Episode 5

1068 Kata
Episode 5 Duduk diam di dalam kelas setelah sang Suami memperkenalkan dirinya pada seluruh murid kelas 3 F, mata kecoklatan tersebut melotot horor melihat seorang teman sekelasnya membawa sebilah belati tajam, ia segera memalingkan pandangan dari teman yang duduk di bangku sebelahnya. “Ya Tuhan, sebenarnya ini kelas atau kelompok preman pindah? Kenapa ada siswa membawa belati tajam, aku harus bicara pada Paman, jangan sampai belati itu mengenaiku.” Ketika melihat bangku samping kanananya, ia syock melihat seorag pria mengeluarkan peralatan mak up, kemudian menoleh ke depan dan terlihat sang Suami berdiri sambil berkacak pinggang, tatapan mata pria tersebut sangat dingin penuh amarah. “Antonio! Jefri!” Fira menoleh pada siswa yang tadi membawa belati tajam, siswa tersebut terlihat terkejut bahkan segera menyembunyikan belati itu lalu bersikap seakan tidak melakukan kesalahan apapun, begitu juga siswa yang duduk di bangku sebelah kanan dirinya. “Apa yang terjadi pada mereka berdua? Kenapa seperti ketakutan begitu?” “Kalian berdua, maju kedepan! Bawa benda yang tadi kalian pegang!” perintan Maulana tegas. “Tapi, Pak. Saya tidak membawa apapun selain buku Pelajaran,” kilah Antonio, seorang siswa kerempeng pembawa belati tajam. Maulana tersenyum sinis, lalu berjalan santai mendekati bangku Antonio. Sementara itu Fira terus meperhatikan sang Suami tanpa sedikitpun beralih perhatian. Maulana berhenti di antara bangku Fira dan Antonio dengan posisi membelakangi bangku sang Istri.”Antonio, kamu sudah berapa lama membawa sajam itu saat Bapak tidak mengajar?” Antonio kelabakan, tidak menyangka bahwa walikelasnya itu mengentahui apa yang sedang dia lakukan selama pria itu tidak berada di sekolah, ia pun mengalihkan pandangan tak berani menatap sang Walikelas. “Bapak bicara apa? Saya mana berani membawa sajam, Bapak pasti salah lihat.” Maulana bersandar di bangku sang Istri dengan posisi tangan bersedekap d**a, tatapan mata pria itu sangat sinis.”Apakah kamu sedang mengatai Bapak? Kamu bisa periksa dengan jelas, apakah penglihatan Bapak ini salah atau tidak.” “Dasar pembohong! Jelas tadi dia membawa belati, apakah belati itu termasuk bukan senjata tajam? Tapi penglihatan pria tua ini tajam juga,” batin Fira memuji kemampuan sang Suami. Antonio semakin kelabakan, tapi ia juga tidak ingin kalau sampai wali kelasnya itu tahu bahwa dirinya membawa belati, meski begitu dirinya yakin tidak bisa menyembunyikan itu lebih lama. “Pak, saya memang tidak membawa sajam.” “Antonio, kamu keluarkan belati itu sekarang atau Bapak paksa kamu mengeluarkan!” Maulana memberi peringatan pada muridnya tersebut. Antonio mengeraskan rahang menahan amarah, ia pun mengeluarkan belati tersebut dan menggenggamnya erat. Maulana tersenyum heran dengan para muridnya, hanya di kelas 3 F mereka semua tidak seperti murid SMA pada umumnya, pantas saja banyak guru yang mengelu dan tidak betah pada kelas ini bahkan Wali kelas sebelumnya mengundurkan diri dengan ekspresi ketakutan. “Kenapa?” tanya Maulana penasaran melihat Antonio tidak segera memberikan belati tersebut tapi masih menggenggamnya dengan erat. Tiba-tiba lirikan Antonio penuh dengan kebencian dan hasrat ingin membunuh, dalam sekali gerak pemuda itu langsung menyerang sang Wali kelas. Seisi kelas berteriak ketakutan bahkan menjauh dari mereka berdua, dengan cepat Maulana menangkap pergelangan tangan Antonio hingga belati tersebut tidak melukai tubuhnya. “Kamu masih terlalu dini untuk menyerangku dengan senjata ini,” bisiknya. Tubuh Antonio menegang serta amarah semakin membuncah, ia tidak terima dengan penghinaan yang dilakukan Walikelasnya tersebut. Antonio memegang tangan Maulana dengan satu tangannya yang bebas lalu mencoba melepaskan cekalan tangan pria 30 tahun tersebut. Maulana tersenyum mengejek pada Antonio.”Kamu bahkan tidak memiliki kekuatan untuk melepaskan tanganmu dari cekalanku, apakah kamu masih ingin melawan?” Dengan secepat kilat Maulana menyentakkan tangan Antonio lalu menekut pergelangan tangan tersebut hingga belati lepas dari genggaman tangannya, satu tangan Maulana yang bebas digunakan untuk menangkap belati tersebut. “Nanti … datanglah ke ruanganku, ada hadiah untukmu.” Setelah itu Maulana memutar tubuhnya dan berjalan menjauhi Antonio sambil memainkan belati tersebut, ketika sampai di depan para siswa ia bahkan menjilat ujung belati tersebut dengan tatapan penuh menyenangkan. Sedetik kemudian seakan menyadari kesalahan dalam sikapnya, ia pun menaruh belati tersebut di atas meja.”Astagfirullahal adzim, ya Allah, kenapa aku sejenak hilang kesadaran hingga melakukan hal yang sering ku lakukan 10 tahun lalu?” batinnya menyesal. Fira dan para murid yang lain tercengang seketika melihat gurunya seperti seorang yang terbiasa menggunakan sajam untuk melakukan pembunuhan, bahkan mirip seorang sikopat. “Sudah, kalian kembali ke bangku masing-masing. Untuk Jefri, jangan membawa alat dandan di dalam kelas, atau aku yang akan mendandanimu,” kata Maulana setelah menormalkan nafasnya. Mereka mengangguk, sedang Antonio masih duduk termenung memikirkan sikap Walikelasnya tersebut.”Pak Ivan kenapa sangat mirip dengan seorang mafia kejam, tidak mungkin bukan seorang guru agama menjadi mafia?” Gumaman Antonio ternyata terdengar di telinga Fira, ia langsung menoleh pada [ria tersebut tapi ketika pandangannya dibalas oleh sang pria, gadis itu langsung mengalihkan perhatiannya ke arah lain. “Mana mungkin ada seorang mafia hafal ayat Al Qur’an?” Selama 90 menit, Fira tidak focus pada Pelajaran bahkan terkejut mendengar bel tanda kelas usai. Setelah mengucapkan salam, Maulana meninggalkan kelas tersebut tidak lupa dengan membawa belati hasil rampasannya tadi. Perasaan penasaran dalam diri Fira tidak dapat dibendung, ia pun pergi mencari sang Suami untuk menanyakan sikap pria itu di depan kelas, sebagai seorang Guru tidak seharunya bersikap mengerikan seperti itu. “Kama Paman pergi?” Fira berkacak pinggang di depan ruang guru saat tidak menemukan sosok sang Suami di dalam ruangan tersebut. “Pak Ivan sungguh hebat, tapi aku baru melihat Pak Ivan seperti seorang pembunuh. Pantas saja tidak ada yang berani melawan Pak Ivan.” Seorang murid Perempuan bernama Maya berdiri di samping Fira, Fira menoleh pada gadis itu, entah sejak kapan Maya berdiri di sampingnya. “Kamu lihat kemana Pak Ivan pergi?” “Untuk apa kamu mencari Pak Ivan? Tadi Pak Ivan kan sudah menyuruh Antonio ke ruangannya, artinya sekarang Pak Ivan di ruangnya,” jawab Maya. “Ruangannya? Bukankah di ruang Guru?” tanya Fira heran. “Tidak, Pak Ivan itu punya ruangan sendiri. Pak Ivan kalau menghukum orang seperti Antonio itu tegas, pernah yang lebih parah dari Antonio bahkan sampai melukai lengan salah satu tema di kelas lain, Pak Ivan menyuruh teman itu melakukan hal yang serupa pada orang itu. Orang tuanya tidak terima lalu melaporkan Pak Ivan ke Polisi, tapi terbukti Pak Ivan tidak melakukan apapun selain memberikan kesempatan yang dilukai itu membalasnya. Jadi kedua murid itu sama-sama terluka dan hanya diberi sangsi dari sekolah, pokoknya tidak ada yang berani berurusan pada Pak Ivan,” jelas Maya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN