Episode 9
Fira berjalan dengan langkah kaki panjang, kesal dalam d**a membakar jiwa, meski diakui bahwa Fransis memiliki paras rupawan tetapi ia sangat tidak suka dengan sikap pria itu.
Sesampainya di ruang kerja sang Suami, gadis itu mengulurkan tangan menarik pintu ruangan tersebut, diedarkan pandangan mencari sosok pria bermata safir.
Perasaan kesal perlahan surut melihat sosok yang dicari tengah duduk bersandar di sofa panjang.
Fira berjalan mendekati sang Suami, mengeluarkan sebuah obat lalu disodorkan pada pria tersebut.
“Paman, ini obat untuk Paman.”
Maulana menaikkan pandangan, bibirnya tersenyum tipis lalu mengulurkan tangan meraih obat tersebut.
“Terimakasih, kamu memang Istri terbaik.”
“Paman, bagaimana kalau Paman menikah lagi?” tanya Fira dengan bibir mengerucut kesal.
Maulana hampir tersedak ludah sendiri mendengar pertanyaan sang Istri, dari raut kekesalan gadis itu ia bisa mengerti bahwa rupanya sang gadis masih kesal pada Indri.
“Sayang, kamu serius ingin Suamimu ini punya dua Istri?”
Fira memalingkan muka kesal, mulutnya komat-kamit tidak jelas.
“Hari ini aku sangat kesal, baru pertama masuk sekolah sudah bertemu dengan dua manusia aneh.”
Maulana menaikkan sebelah alis mendengar ucapan sang Istri, tidak tahu siapa yang disebutkan oleh gadis itu.
“Siapa?”
Fira kembali memalingkan pada sang Suami, masih menatap paras tampan itu dengan pipi menggembung.
“Tadi, Bu Indri dan dokter di UKS. Dia asal sekali mengatakan kalau aku akan pemuja Paman, sejak kapan aku mulai memuja seorang pria?!”
Maulana terkekeh pelan mendengar curhatan sang Istri, ia pun mengulurkan tangan meraih tangan gadis itu lalu menariknya pelan.
“Sayang, kamu memang tidak akan pernah memuja pria manapun, karena kamu bukan pemuja manusia. Tapi apakah kamu tidak bisa mencintai Suamimu ini?”
Fira mengerutkan kening tidak mengerti ucapan sang Suami, mereka tidak saling kenal dan langsung menikah, pernikahan mereka juga masih dua hari satu malam, darimana asalnya cinta datang?
Maulana tersenyum maklum melihat ekspresi sang Istri, ia dapat mengerti kalau gadis itu merasa sangat aneh tentang cinta dalam pernikahan paksa ini.
Maulana sedikit menyentakkan tangan sang Istri, menariknya ke atas pangkuan lalu memeluk pinggang ramping gadis itu.
“Sayang, mencintai pasangan itu tidak harus kita pacaran lama atau menikah sangat lama. Tetapi mencintai pasangan itu adalah karena Allah, jika kita bisa mencintai karena Allah, membenci juga karena Allah, bukankah itu sangat bagus?”
“Tapi aku tetap tidak mengerti dengan pertanyaan Paman, ya memang si, aku tidak suka kalau Paman didekati wanita lain. Tapi bukan berarti aku mencintai Paman, aku hanya tidak mau milikku direbut orang,” kilah Fira tidak ingin mengakui perasaan yang mulai tumbuh.
Maulana kembali tersenyum mendengar gadis itu menyebut kata milik, baginya itu adalah awal yang sangat bagus.
Pria itu melirik jam tangan miliknya, kemudian bangkit dari tempat duduk dan merapikan kemeja dikenakan olehnya.
“Baiklah, jam istirahat sudah selesai saatnya kembali ke kelas. Apakah kamu ingin diantar?”
Fira membalikkan tubuh tanpa mengatakan apapun, dalam hati sangat ingin berjalan sambil bergandengan tangan dengan sang Suami, namun demi gengsi ia menolak.
Maulana tersenyum tipis, ia meraih buku paket lalu berjalan mengikuti sang Istri.
“Pak.”
Seorang guru perempuan muda berjalan menghampiri Maulana, ia tersenyum malu hanya berdiri di depan sosok pria rupawan tersebut.
Fira menghentikan langkah kakinya ketika mendengar seorang wanita memanggil sang Suami, ia pun menoleh kebelakang mendapati seorang guru cantik terlihat masih berusia 23 tahunan menyerahkan sesuatu pada sang Suami.
Dahi Fira berkerut melihat ekspresi malu-malu guru tersebut.”Sebenarnya itu apa yang diberikan? Kenapa wajahnya bersemu merah seperti itu?”
Dengan rasa penasaran, Fira membalikkan tubuh lalu berjalan mendekati sang Suami, sedikit berjinjit untuk mengintip lembaran kertas di tangan Sang Suami.
Maulana menoleh sejenak pada sang Istri, ia tersenyum miring melihat sikap mudah penasaran gadis itu.
“Paman, itu apa?”
“Undangan ulang tahun, mau datang bersamaku?” balas Maulana.
“Kalau Bapak tidak memiliki rekan untuk datang ke sana, saya bisa datang bersama Bapak,” jawab guru muda itu meski tidak ditanya.
Fira sangat heran dengan guru -guru wanita di sekolah ini selalu berusaha mendekati sang Suami.
Ia segera memeluk lengan sang Suami lalu tersenyum manja.”Baik, aku akan ikut.”
Maulana tersenyum senang kemudian mengalihkan perhatian pada guru muda itu.”Maaf, Bu. Saya sudah ada rekan, kalau begitu sampai jumpa, saya harus mengajar di kelas 3 A.”
Guru muda itu mengangguk dengan kecewa, ia memandang Fira tidak mengerti, dirinya jauh lebih cantik dan memiliki pendidikan tinggi tapi Maulana lebih suka dengan Fira.
Fira tersenyum ramah kemudian berpamitan meninggalkan guru muda tersebut, dalam hati sangat senang karena berhasil membuat satu orang lagi kesal.
Kelas 3F
Indri melangkahkan kaki menuju meja guru, setelah menaruh buku pelajaran ia menatap lurus arah Fira, bibir tersenyum miring dalam hati merencanakan untuk balas dendam.
“Firanda, maju ke depan. Ibu minta tolong kamu tuliskan ini di papan tulis.”
Fira mengerutkan kening mendengar permintaan gurunya itu, di tahun 2024 dirinya harus menuliskan isi sebuah buku paket di atas papan tulis?
Ia melirik teman-teman sekelasnya, mereka semua memiliki buku paket, jadi buat apa dirinya harus menulis di papan tulis? Bukankah bisa fotokopi atau beli buku?
Tidak ingin terlalu banyak pikiran ia pun bangkit dari tempat duduknya lalu berjalan memenuhi permintaan sang Guru.
Indri tersenyum lalu mengambilkan buku paket lalu membuka halaman buku dan menyerahkan buku tersebut beserta spidol pada Fira.
“Kamu tulis ini di papan tulis.”
Fira mengangguk, malas juga berdebat dengan Guru.”Padahal buku ini sama persis dengan buku kita semua, palingan hanya ingin mengerjai ku. Sudahlah, sebagai murid yang baik aku akan melakukan itu,” batinnya.
“Bu, kenapa harus menulis lagi? Di buku ini semua sama persis seperti yang ditulis Fira,” tanya seorang murid laki-laki kesal dengan sikap Indri.
Indri berjalan menghampiri meja muridnya itu lalu menatapnya galak.”Kamu tidak perlu menulis! Ibu sengaja menyuruh Fira melakukan itu agar tangan Fira terbiasa menulis.”
“Bu, saya sudah terbiasa menulis, yang saya tidak terbiasa adalah menggoda Suami orang,” balas Fira kesal.
Indri mendelik galak, ia menoleh dengan cepat ke arah Fira dengan tatapan mata penuh amarah.
“Tidak sopan! Apakah seperti ini orang tuamu mengajari cara bersikap pada Guru?!”
Fira mengepalkan tangan menahan amarah mendengar Indri membawa nama kedua orang tuanya.
“Orang tua saya selalu mendidik saya dengan baik, Bu. Orang tua saya mengajari saya agar hormat pada Guru, sebaliknya bagaimana dengan Ibu sendiri? Di dalam buku paket itu, semua sudah ada yang Ibu menyuruh saya menulis di papan tulis. Buku ini sama persis dengan buku kita semua, apakah Ibu sakit hati karena Pak Ivan lebih memilih saya menjadi kekasihnya daripada Ibu?” balas Fira ramah.
Seisi kelas menatap Indri penasaran, ada juga yang menatap Guru cantik itu sambil geleng kepala. Mereka tidak menyangka kalau Indri menyuruh Fira hanya karena dendam pribadi.
Indri merasa sangat malu dengan apa yang dikatakan Fira, tapi ia tidak bisa membantah ucapan tersebut.
“Fira, jaga sikapmu.”
Fira dan Indri mengalihkan perhatian pada Angga, murid laki-laki yang sangat suka berdandan melebihi wanita.
“Sudah tidak asing lagi kabar tentang Bu Indri menyukai Pak Ivan, Wali Kelas kita itu sangat digandrungi oleh kaum Hawa, tapi sayangnya Pak Ivan tidak tertarik pada Bu Indri. Jadi kamu jangan menambah rasa malu, anggap saja kamu tidak tahu,” tambah Angga, terlihat seperti membela Indri padahal menjatuhkan Guru cantik itu.
Fira semakin syok dengan kelakuan kelas 3F, mereka tidak ada yang hormat pada Gurunya, tapi kalau Guru seperti Indri menurutnya pantas untuk tidak dihormati.