Aku membuang napas keras-keras, menyadari sedari tadi aku menahan napas hanya untuk mendengar jawaban ambigu Wynn. Jujur, aku bukan gadis yang terlalu pintar, jadi mereka salah orang jika mau mengajakku bermain tebak-tebakkan.
“Jangan menambah daftar pertanyaanku!” Suaraku meninggi dan aku tidak peduli.
“Tenanglah, Nona Shawn.” Elgan berujar. “Baik aku ataupun Wynn memang tidak tahu persisnya dunia ini untukmu. Anggap saja ini bagian lain dari Bumi, karena sepertinya Bumi terlihat cukup mirip dengan dunia kami.”
Pembicaraan mulai rumit dan terdengar konyol. Sedari tadi mereka menyuruhku menganggap segala hal seperti apa yang kupikirkan.
Sekarang aku mulai berpikir apakah lubang hitam itu adalah salah satu alat ajaib milik Doraemon? Baik, aku tahu. Kepalaku terlalu banyak dijejali film, anime, kartun dan n****+-n****+ fantasi.
Tapi bukankah ini memang terdengar tidak asing? Aku tidak akan terkejut kalau sekarang mereka memintaku membunuh makhluk semacam Voldemort.
“Baik, katakan saja kenapa aku bisa berada di sini!” bentakku, melupakan segala pelajaran tatakrama dan sopan santun di dalamnya.
Aku benar-benar kurangajar, mereka orang yang sudah menolongku dan usia mereka lebih tua dariku. Tapi saat ini aku nyaris tak memedulikan apa pun, aku terlalu panik untuk mengaplikasikan ketenangan dalam segala situasi.
Satu-satunya yang kupikirkan hanyalah bagaimana caraku untuk pulang dan lepas dari kejadian sinting yang nyaris konyol ini?
Wynn menampakkan raut tak suka, tapi sekali lagi, aku tak peduli. “Kau benar-benar payah dalam mengendalikan diri, aku heran kenapa dia memilihmu untuk tugas sebesar ini.”
Dengar? Tugas. Aku terjebak di dunia tanpa jalan keluar dan harus menjalankan tugas yang tiba-tiba dibebankan padaku.
Tolong beri tanda kutip, garis bawahi, pertebal dan miringkan kata tugas. Aku hanya perlu menanti penjelasan tentang masalah apa yang menimpa mereka dan siapa yang harus kubunuh kedepannya.
“Wynn!” Elgan membentak, mengingatkan pria itu hanya dengan tatapan mata.
Wynn membuang muka. Elgan mendesah lirih, lantas sepasang iris sehitam jelaganya kembali menatapku. “Kauingat makhluk berapi yang sebelumnya mengejarmu?”
Aku mengangguk, sisa bau busuk mereka yang tertinggal di badanku bahkan masih tercium walau samar.
“Mereka adalah Ors. Salah satu makhluk yang dikirim Dartagnan untuk membawa para Loyth kepadanya.”
“Loyth?” tanyaku ragu.
“Benar. Loyth adalah kata yang kami gunakan untuk menyebut sembilan belas anak yang telah dipilih untuk membantu kami menemukan kembali kota hilang, Erzsebet. Dan salah satu dari kesembilan belas anak itu adalah kau, Shuui Shawn.”
Kepalaku berdenyut-denyut sakit mendengarnya. “Erzsebet adalah kota hilang? Seperti Atlantis?”
Elgan tampak bingung. “Kami tidak tahu maksud pertanyaanmu.”
“Ah, lupakan saja,” ujarku cepat.
Yah, setidaknya aku tidak sendiri. Masih ada delapan belas anak lagi yang bernasib sama sepertiku. “Apa ada alasan kenapa Erzsebet bisa hilang dan perlu untuk ditemukan?”
Elgan tersenyum mendengar pertanyaanku, namun bukan senyum ramah yang seringkali dia tunjukan. Itu adalah jenis senyum miris penuh penyesalan yang menyimpan kepedihan. Oh, aku mulai puitis.
“Segala hal tentu memiliki alasan, Erzsebet tidak hilang dengan sendirinya. Dartagnan menyelimuti Erzsebet dengan sihirnya sehingga hanya dirinya dan orang-orang yang ia kehendaki yang bisa melihat kota itu.”
“Untuk apa dia melakukannya?” Serius, mendengar kata sihir membuatku penasaran. Meski seharusnya aku sudah menduga sejak awal bahwa dunia seperti ini tentu masih mengandung sihir di dalamnya.
“Tidak ada yang benar-benar mengetahui pikiran seorang antagonis, Shawn. Kecuali kau menjadi antagonis itu sendiri.” Elgan menatap dan bicara padaku seolah sedang mengajarkan satu ditambah satu sama dengan dua pada anak enam tahun. Dan untuk beberapa alasan, aku merasa terhina.
“Alasan kenapa Erzsebet perlu untuk ditemukan adalah karena kota itu merupakan pusat dari dunia kami. Ada sebuah tempat di Erzsebet yang konon menyimpan suatu peninggalan misterius dari peradaban sebelumnya. Kami menyimpulkan adanya kemungkinan Dartagnan menginginkan apa pun itu yang disebut-sebut mampu menghancurkan dunia kami tanpa sisa.”
“Dartagnan menyembunyikan Erzsebet untuk melenyapkan dunia kalian. Tapi apa untungnya bagi dia?” tanyaku, lebih kepada diri sendiri.
Aku lantas mendongak, kembali menyelami iris jelaga Elgan yang berpendar dalam cahaya temaram lampu minyak. “Siapa itu Dartagnan?”
Elgan terenyak, dalam sepersekian detik aku melihat kepedihan di wajahnya sebelum kembali pada ekspresi hangat yang biasa. Muncul dan hilang begitu cepat hingga aku berpikir mungkin saja itu hanya perasaanku.
Tapi aku merasa ada yang salah, pertanyaanku adalah pertanyaan umum yang akan ditanyakan siapa pun yang berada di posisiku. Jadi kenapa dia harus berekspresi seperti itu meskipun hanya sepersekian detik saja?
“Beberapa orang menyebutnya Pendatang, yang lain menyebutnya Keturunan Bangsa Kedua, sebagian lagi lebih memercayainya sebagai Penyihir. Dan ada juga yang menganggapnya berasal dari kaum Nomaden. Tidak ada yang tahu pasti siapa dia atau dari mana asalnya.”
Begitu. Musuh yang belum diketahui lengkap identitasnya rupanya.
“Jadi kenapa aku bisa dipilih? Aku tidak ingat punya keahlian mendeteksi kota yang hilang. Aku buta kompas, tidak mengerti arah, sering tersesat dan sama sekali tidak memiliki kemampuan apa pun selain berlari.”
“Sebenarnya berlari juga tidak masuk keahlianku,” tambahku kemudian.
“Itu yang menjadi pertanyaanku sedari tadi.” Ah, suara itu. Aku bahkan tidak ingat dia masih di sini. Seharusnya namanya sudah tercatat di Guinnes Book World of Record Award karena kehebatannya berkamuflase menjadi benda mati transparan yang tak kasat mata.
“Apa?” tantangnya ketika mendapati aku masih mendeliknya sebal.
Pandanganku kembali beralih pada Elgan yang sedang terkekeh—eh? Baiklah, ini bukan sesuatu yang besar. Hanya saja rasanya aneh mendapati orang yang kaukira tenang dan berwibawa terkekeh menggelikan di hadapanmu.
“Senior!” Wynn memberengut kesal, begitu pun denganku.
“Maaf.” Dia perlu beberapa detik untuk menetralkan dirinya. Saat dia mendongak, ekspresinya kembali seperti semula. Datar tapi terlihat hangat dan ramah.
“Dia pasti punya alasan sendiri untuk memilihmu. Karena seperti yang tadi kuka—”
“Tunggu,” selaku, “dia yang kalian maksud itu sebenarnya siapa?”
“Belum saatnya kau mendengar apa pun mengenainya. Aku yakin akan datang saat di mana dia menunjukkan dirinya sendiri di hadapanmu.”
Aku meringis. “Itu terdengar ... lumayan seram.”
Sepasang iris ruby Wynn menyipit, menganalisa setiap ekspresi yang kutunjukkan. “Belum apa-apa sudah ketakutan. Aku tidak akan heran jika Ors akan dengan mudah menemukanmu.”
Wynn. Dia tipe orang yang bisa dengan sangat mudah membuat orang lain kesal dan tidak tahu kapan saatnya untuk berhenti memperburuk situasi. Salah satu orang yang sebisa mungkin harus kuhindari.
“Ors bisa mendeteksi ketakutan?” tanyaku pada Elgan, berusaha mengabaikan eksistensi Wynn yang masih mengamati perubahan raut wajahku.
“Ya, karena itu sebisa mungkin kendalikan rasa takutmu. Rasa takut adalah makanan paling lezat bagi para Ors. Dartagnan menyuruh para Ors untuk memburu Loyth dan membawa mereka ke hadapannya, tapi pada dasarnya Ors adalah makhluk bebas yang tidak suka diperbudak. Mereka lebih suka bermain-main dengan mangsa mereka sebelum melahapnya.
“Banyak dari para Ors yang tidak mendengarkan perintah Dartagnan dan malah membawa mangsa mereka menuju kehidupan yang lebih buruk daripada kematian. Tapi tidak sedikit juga Ors yang tunduk di bawah perintahnya.”
Ah, makhluk aneh lain di bawah titah makhluk paling jahat. Aku jadi penasaran, kehidupan seperti apa yang sekiranya lebih buruk dari kematian?
“Erm, apakah para Loyth ini semuanya berasal dari, eh, tempat yang sama denganku?”
“Kurasa begitu.”
Wynn menggeliat, mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi, mulutnya menguap lebar dan aku merasa dia akan mengatakan sesuatu yang menjengkelkan.
“Bicara dengan bocah ini tidak akan pernah ada habisnya. Dia terlalu banyak bertanya, membuatku benar-benar mengantuk. Lanjutkan besok saja, Senior. Ini sudah sangat malam.”
Beri tepuk tangan untukku!
Elgan tersenyum miring pada Wynn, senyumnya berubah ramah saat berbalik padaku.
“Wynn benar, sudah sangat malam. Sebaiknya kita beristirahat. Dan aku rasa kita akan berada di sini dalam waktu yang cukup lama. Mungkin untuk beberapa hari kedepan. Perjalanan akan sangat berbahaya jadi aku harus memastikan kau mendapatkan pelatihan yang cukup.”
Aku mendapat firasat hidupku akan semakin sulit dari sini. []