Shanum membelalak dengan kaget.. Ia langsung mundur beberapa langkah.
"Ke.. Keenan.. Apa yang kamu lakukan?" Shanum menutup mulutnya. Ia shock.. Keenan baru menyadari apa yang ia lakukan.
"Ma-maafkan aku Jingga.." Keenan mendekat ke arah perempuan yang menjadi cinta pertamanya itu.
Shanum diam menatap lelaki yang merupakan teman lamanya itu. Keenan terlihat tampan dan rapi. Ia mengenakan setelah jas dan kemeja yang semakin membuat tubuhnya yang tinggi besar terlihat begitu gagah. Rambutnya berpotongan pendek rapi tidak neko neko. Dan bibirnya, yang baru saja menciumnya, sedikit tebal dan penuh. Bentuk bibir yang menawan hati..
Ia kemudian menunduk dan menatap dirinya sendiri yang hanya mengenakan baju biasa saja. Dress terusan berwarna biru selutut yang sudah berkali kali ia kenakan.
Shanum bahkan teringat kalau ia tidak mengenakan make up saat keluar rumah tadi. Ada rasa tidak percaya diri merasuk ke hatinya.
Keenan masih tampan seperti dulu. Dari penampilannya, Jingga tahu kalau Keenan menjadi seseorang yang sukses..
Sedangkan aku.. Aku bukan Jingga yang dulu kamu kenal.. Sekarang ini, aku hanya seorang ibu rumah tangga yang bahkan tidak mengenal dunia luar.
Shanum menggigit bibirnya dan menyesali segalanya. Ia berbalik dan kembali menangis. Kenapa hidupnya seperti ini?
Keenan kembali memanggilnya, "Jingga! Jangan pergi.."
Ia merasakan kalau Keenan menarik tangannya. Shanum pun memutar tubuhnya dan menatap Keenan..
"Kamu kenapa? Apa kamu marah? Maafkan aku.." Keenan tidak enak hati.
Tapi, perempuan di hadapannya itu tersenyum, "Aku maafkan.. Dan aku tidak marah.. Aku hanya sedih.."
"Sedih kenapa? Tolong biarkan aku membantumu?" Keenan ikut merasa sedih melihat air mata kembali turun di pipi merah merona milik Jingga.
"Ka-kamu tidak akan bisa membantuku.. Tapi, terima kasih.. Ini pertama kali dalam lima tahun hidupku.." Shanum kembali menyunggingkan senyum.
"Pertama kali apa?" Keenan mengernyitkan keningnya.
"Ada yang menawarkan bantuan padaku.." Shanum tersenyum lebar.
Ia kemudian berlari ke arah Keenan dan memeluknya, "Terima kasih banyak.. Apa yang kamu lakukan sedikit banyak menyemangatiku.. Aku menyadari, masih ada yang peduli padaku.."
Shanum kemudian melepaskan pelukannya, "A-aku pergi dulu ya.. Kalau kamu ke sini lagi, tolong doakan juga ayah dan ibuku." Shanum melambaikan tangannya dan pergi menjauh.
Keenan hanya berdiri mematung. Ji-jingga memeluknya?? Tubuhnya bergetar.. Ia tidak menyangka sama sekali.. Jingga tidak marah kala ia menciumnya? Bahkan memeluknya..
Ia langsung berlari mencoba menyusul Jingga. Tapi tidak ada di parkiran. Keenan pun bergegas masuk ke dalam mobilnya dan keluar dari area parkiran makam.
Kemana Jingga?
Secara perlahan ia menyusuri jalanan, dan matanya menangkap sosok Jingga yang keluar dari area pepohonan di samping makam. Sepertinya tadi Jingga mengambil jalan pintas, tidak keluar dari gerbang depan. Jingga hanya berjalan kaki menelusuri area terluar makam.
Keenan memperhatikan kalau Jingga memang sedikit lebih kurus. Apalagi dengan mata bengkak yang sepertinya baru menangis cukup lama.
Ada apa dengan Jingga?
Ia memberhentikan mobilnya di pinggir jalan saat melihat Jingga duduk di sebuah tembok batu pendek di sudut terluar makam. Tak lama, sebuah mobil datang dan Jingga masuk ke mobil itu.
Keenan tergelitik untuk mengikuti mobil tersebut. Secara berhati hati, ia menjaga jarak. Hingga akhirnya tiba di komplek perumahan mewah bernama Dreamland Regency. Mobil tersebut berhenti di rumah berpagar putih di Blok L Nomor 53.
