiap hari. Nikahan gue kemaren aja lo masih dateng sendirian.”
Keyra membulatkan matanya mendengar ucapan Bayu. “Perlu banget lo perjelas soal status jomblo gue, Mas?”
Bayu terkekeh membuat Keyra dengan spontan melemparkan pulpen yang sedang ia pegang. Kekehan Bayu pun berhenti ketika kepala Ryandra muncul dari celah pintu ruang kerjanya yang terbuka. “Bay, laporan analisa rebranding hotel kemarin lima belas menit lagi kita bahas ya.”
Wajah Bayu pias mendengar ucapan Ryandra. Bayu pun langsung panik membuka laptopnya membuat keempat temannya yang lain menertawakannya.
“Mampus lo, Mas! Kena azab lo!” Keyra menertawakan Bayu yang sedang panik.
Bayu mengumpat dan mulai sibuk dengan laptopnya sementara teman-temannya yang lain menggelengkan kepala melihat tingkah Bayu. Keyra sendiri kembali fokus pada laptopnya, membuka file proposal yang sedang ia kerjakan hingga perhatiannya teralihkan karena ponselnya yang tiba-tiba bergetar. Sebuah pesan masuk.
Ra, revisian proposal kamu kemarin mana?
Keyra mendengus membaca pesan yang bosnya kirim itu. File yang bosnya tanya itu sudah ia kirim tadi pagi. Keyra berdecak kesal sambil membalas pesan Ryandra dengan penuh emosi.
Sudah saya kirim tadi pagi, Pak. Sudah liat email belum?
Tidak menunggu lama kemudian pesan balasan lain datang.
Sudah. Kamu yakin ini sudah kamu perbaiki?
Dengan kecepatan super, Keyra mengecek kembali file yang ia kirim pada Ryandra melalui email. Keyra mengecek isi dokumen tersebut dan benar, dokumen yang ia kirim adalah dokumen yang sudah ia perbaiki sesuai permintaan bosnya.
Sudah diperbaiki kok. Pasti bapak cek dokumen yang salah.
Tidak perlu lama menunggu, balasan dari Ryandra pun langsung masuk ke dalam ponselnya.
Ke ruangan saya.
Keyra masuk ke dalam ruangan Ryandra sambil membawa dokumen yang Ryandra coret-coret sebagai bukti bahwa ia sudah memperbaiki laporannya sesuai dengan permintaan pria itu. Keyra masuk dan duduk di depan Ryandra setelah menyodorkan dokumen yang ia bawa. Ryandra pun memeriksa ulang dan dengan santainya berkata, “Ah, sepertinya saya menemukan kesalahan baru yang perlu kamu revisi, Ra.”
Keyra membulatkan matanya kemudian memandang Ryandra dengan pandangan penuh permusuhan. “Apa lagi yang perlu saya revisi?!”
Ryandra bersandar di kursi kebesarannya memandang Keyra.
Sementara Keyra sendiri bersumpah akan mengeluarkan lahar api kemarahannya jika Ryandra memintanya merevisi bagian yang tidak substansial dalam laporan itu.
“Revisi bagian grafiknya. Penjelasan bagian tren pasarnya tambah sedikit lagi. Submit nanti sore,” kata Ryandra.
“Apa?” Keyra perlu memastikan bahwa telinganya tidak salah dengar.
“Revisi bagian grafiknya aja, Rara. Nanti sore kita submit,” ulang Ryandra sambil fokus kembali pada laptopnya.
Wajah Keyra berubah menjadi sumeringah dalam sekejap setelah mendengar ucapan bosnya. Satu pekerjaannya selesai dan artinya alasan lemburnya berkurang satu untuk malam ini. “Baik, Pak.”
“Kerjakan sana.”
Keyra mengangguk dan secepat kilat melenggang pergi keluar dari ruangan Ryandra karena takut bosnya itu berubah pikiran.