Episode 7

1083 Kata
Episode 7 Berdua di dalam sebuah ruangan tanpa ada satu orang pun di sana, mata safir itu selalu membuat Fira terkesima, ia yakin baru kali ini melihat pupil mata berwarna safir tepat di depannya. “Paman, kenapa warna mata Paman biru?” Maulana tersenyum kecil, ia yakin alasan gadis itu datang bukan karena warna mata melainkan hal lain. “Itu sudah dari sana, kenapa? Apakah Istri ku sangat suka?” Fira mengangguk kemudian kembali menggelengkan kepala saat menyadari bahwa dirinya telah tersepona oleh kerupawanan pria itu, niat awal datang menemui pria itu adalah untuk menanyakan sikapnya keanehan saat menghentikan Antonio. Fira melompat turun dari pangkuan sang Suami, dengan tidak rela Maulana membiarkan gadis itu turun. “Aku baru ingat kalau ada hal lain yang ingin kutanyakan pada Paman.” Maulana mengangguk, ia memutar kembali tubuhnya lalu meraih lembaran kertas di atas meja dan mulai membacanya. “Apa yang Paman lakukan pada kertas-kertas itu?” tanya Fira saat melihat sang Suami memperhatikan kertas tersebut lalu mencorat-coret isinya dan ada juga yang ditandatangani. “Memeriksa laporan kantor, tadi CEO Mizuruky mengirimkan laporan kantor padaku. Jadi aku memeriksanya.”Sengaja tidak disebutkan isi laporan tersebut pada Istrinya karena menurutnya itu tidak perlu. “Apa urusan Paman dengan CEO itu?” tanya Fira semakin penasaran. “Dia bawahanku, aku mempekerjakan seorang CEO di perusahaan Mizuruky karena Suamimu ini lebih suka menjadi seorang Guru,” jelas Maulana sambil menoleh pada sang Istri, tidak lupa dengan senyum manisnya. “Terserah Paman saja, tapi …” Fira menghentikan sejenak ucapannya. Maulana menunggu kelanjutan ucapan sang Istri.”Tapi?” “Tapi … kenapa tadi aku lihat tatapan mata Paman sangat menakutkan? Aku tidak pernah melihat Paman yang begitu mengerikan,” lanjut Fira. Maulana menaruh pena di tangannya lalu memutar kursi dan memandang sang Istri. “Sayang, kapan tatapan ku padamu membuatmu takut?” “Bukan padaku, tapi pada Antonio. Paman seperti orang yang sudah terbiasa dengan kekerasan, serangan dan pembunuhan. Apakah Paman pernah melihat adegan seperti itu?” Fira menatap sang Suami penasaran. “Sering, di berita dan di film.” Maulana tersenyum simpul. “Bahkan aku pernah terpaksa membunuh orang dengan kedua tanganku, aku juga sering terlibat dalam perkelahian. Karena aku pernah menjadi seorang Mafia kejam,” lanjutnya dalam hati. Fira mendesah kecewa, ia sudah berimajinasi kalau pria itu pernah melakukan kekerasan dan menghilangkan nyawa, terlihat dari tatapan matanya saat menghentikan serangan Antonio bahkan seperti mematahkan pergelangan tangan pemuda itu. “Kalau hanya di film, aku juga sering. Tapi tadi itu tegang sekali, Paman. Aku pikir belati itu sudah berhasil melukai Paman, tapi ternyata tidak.” Fira pura-pura kecewa padahal sangat senang. “Apakah Istriku ini berharap kalau aku terluka?” tanya Maulana . “Tentu tidak, meski aku tidak suka pada Paman, tapi aku lebih tidak suka lagi kalau menjadi janda muda. Kapan lagi aku dapat kemewahan dan kebebasan memandang wajah pria tampan.” Fira langsung menutup mulutnya menggunakan telapak tangan saat ketahuan bahwa dirinya sangat menyukai paras sang Suami serta kemewahan yang diberikan pria itu. Maulana terkekeh pelan mendengar pernyataan sang Istri, meski ia tahu gadis itu berusaha menyembunyikan perasaan tersebut, bahkan menampik semua perasaan padanya. “Kenapa menutupinya seperti itu? Apakah malu karena menyukai Suami sendiri?’ “Sudah, tidak usah dibahas. Aku kesini bukan untuk membahas hal itu, tapi aku ingin tahu kenapa Paman bisa memiliki tatapan sangat menakutkan itu. Karena Paman sudah menjawabnya, jadi ya sudah aku akan keluar.” Fira sangat malu untuk tetap menampakkan wajah di hadapan sang Suami. Maulana memandang gemas paras cantik sang Istri.”Ini masih jam istirahat, jadi di sini saja, temani Suamimu ini.” Fira merengut mendengar permintaan sang Suami, rasanya sangat malas untuk melakukan itu apalagi dirinya ingin ke kantin, meski sudah sarapan tapi tetap saja tidak afdol jika tidak jajan. “Tidak mau, aku mau ke kantin. Aku mau jajan.” Tok.. Tok.. Tok.. “Assalamualaikum, Pak Ivan.” Fira dan Maulana mengalihkan perhatian ke arah pintu, terlihat seorang gadis cantik berkerudung merah tersenyum ramah terhadap Maulana, gadis itu membawa kotak berisi kue hasil buatan sendiri. “Wa'alaikumussalam, Bu Indri. Silahkan masuk,” balas Maulana ramah. Fira menatap tidak suka pada Indri, mulutnya komat-kamit tidak jelas. Gadis bernama Indri itu melangkahkan kaki mendekati meja Maulana, sebelum menaruh kue tersebut ia menoleh pada Fira dengan pandangan tanda-tanya. “Kamu yang katanya murid baru itu?” Fira mengangguk. “Selamat datang di sekolah ini, semoga kamu betah menjadi anak Pak Ivan. Tenang saja, Pak Ivan orang yang sangat ramah dan melindungi anak-anaknya,” kata Indri. Fira mengangguk, lalu mengalihkan perhatian pada sang Suami.”Paman, ayo ke kantin temani aku.” Maulana sedikit terkejut, baru juga beberapa detik yang lalu gadis itu menolak permintaannya tapi sekarang mengajaknya pergi ke kantin. Indri mengerutkan kening mendengar panggilan akrab dari Fira.”Paman? kalian, apa hubungan kalian?” “Dia …” Maulana belum sempat meneruskan ucapannya tapi disaut oleh Fira. “Pacarnya, aku dan Pak Ivan pacaran. Sekarang bukan waktunya Pak Ivan mengajar, jadi aku ingin Pak Ivan menemaniku ke kantin,” sahut Fira kesal. Maulana menggelengkan kepala, ia mengalihkan perhatianya pada Indri.”Bu Indri, ada apa Bu Indri menemui saya?” Indri menaruh kotak kue di atas meja Maulana.”Pak, ini saya buat kue untuk Bapak. Saya sudah memberi tahu orang tua saya kalau saya bersedia menikah, tapi pria yang ingin saya nikahi adalah Pak Ivan.” Hampir saja Maulana tersedak mendengar ucapan lembut dari Indri.”Kenapa Bu Indri bicara seperti itu? Bukankah kita hanya rekan kerja? Lagipula … saya tidak memiliki niat untuk menikahi Bu Indri.” Fira tersenyum puas melihat penolakan halus dari sang Suami terhadap Indri. Indri syock mendengar penolakan tegas tanpa basa-basi dari Maulana, ia merasa malu dirinya ditolak di depan seorang gadis belasan tahun. “Pak, tapi kenapa Bapak pacaran dengan murid Bapak sendiri? Bukankah Bapak tahu bahwa dalam Islam pacaran itu tidak boleh?” Maulana tersenyum simpul, memang benar apa yang dikatakan oleh Indri tetapi kalau pacaran setelah menikah itu sangat tidak apa-apa. “Bu Indri, saya tahu niat baik Bu Indri. Insyaallah, hubungan saya dengan Fira itu tidak melanggar norma agama atau hukum. Kami …” Dia ingin mengatakan bahwa mereka sudah menikah tapi lagi -lagi dipotong oleh Fira. “Kami masih muda dan saling mencintai, mohon maaf Bu Indri, mohon jangan memaksa.” “Saya bukan memaksa, tapi memang dalam Islam pacaran itu tidak boleh, kecuali pacaran setelah menikah,” kilah Indri tidak terima. Maulana bingung harus bagaimana menghadapi dua wanita yang ribut oleh api cemburu di hadapannya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN