Part 22

1700 Kata
Meski waktu car free day akan segera selesai. Kelima orang itu tetap memutuskan untuk mencari target di daerah sana saja. Mengingat kondisi dan suasana di daerah monas dan sekitarnya masih terbilang sangat ramai, saking banyaknya masa yang lebih memilih untuk menghabiskan hari libur mereka dengan ber – car free day bersama keluarga, atau sanak saudara, teman, sahabat, atau bahkan mungkin pasangan. Selama berjalan di belakang ketiga gadis itu, Leo tak hentinya merapalkan doa dalam hati. Berharap agar Luna tak sembarangan dalam memilih target. Dan yang terpenting menurutnya, semoga dia tidak dipermalukan habis - habisan oleh gadis tomboy tapi menawan itu. Tapi harapan menurutnya hanya sekedar harapan. Leo sadar diri bahwa harapannya itu terbilang sangat tinggi. Mengingat Luna, dapat ia pastikan saat mengajukan persyaratan tadi, tentunya tidak memikirkan nasibnya. Tujuannya pasti untuk membuatnya malu dan menderita kan? Sudah bisa Leo tebak! Namun Leo sangat berharap, semoga saja dalam pelaksanaannya Luna mendapatkan hidayah. Hatinya berubah baik kepadanya. Dan berujung kepada ia yang dibebaskan tanpa syarat oleh gadis itu. Tapi akankah harapannya itu akan berubah menjadi kenyataan? “Bro.. Bro Rayhan!” ucap Leo pelan memanggil Rayhan yang berada di sebelah kanannya agar menoleh ke arahnya. Rayhan, saat mendengar namanya dipanggil oleh Leo tentunya ia langsung menoleh. Dengan salah satu alis yang terangkat ke atas, Rayhan bertanya. “Ada apa?” “Doain aku dong Pak ustadz! Aku takut si gadis tomboy itu ngadi - ngadi. Ntar dia milih targetnya yang aneh - aneh lagi. Udah mana ini tempat umum! Ah, apes banget sih gue!” “Saya bukan Pak ustadz!” ucap Rayhan yang disertai dengan beberapa kata penekanan. “Iya, iya. Doain aku dong, Bro. Aku udah frustasi banget lho ini. Mau ditaro di mana wajah gantengku ini kalo sampai orang - orang tau? Kalau sampe seisi kampus tau, para gadis gebetan aku tau, dan orang tua aku tau? Bisa - bisa aku mutusin buat ngurung diri di kamar gara - gara malu,” ucap Leo yang sesekali mengusapkan tangannya ke wajah sebanyak beberapa kali. “Kamu lebay banget sih! Iya saya doain. Semoga kamu kuat ya.. dalam menjalaninya..” “Lho? Kok kamu doainnya gitu sih, Ray? Bukannya supaya nggak jadi? Supaya si gadis tomboy itu ngebatalin persyaratannya?” Rayhan berlaga seperti sedang berpikir keras sembari terus berjalan. Kemudian kembali menolehkan wajahnya ke arah Leo. “Gimana ya, Bro? Kayaknya berat banget sih. Keputusan si Luna udah mateng pake banget! Jadi kayaknya bakal susah pake banget buat diganggu gugat. Jadi ya saya cuma bisa bantu doain kamu, supaya kamu kuat buat ngejalaninnya. Hehe. Satu lagi. Semoga kamu bisa bermuka tebal, ya?! Karena saya sendiri nggak bisa ngebayangin bagaimana jadinya kalo saya harus ngegombalin laki - laki. Nggak main - main, jumlahnya sepuluh lagi! Ditambah kalo pilihan si Luna, kayaknya nggak mungkin pilihan yang baik sih. Bener kata kamu tadi. Bisa - bisa saya mengurung diri di kamar selama satu tahun saking malunya. Hehe. Pokoknya saya doain supaya kamu kuat dan bermuka tebal setelah itu, ” ucap Rayhan yang diakhiri dengan cengiran khasnya. “Sialan lo, Ray! Kok aku jadi makin takut ya?” “Wkwk. Duh itu mulut! Pokoknya saya doain yang baik - baik deh. Yang terbaik buat kamu.” Luna yang menghentikan langkah kakinya tanpa aba - aba, membuat Leo yang berjalan di belakangnya tanpa sengaja menabrak bagian belakang tubuhnya. Membuah Luna mengaduh dengan nada dan raut wajah kesal karena kaget dan kesakitan. “Aduh, sakit tau!” Luna mengaduh seraya mengusap - usap punggungnya. “kalo jalan tuh pake mata, hey! Kok bisa - bisanya nabrak punggung aku!” lanjutnya lagi seraya menatap kesal ke arah Leo yang kini sedang mengusap - usap keningnya. “Aku juga ngerasa sakit tau! Bukan kamu doang! Lagian kamu kalau jalan yang bener dong! Tiba - tiba berhenti ngedadak kayak gitu. Ya bikin yang di belakang nabrak lah!” “Idih! Situ yang salah kok malah balik nyalahin sih? Nggak jelas banget! Ya kalau kamu liatnya fokus ke depan, kamu harusnya ikut berhenti kalau orang depan kamu berhenti. Ibarat kita lagi berkendara di jalan raya, mobil depan kamu berhenti mendadak kan pastinya bukan tanpa alasan tuh. Pasti ada sesuatu yang terjadi. Nah mobil yang berada di belakangnya harus fokus dong nyetirnya. Kalau mobil depan ngerem mendadak ya ikutan ngerem bukannya tetep jalan. Jadi kalau mobil belakang asyik ngobrol dan berujung nggak fokus sama jalan di depannya, terus nabrak, menurut kamu siapa yang salah?” tanya Luna seraya menatap kesal ke arah Leo. “Ya tetep kamulah!” Luna yang mendengar jawaban yakin dan penuh percaya diri itu hanya bisa menghela napas kasar kemudian mengusap wajahnya dengan gerak lambat. “Udahlah lupain aja! Capek aku ngeladeninnya. Sampe mulut berbusa pun aku coba buat jelasin, kalo kamunya emang maunya menang sendiri kamu nggak akan sadar kalau dalam kasus ini kamu yang salah. Sekarang kamu liat ke depan! Di depan toko itu ada Bapak - Bapak yang kayaknya lagi nunggu seseorang, atau justru lagi jaga toko ya? Ah masa bodoh! Kamu temenin bentar gih supaya dia nggak kesepian. Kamu gombalin! Gombalinnya gombalin yang bener lho ya? Yang bikin baper! Ngegombal layaknya kamu ngegombalin perempuan - perempuan cantik seperti biasanya.” “Seriusan kamu maunya yang itu? Yang lain aja deh. Bapak - Bapak itu kayaknya bukan orang sembarangan deh. Dia kayaknya seorang bodyguard! Serem ah!” ucap Leo, menolak pilihan yang Luna ajukan seraya bergidik ngeri saat terbayang bagaimana jadinya jika ia betul - betul menggombali Bapak - Bapak yang ia tebak merupakan seorang bodyguard itu. “Nggak mau tau! Aku maunya yang itu! Udah sana pergi!” Luna berucap seraya mendorong pelan tubuh Leo ke arah di mana Bapak - Bapak itu berada. “Beneran nih? Harus dia banget targetnya?” “Ya ampun.. iya bener. Udah sana samperin! Keburu Bapaknya pergi nanti.” Luna kembali mendorong pelan tubuh Leo agar segera memulai aksinya. “Udah sana! Bismillah. Kita semua bantu doa semoga Allah lancarkan.” Rayhan berucap seraya menepuk pelan pundak Leo. “Iya.. buru gih sana! Aku udah nggak sabar nih,” Ucap Ana seraya tersenyum kecil ke arah Leo. “Semangat, Leo.. kamu pasti bisa!” Clarissa berucap seraya mengangkat kepalan tangannya ke hadapannya. Nyatanya tak hanya Luna yang meminta Leo untuk segera menjalankan aksi yang ia perintahkan. Tapi begitu juga Rayhan, Ana, dan juga Clarissa yang bahkan memberinya semangat dengan begitu antusias di tempatnya berdiri. Maka di sini lah Leo sekarang. Di samping kanan Bapak - Bapak itu. Berdiri dengan kedua kaki yang terasa sedikit bergetar. Dengan lidah yang entah kenapa mendadak kelu saat hendak mulai berbicara. “Halo, Bang!” ucap Leo yang pada akhirnya mulai menyapa Bapak - Bapak itu untuk memulai aksinya. Yang hanya dijawab dengan anggukan kepala saja. “Aduh! Gimana ini? Si Bapaknya kok jutek amat. Kayaknya galak nih!” tebak Leo dalam hati, seraya melirik takut ke arah Bapak - Bapak itu. “Mmm, Abang bawa korek nggak, Bang?” Leo betul - betul memulai aksinya. Dengan sangat terpaksa, saat dilihatnya Luna memelototkan mata ke arahnya. Memaksanya agar segera menjalankan misinya. “Nggak.” “Buset dah! Si Abang sekalinya ngejawab singkat amat!” Leo kembali berucap dalam hati sebelum melanjutkan ucapannya. “Yah. Ya udah deh saya mau cari korek sebentar.” Hening.. Bapak - Bapak itu tak memberikan respon apa pun. Membuat Leo dengan amat sangat terpaksa kembali memulai obrolan. “Hmm, Abang nggak nanya sama saya, Bang? Kenapa saya nyari korek?” Mendengar pertanyaan yang baru saja Leo lontarkan, si Bapak itu menaikkan salah satu alisnya. Ia terlihat heran. Karena menurutnya, untuk apa juga ia harus menanyakan itu? Apa pedulinya? “Buat ngerokok?” Namun pada akhirnya si Bapak itu pun meladeninya juga. “Bukan. Saya bukan perokok, Bang.” Kembali. Si Bapak itu menaikkan salah satu alisnya karena bingung. Lantas untuk apa kalau bukan perokok? Dan si Bapak itu mulai berdiri dengan siaga. Saat terbersit dalam benaknya kalau bisa saja laki - laki asing di hadapannya ini mencari korek untuk membakar sesuatu. “Terus buat apa koreknya?” “Mmm, buat nyalain api cinta di antara kita berdua, Bang. Hehe.” Leo berucap dengan sesekali menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Mendengar itu, si Bapak tadi terlihat terkejut luar biasa. Ia bahkan mengedipkan matanya berkali - kali seakan sedang berusaha untuk mencerna kembali apa yang baru saja Leo katakan. “Oh ya, Bang. Saya sekarang lagi kuliah lho. Abang tau nggak saya kuliah di mana?” “Ini anak kenapa sih? Kok dari tadi omongannya aneh. Barusan lagi. Nanyain apa gue tau di mana tempat dia kuliah. Ya mana gue tau lah! Anak gue bukan. Sodara gue juga bukan,” ucap heran si Bapak tadi dalam hati. “Mana gue tau! Nggak ada urusan.” “Hehe. Iya juga sih, Bang. Ya pokoknya adalah di salah kampus hehe. Oh, ya. nanti kalau saya lulus, gelar saya itu SSMCSA lho, Bang. Keren kan?” “SSMCSA? Emang ada ya? Gue baru denger. Singkatan dari apa itu?” tanya si Bapak yang sudah mulai aktif merespon dikarenakan rasa penasarannya. “Ada, Bang. Artinya itu Saya Sudah Mulai Cinta Sama Abang!” ucap Leo dengan cepat dan dalam satu tarikan napas. Mendengar jawaban itu pada awalnya si Bapak hanya akan menganggukkan kepala karena akhirnya tahu arti dari gelar itu. Namun saat ia mencoba untuk mengingat ulang, kedua bola matanya langsung membulat sempurna. Kemudian menatap tajam ke arah Leo yang hanya bisa memamerkan deretan giginya yang rapi. Membuat si Bapak yang kini merasa terkejut, bingung, jijik, sekaligus kesal itu langsung mencopot sepatu pantofelnya dan berniat untuk memukulkannya ke arah Leo. Namun sayang. Ternyata gerak refleks laki - laki berusia dua puluh tahunan itu cukup baik. Saat ia menyadari gerak gerik mencurigakan si Bapak tadi, Leo langsung mengambil ancang - ancang untuk segera berlari menjauh dari jangkaunnya. Membuat si Bapak dengan raut wajah kesal langsung mengejar di belakangnya. “WOY! BERHENTI NGGAK LO! Gue bejek - bejek pake sepatu tau rasa lo!” teriak si Bapak tadi seraya terus berlari untuk menangkap Leo. “Aduh! Si Luna bener - bener deh. Baru satu target aja aku udah dapet anceman dari si Bapak tadi. Gimana jadinya kalau sepuluh? Pokoknya ini yang terakhir! Dan tunggu pembalasan dari aku!” dumel Leo di sela - sela aksi berlarinya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN