Episode 4
Terdiam dalam mobil tanpa segera keluar, tangan meremas perut yang tiba-tiba tidak nyaman, ia ingat telah sarapan tanpa menggunakan sambal atau apapun yang menyebabkan sakit perut.
Berulang kali menarik nafas lalu menghembuskan kembali, setelah rasa tidak nyaman itu mulai mereda, pria itu segera membuka pintu mobil lalu turun dari mobil tersebut.
Mata safir itu terpaku pada sosok gadis cantik yang berjalan dengan kesal, bahkan menghentakkan kakinya.
Maulana menggelengkan kepala melihat sikap sang Istri, menurutnya gadis itu sangat imut.
Fira mendongakkan pandangan menatap sang Suami dengan galak, setelah itu melangkah kaki menuju ruang kelas 3 F.
Maulana menutup pintu mobil lalu berjalan menuju kantor guru.
"Pagi, Pak Ivan," sapa seorang guru perempuan.
"Pagi juga," balas Maulana sambil melangkahkan kakinya menuju mejanya.
Tak lama kemudian Fira balik lagi, ia berjalan menuju ruang guru.
Di depan pintu ruang Guru, ia terdiam bingung harus bagaimana sehingga seorang guru laki-laki menegurnya.
"Dek, kenapa kamu di sini? Ada yang bisa bapak bantu?"
Fira mendongak menatap wajah guru tersebut, terlihat masih 25 tahun dan ganteng.
Gadis itu kembali menunduk sambil tersenyum ramah.
"Pak, saya murid baru. Tapi saya bingung harus berbuat apa, saya ingin bertemu wali kelas tiga F."
"Oh." Guru itu mengangguk.
"Pak Ivan!"
"Ya," jawab Maulana biasa dipanggil Ivan.
"Ada murid baru mencari Bapak," jelas Pak Guru.
"Suruh masuk saja, Pak Edo."
"Baik."
Edo mengalihkan perhatian pada Fira lalu tersenyum ramah.
"Masuklah, Pak Ivan di mejanya. Beliau adalah seorang Guru yang sangat ramah."
Fira mengangguk, ia pun melangkah kaki ke dalam ruang Guru tersebut.
Mengedarkan pandangan mata mencari sosok Guru bernama Ivan, tapi tidak tahu yang bernama Ivan.
Saat melihat sang Suami sedang membuka buku pelajaran seperti sedang mempelajarinya, ia pun duduk di depan meja sang Suami.
"Paman, meja Pak Ivan itu mana?"
Beberapa Guru yang kebetulan sudah datang menoleh pada Fira dengan pandangan aneh, gadis itu bertanya pada pemilik nama.
Maulana tersenyum lalu menyerahkan kartu namanya pada sang Istri.
"Kamu bisa membaca?"
"Tentu saja, aku bukan anak TK yang tidak bisa membaca," balas Fira jutek.
"Kalau begitu baca nama di kartu pengenal itu," pinta Maulana lembut.
Fira pun menuruti perintah sang Suami.
"Mizuruky Ivan, itu nama siapa?"
" Nama ku," jawab Maulana dengan senyum manis.
"Jangan ngada-ngada, nama Paman kan Ivan Maulana Rizky? Kenapa bisa ada Mizuruky nya? Yang ku tahu Mizuruky Ivan itu adalah calon Suamiku." Dengan bangga Fira mengatakan itu, sengaja berbohong pada sang Suami agar pria itu marah dan menceraikan dirinya.
Maulana tersenyum simpul mendengar ucapan sang Istri, begitulah kalau menikah dengan paksaan, bahkan mendengar marga sang Suami juga tidak mau.
"Jadi Mizuruky Ivan itu adalah calon Suamimu?"
"Tentu, aku dan dia sudah pacaran selama 2 tahun," balas Fira semakin mengarang.
Pria itu menahan diri untuk tidak tertawa mendengar karangan bebas dari sang Istri, bahkan guru-guru yang ada di ruangan tersebut juga geleng-geleng kepala.
"Tapi … bukankah Ivan Maulana Rizky juga bisa dipanggil Ivan? Kenapa seakan kamu tidak percaya, Sayang?"
Maulana semakin menggoda gadis itu, rasanya sangat ingin memeluk dan meniduri sang Istri.
Fira kelabakan saat sang Suami memanggil Sayang, ia pun langsung bangkit dari tempat duduknya lalu mencondongkan tubuh dengan tangan terulur menutup mulut pria tersebut.
"Jangan sembarangan panggil!"
Maulana memegang tangan sang Istri lalu menyingkirkan tangan tersebut dan menciumnya.
"Sayang, apakah kamu tahu kenapa aku memindahkanmu sekolah di sini?"
"Mana ku tahu," balas Fira jutek sambil menarik tangannya kasar, setelah itu kembali duduk di kursi.
"Karena ada kelas khusus di sini untuk siswa yang telah menikah, bukan sembarang menikah. Tapi karena sebuah alasan tertentu, seperti kamu. Kamu terpaksa menikah mudah padahal sebenarnya ingin sekolah. Ya meski tidak semua dalam kelas itu isinya para Istri juga, dan biasanya mereka menikah secara agama," jelas Maulana lembut.
Fira tidak habis pikir, kenapa ada sebuah sekolah mengizinkan wanita yang sudah menikah tetap belajar, baginya dan bagi semua orang pasti sangat melanggar.
"Bagaimana kalau seorang sudah berumur tapi ingin sekolah, apa bisa?"
"Eh … ini tetap tingkat SMA, lagipula itu semua juga disembunyikan. Tidak dipublikasikan status mereka di depan umum," jawab Maulana.
"Kenapa? Kenapa harus disembunyikan?" tanya Fira semakin penasaran.
"Karena itu merupakan aturan pendidikan, tetapi mengingat bahwa hak setiap anak untuk mendapatkan pendidikan yang baik, sekolah ini memberikan kelas khusus pada anak yang terpaksalah menikah untuk tetap sekolah," jelas Maulana sambil mengingat betapa mirisnya kehidupan manusia, karena terbentur ekonomi seorang anak terpaksa putus sekolah dan menikah.
"Itu benar, Dek. Ini adalah bentuk rasa simpati kami terhadap para anak yang seharusnya sekolah, menempuh pendidikan SMA tapi justru harus menjalani kehidupan rumah tangga yang rumit," timpal guru cantik yang duduk di samping meja Maulana.
"Mereka juga tidak ingin seperti itu, iya kalau dapat Suami yang baik, tanggung jawab dan sabar serta penyayang. Tapi kalau dapat Suami yang suka nuntut tapi tidak mau dituntut, keras dan selalu berat sebelah. Bukankah mereka sangat kasihan," sahut Guru yang lain.
"Memangnya Suami yang baik itu seperti apa?" tanya Fira penasaran.
"Seperti Pak Ivan misalnya, dia kan calon Imam yang baik. Banyak siswi dan Guru di sini bermimpi dinikahinya," sahut Pak Edo sambil mengedipkan matanya.
"Hehehe, Pak Edo pandai bercanda. Sudahlah, sudahi pembicaraan ini." Maulana kembali fokus pada sang Istri.
"Tunggu saja disini, nanti kamu akan bersamaku. Aku akan mengenalkanmu di kelas."
Fira mengangguk, mata coklat itu menatap sosok pria bermata safir di depannya.
"Seperti apa Suami yang baik itu?"