Rumah itu terlihat sunyi senyap, tidak ada kehidupan. Ia memperhatikan kalau Jingga membuka tasnya tapi tidak menemukan yang ia cari.
Lalu, akhirnya Jingga memencet bel rumah. Tapi, hingga lebih dari tiga puluh menit, tidak juga ada yang membukakan pagar.
Ia melihat kalau Jingga berjalan memutar ke samping rumah.
Mau kemana?
Keenan menanti...
Tak lama, Jingga kembali ke depan dan menelepon seseorang. Tapi, sepertinya tidak ada yang mengangkat.
Perempuan pujaan hatinya itu terlihat menunduk, dan Keenan merasakan ada rasa sakit di hatinya.
Apa Jingga kembali menangis? Ada apa sebetulnya? Itu rumah siapa?
***
Fathir tega sekali.. Ia pergi begitu saja. Bahkan teleponnya pun tidak diangkat. Pesannya pun tidak dibalas.
Shanum merasakan kalau air matanya kembali turun. Kenapa aku sampai lupa membawa kunci?
Dan, kebetulan sekali hari ini bibik tidak masuk karena Fathir memintanya tidak masuk. Sepertinya karena hendak membicarakan soal rencananya menikah lagi. Mungkin Fathir tak ingin ada yang mendengarnya.
Hari ini sungguh jadi hari yang menyedihkan untuknya...
Ia memutuskan untuk duduk di bebatuan di depan rumah dan menunggu Fathir menghubunginya kembali.
Apa lagi yang bisa ia lakukan?
Shanum tidak tahu harus pergi kemana. Hingga akhirnya hanya bisa diam di depan rumah.
***
Lebih dari satu jam Keenan memperhatikan kalau Shanum hanya duduk diam di depan rumah berpagar putih itu. Hari semakin sore dan mulai gelap. Cuaca pun berubah dingin.
Tanpa sadar ia mengepalkan tangannya. Perasaannya tidak enak.. Pasti ada yang salah! Ini ada yang terjadi!!
Matanya berkaca kaca. Ia tak menyangka Shanum hanya berdiam diri di depan rumah itu hingga satu jam lamanya. Bagaimana mungkin perempuan pujaan hatinya mendapatkan perlakuan seperti itu?
Ia memperhatikan kalau Shanum berulang kali mengusap usap lengannya. Mungkin karena angin dingin menghembus kulitnya.
Keenan membuka kunci mobilnya, ia ingin mendekat ke arah Shanum. Tapi, ada rasa ragu.. Bagaimana kalau itu rumah Shanum dan suaminya datang?
Akhirnya ia menahan diri dan terus memperhatikan. Langit malam mulai tiba. Bahkan, jarum jam sudah menunjuk di angka tujuh.. Perutnya pun mulai keroncongan.
Ia tak lagi sanggup menahan rasa lapar. Tapi Shanum masih juga diam.
Oh!! Ini tidak lagi bisa ia biarkan... Tega sekali siapapun yang melakukan hal ini..!
Hampir tiga jam Shanum berdiam diri di depan rumah itu.. Kurangajar!
Keenan tak lagi memikirkan apapun. Ia keluar dari mobil dan menghampiri Shanum,
"Jingga.. Ikut aku!"
Shanum menatapnya kaget. "Kee-nan, apa yang kamu lakukan di sini? Bagaimana bisa?"
Keenan tidak menjawabnya dan menarik Shanum masuk ke mobilnya, "Temani aku makan malam.. Jangan bertanya apapun.. Ikuti kata kataku ok?"
Shanum hanya diam dan mengangguk. Ia juga tak ada tempat tujuan lain. Dan, duduk di atas batu itu sudah berhasil membuatnya pegal. Selain itu, jujur, perutnya lapar sekali. Dari pagi ia belum makan. Tak hanya makan, ia pun rasanya belum minum seteguk air pun.
Ucapan Fathir telah memulai harinya dengan tidak mengenakkan. Ia menghela nafas perlahan...
Matanya menangkap ada botol air mineral di samping pintu mobil. Dengan ragu, Shanum bertanya, "A-apa boleh aku meminta minumnya?"
Keenan mengangguk. Ia diam dan memperhatikan kalau Jingga meminum air di botol hingga habis. Entah kenapa, tapi pemandangan itu membuatnya sedih sendiri.
Setelah itu, sepanjang jalan, mereka hanya diam dan membisu. Sampai akhirnya, mobil Keenan berhenti di depan sebuah restoran mewah.
Wah, ini restoran mewah sekali, Shanum menggumam dalam hati.. Ia merasa malu sendiri dengan pakaian yang ia kenakan. Apalagi wajahnya tanpa make up dan mungkin kucel berkeringat. Ia belum mandi..
Keenan menyampirkan jaketnya ke tubuhnya, "Kamu pasti kedinginan.. Pakai jaketku.."
"Thanks ya.." Shanum mengenakan jaket itu dan merasa bersyukur sekali karena tiga jam berdiam di depan rumah memang membuatnya kedinginan.
Mereka melangkah masuk ke dalam restoran. Keenan telah melakukan reservasi ruangan private yang tersembunyi.
Shanum bernafas lega. Setidaknya tidak ada orang yang akan melihatnya. Ia pun duduk dengan lebih tenang.
"Mau apa?" Keenan menyodorkan buku menu ke hadapan Jingga.
"Apa saja.. Pe-pesankan yang menurutmu enak.." Shanum dengan gugup menjawabnya.
"Aku ingat, rasanya kamu menyukai lasagna.. Iya tidak?" Keenan tersenyum.
"I-iya.. Ka-kamu ingat?" Shanum tersenyum.
"Tentu saja.. Jingga dan keju, seperti tak terpisahkan.. Kamu menyukai segala hal berbau keju bukan?" Keenan mengungkapkan yang ia ingat tentang Jingga.
Shanum tersenyum lebar, senang sekali rasanya ada yang mengingat kesukaannya.
"Iya aku suka.. Semua makanan dengan olahan keju adalah favoritku.." Shanum girang sekali akan mencicipi lasagna setelah cukup lama tidak memakannya.
Suaminya, Fathir tidak menyukai makanan yang menggunakan olahan keju. Jadi, Shanum membatasi diri untuk menikmati kesukaannya itu. Tapi, malam ini, bisa menikmati lasagna dan rasanya menyenangkan sekali.
Keenan memperhatikan ada binar di mata Jingga... "Kamu senang?"
Shanum mengangguk, "Iya.."
"Untuk minumnya, aku pesan jus strawberry ya? Kamu juga menyukai strawberry bukan..?" Keenan memastikan.
"Iya.. Aku juga suka strawberry.. Kamu juga ingat?" Shanum tersenyum lebar.
Keenan mengangguk.. "Aku ingat semuanya.."
Oh, perempuan ini kembali hadir di hidupnya. Semakin sulit saja rasanya untuk melupakannya...
Ia mengusap dadanya secara perlahan. Rasanya detak jantungnya berubah seperti ledakan ledakan yang tak terkendali..
"A-aku mau ke toilet dulu ya.." Shanum tiba tiba berdiri.
"Ok, hati hati ya.." Keenan menatap Shanum yang keluar dari ruangan private itu.
Shanum menyusuri lorong restoran yang merupakan lorong pemisah ruangan ruangan private yang berderet. Ia pun mulai mencuci mukanya. Meski tanpa make up, setidaknya mukanya tidak berkeringat.
Setelah selesai mencuci muka, ia mengambil tissue dan mengelap mukanya. Saat hendak keluar, ia berpapasan dengan seorang perempuan yang berpenampilan menarik. Hingga membuat matanya melirik.
Cantik sekali..
Shanum kembali membandingkan diri dan menatap pakaian yang ia kenakan.
Jauh sekali dengan penampilanku... Tak heran Fathir ingin menikah lagi..
Ia berjalan menunduk dengan sedikit sedih. Namun langkahnya terhenti. Tak jauh dari letak toilet, ada ruangan private yang pintunya terbuka.
Secara reflek Shanum bersembunyi, di ruangan private tersebut, ada suaminya! Fathir terlihat sendiri menikmati makanan yang ada di piringnya. Tapi, di hadapannya ada gelas dan piring lain. Artinya, suaminya tidak sendirian.
Jantungnya berdebar kencang.. Apa suaminya sedang bersama calon istri barunya?
Air mata kembali menggenang, saat melihat perempuan yang berpapasan dengannya di toilet tadi masuk ke ruangan private itu. Fathir ternyata sedang bersama perempuan.. Pantas saja suaminya itu mengabaikan telepon dan pesan yang ia kirimkan.
Apa aku tak ada artinya lagi?
Shanum mengepalkan tangannya. Kakinya seperti menempel ke lantai dan tak bisa ia gerakkan. Air mata kembali mengalir.
Oh, kuatkah aku dimadu?