Bersikap Normal

1135 Kata
Mataku bergerak untuk menatap sekeliling. Seorang dokter wanita yang biasa menangani keluargaku datang lalu segera membersihkan luka di kakiku. Ini menyakitkan tapi di saat yang bersamaan, dengan aroma darah yang terus tercium aku jadi merasa lebih baik. Dokter itu menatapku sekilas sebelum tersenyum dan kembali fokus pada luka di kakiku. Di kamarku hanya ada kami berdua karena sejak tadi dokter melihat gelagat aneh ketika keluargaku, oh entahlah aku harus menyebut apa karena ketika mengingat mereka aku kembali merasa ketakutan. Ini.. sungguh membuat aku bingung. Aku merasa ketakutan padahal aku berada di tempat paling aman yang pernah kumiliki. Beberapa saat berlalu, aku tahu dokter akan segera menyelesaikan pekerjaannya dan mereka akan segera kembali masuk ke kamarku. Tidak, aku harusnya bersikap tenang jika ingin tahu apa yang terjadi. Sayangnya.. tidak ada satupun hal yang terlintas di pikiranku saat ini. Aku harus tenang tapi apa? Apa yang akan kulakukan setelahnya? Menyelidiki orang yang biasa kusebut keluarga? Tunggu dulu, bagaimana jika yang aku dengar tadi sore adalah kenyataan? Bagaimana jika aku tidak salah dengar? “Kamu sepertinya sangat ketakutan, yaa??” Tanya dokter itu sambil tersenyum. Aku melihat di sampingnya terdapat wadah dari kaca yang berisi beberapa pecahan gelas dengan ukuran yang lumayan besar. Sungguh? Itu semua berada di kakiku tadi? “Biasanya kamu tidak pernah diam sekalipun sedang sakit. Apa kamu takut melihat darah??” Tanyanya lagi. Aku menimbang-nimbang.. harus menjawab apa ketika dia tahu hampir semua perilaku keluarga ini saat sedang sakit? Aku menghela napas. Yaa ampun apa yang terjadi?? Kenapa aku ketakutan seperti ini? “Aku hanya.. merasa sedikit cemas” Jawabku pelan. Dokter itu kembali menatapku sebelum lagi-lagi dia mengeluarkan sebuah pecahan yang ukurannya lumayan besar. Oh, ini menyakitkan! “Kamu cemas? Apa ada hal yang mengganggumu??” Tanyanya lagi. Aku tahu dia memang menjadi dokter keluarga kami sejak dulu. Dia jelas peduli pada kesehatan kami. Baik secara fisik maupun mental. Dia seorang dokter yang.. tunggu dulu, bukankah lebih baik aku tidak banyak bercerita? Tidak ada yang bisa kupercaya di saat yang seperti ini. “Aku hanya.. yaa, ketakutan kurasa” Jawabku sekenanya. Tidak, tidak ada yang boleh tahu jika aku sedang merasa bingung. Merasa khawatir pada segala hal karena.. tidak ada yang bisa kupercaya! Jadi yang kulakukan hanyalah menggosok telapak tanganku satu sama lain. Mencoba untuk mengalihkan perhatianku agar tidak terlalu kentara jika aku sedang ketakutan. “Bagaimana jika kukatakan bahwa aku tidak percaya mengenai ketakutanmu pada darah?” Mataku bergerak dengan cepat. Mengawasi setiap gerak-gerik dokter ini yang sepertinya masih mencoba mencari pecahan kaca yang lain di kakiku. Apa yang dia katakan? Mataku kembali mengarah ke tempat itu, di mana beberapa pecahan kembali di temukan di kakiku. Oh tidak, memangnya ada berapa banyak sih? Aku ingin segera menyendiri di kamar dan mulai memikirkan semua yang terjadi. Banyak kemungkinan-kemungkinan yang bergerak di kepalaku. Membuat aku jadi semakin bingung dan ketakutan. Menyebalkan! Yang pasti dia harus segera pergi! “A.. aku tidak peduli. Aku hanya ingin segera istirahat saja” Jawabku dengan cepat. Dia kembali tersenyum lalu menatapku sekilas. Ini semakin menegangkan. Menit-menit yang kulalui terasa semakin lama. Aku sungguh tidak suka pada situasi ini. Bahkan tanganku bisa kembali bergetar ketakutan ketika teringat percakapan yang tidak seharusnya aku dengar tadi siang. Oh tolong! Katakan jika itu tidak nyata! Sayangnya, satu-satunya saksi yang ikut mendengarkan percakapan itu adalah Chiko. Anjing itu pasti juga tidak tahu apa yang dia dengar sehingga hanya menyisakan aku seorang yang bisa memastikan, itu benar atau salah. “Apa ada yang mengganggu pikiranmu? Aku bisa membantumu jika kamu mau, dan tentu saja semuanya akan aku rahasiakan dari keluargamu jika itu yang kamu takutkan” Katanya lagi. Perkataan itu layaknya air di tengah gurun pasir yang luas. Tapi sayangnya.. aku sadar akan sangat beresiko jika mempercayai wanita ini. Satu-satunya hal yang harus aku lakukan hanyalah terus menyimpan semua ini dan menjadikan diriku lebih tenang untuk tahu apa yang harus aku lakukan selanjutnya. Sayangnya, di tengah keadaan yang mencekam, apa bisa aku berpura-pura tenang? “Tidak. Aku hanya merasa sedikit kesakitan dan cemas karena melihat darah” Jawabku pelan. Mataku menatap lurus ke wadah kaca itu, memang sudah tidak ada lagi pecahan gelas yang di ambil dari kakiku. Kurasa semuanya sudah di keluarkan dan dokter itu sedang berusaha membersihkan luka saja lalu segera membalutnya dengan perban. Aku harap ini segera berlalu.. Aku akan beralasan ingin tidur agar membuat semua orang meninggalkan kamarku nanti. Rasanya belum siap untuk menghadapi mereka semua. “Kamu cemas melihat darah tapi tatapanmu terus memperhatikan wadah ini. Kamu pikir aku percaya?” Tanya dokter itu sambil mengangkat wadah kaca dan segera menyingkirkannya. Aku menatap setiap gerakannya, kadang dia balas menatapku juga seakan ingin tahu bagaimana keadaanku. Aku menghela napas. Ini semua harus segera berakhir! Dokter itu kembali berjalan mendekatiku setelah mengambil apa yang dia perlukan. Beberapa perban dan plester untuk menutup lukaku agar tidak ada infeksi. “Kamu mungkin mengalami gangguan kecemasan atau masalah lainnya. Aku tidak terlalu mengerti hal itu, tapi melihat ekspresimu saat ini.. aku yakin ada masalah dengan dirimu..” Dia berucap sambil fokus membalut perban pada kakiku. Aku memperhatikan setiap gerakannya, kadang juga mimik wajahnya yang tampak tenang. “Aku kenal seseorang yang tahu pasti mengenai hal ini. Jika ingin bertemu dengannya, aku pasti dengan senang hati membantumu membuat janji temu” Katanya lagi. Aku masih menatapnya. Bahkan ketika dia mulai membereskan beberapa peralatan medisnya dan mengemasnya ke sebuah kotak khusus lalu memasukkan ke dalam tas miliknya. Juga ketika dia menulis beberapa hal ke sebuah kertas lalu menyobek kertas itu sambil menunjukkan beberapa tulisan yang sama sekali tidak aku mengerti ataupun bisa k****a. Bukankah tulisan dokter memang seperti itu? “Aku meresepkan obat agar lukamu cepat kering. Ketika malam kamu akan mulai merasakan nyeri, ada obat nyeri juga yang bisa kamu minum. Semuanya tertulis dengan jelas di kertas ini. Aku akan meminta keluargamu segera membelinya” Kata dokter itu sambil bangkit berdiri. Aku masih terus mengamati pergerakannya hingga dia berjalan meninggalkanku. Membuka pintu kamarku sehingga Kak Dean dan Kak Vero masuk begitu saja. Aku bergerak dengan gelisah ketika mereka berdua langsung berdiri di sekat kakiku. Mengamati apa yang terjadi. Oh Tuhan! Ini membuat jantungku kembali berdetak dengan cepat. Aku sungguh bingung dengan apa yang terjadi. Aku menarik kakiku agar mereka tidak lagi memperhatikannya, sayangnya gerakan cepat ini malah menimbulkan nyeri di kakiku sehingga aku jadi mendesis kesakitan. Kak Dean segera naik ke tempat tidurku dengan gerakan pelan. Tangannya terulur untuk kembali meluruskan kakiku yang awalnya kutekuk. Aku menatapnya dengan sorot tajam.  Sehingga dia hanya mengernyitkan dahi seperti orang kebingungan. Apa benar dia merasa bingung? Atau ini hanya tipuan saja? Yang mana yang harus aku percaya? Perhatian mereka selama ini atau percakapan bodoh yang aku dengar sekilas? Kepalaku terasa pusing dan tanganku kembali bergetar ketika mengingat percakapan itu. Adakah yang tahu seberapa mengerikannya hal ini? “Keana, jangan banyak bergerak. Itu akan membuat lukamu bertambah parah” Kata Kak Vero yang juga jadi duduk di pinggir tempat tidurku. Tanganku kutarik agar tidak terlalu dekat dengan dirinya. Lagi-lagi hal ini menimbulkan pertanyaan. Membuat mereka tampak menatap bingung ke arahku. “Kamu.. Kamu ketakutan??” Tanya Kak Vero sambil menatap aku kebingungan. Aku menggeleng dengan cepat. Sayangnya tindakanku ini malah semakin membuat mereka curiga. Kak Dean menyentuh puncak kepalaku. Aku menahan sekuat tenaga agar tanganku tidak segera menghempaskan tangannya. Aku harus bersikap normal. Tapi bersikap normal setelah kejadian tadi sore tentu tidak mudah untuk dilakukan!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN