Seorang wanita muda yang hanya memakai daster pendek tanpa lengan, kini tengah duduk memandang bulan yang sedang mengintip malu-malu dari balik awan malam. Udara dingin begitu terasa menusuk di setiap inci kulitnya, apalagi saat ini pakaiannya begitu terbuka. Namun tidak membuatnya beranjak dari kursi plastik di depan kamar kosnya. Rokok yang baru saja dua isapan ia nikmati, kini ia lemparkan ke jalanan sepi. Tidak! semenjak mengetahui dirinya hamil tanpa tahu siapa lelaki yang menanam benih di rahimnya. Ia sudah memutuskan untuk tidak merokok. Meskipun ia tidak bisa dengan mudah keluar dari kehidupan malam, namun untuk merokok rasanya sudah tidak bisa lagi. Lidahnya terasa pahit jika menyesap rokok, bahkan bagai mati rasa. Bintang-bintang bertaburan seperti membentuk lambang huruf 'L'. Wanita itu mendongak menikmati gugusan bintang yang begitu indah. Menghiasi malam yang tampak benderang dengan sinar malu rembulan. "Kamu menjadi tabungan Ibu di akhirat ya, Nak. Tunggu ibu di sana," ujarnya lirih. Air matanya meluncur bebas membasahi kedua pipinya. Ia terisak, namun tetap mencoba mengusap air mata yang tidak kunjung berhenti. "Vio ... kamu nangis?" tanya seorang lelaki kemayu yang merupakan teman kos Viona. "Bukan, gue lagi mancing!" ketus Viona sambil melotot ke arah Yudi. "Ha ha ha ... " Yudi terbahak mendengar sahutan Viona. "Jangan marah dong, Jeng. Gue kan cuma berjanda," ujar Yudi sambil terkekeh kemudian berlalu dari hadapan Viona. Lelaki kemayu itu memilih masuk ke dalam kamarnya yang hanya berjarak dua ratus meter dari kamar kos Viona. "Dasar belok! Ngajak berjanda tidak lihat sikon," gerutu Viona kesal sambil masuk ke dalam kamarnya. Rasa sepi saat masuk ke dalam kamar, membuatnya menyalakan televisi. Memencet remot mencari acara yang kiranya bisa menghibur kesedihan dan kesepian dirinya. Lagi-lagi hanya acara membosankan yang ditampilkan di sana. "Bosen banget! pengen udahan aja deh cutinya," gumam Viona sambil mengambil ponsel dari atas nakas. Ia memencet kontak seseorang. [Hallo Kojek,ini gue Viona"] [Hai Viona. Sudah lama nih,apa kabar lo?] [Gue udah sehat kok. Mmmm... besok gue udah mulai kerja lagi bolehkan, Jek?] [Yakin lo udah bisa mulai?] [Iyaa, udah lama gue libur nih, udah kehabisan duit, tapi gue di bar yaakk? ga pake ngelayanin tamu. Pliss] [Apalagi kakek-kakek.] [Hahahaha...emang kenapa kalau kakek?] [Cape gue banguninnya, lama!] [Ha ha ha ...] [Okelah, besok lu di bar aja. Gue tunggu] [Maaciihh Jeek, bye] **** Selama setahun Viona bekerja sebagai wanita penghibur di bar Kojek, temannya. Namun, kesalahan terjadi sehingga Viona hamil, dia tidak menggugurkan kandungannya dia bertahan sampai kandungannya berusia 7 bulan. Suatu hari, Viona terpeleset di kamar mandi sehingga ia kehilangan bayinya. Hatinya sangat sedih dan jiwanya cukup terguncang, karena dia sangat mencintai bayinya. Meskipun ia tidak pernah tahu, pelanggan mana yang sudah menanamkan benih di rahimnya. Hari ini, tepat tiga minggu setelah ia kehilangan bayinya, masih dalam keadaan berduka. Namun dia harus tetap bekerja demi kelangsungan hidupnya dan ibu serta adiknya di kampung. "Ros, itu t***k lu masih keluar asi ya?" tanya Daren temen kosnya Viona. (oh ya nama asli Viona adalah Rosmala namun panggilan di club, Viona). Daren baru tiba dari minimarket dan langsung menuju kamar Viona. "Ah ... Iya nih, aku heran masih ada aja ASI-nya. Coba bayiku ada, pasti dia sangat senang karena asiku banyak," jawab Viona sedih. "Sudahlah Ros, itu yang terbaik untuk lu dan dia. Oh iya, apakah lu sempat memotretnya sebelum dimakamkan waktu itu?" tanya Daren sambil menatap wajah Ros dengan serius. "Oh iya ada," jawab Ros antusias sambil membuka galeri ponselnya. Wajahnya berbinar saat memperhatikan foto buah hatinya. "Ini, putriku cantik sekali." Viona menunjukkan foto bayinya dengan mata tertutup sebelum memakai kain kafan. "Naakk, sedang apa? Ibu rindu," isak Viona sambil mengelus ponselnya. "Ya ampun Ros, lucu banget ya. Lu yang sabar yaa." Daren memeluk Ros sambil berusaha menenangkannya. "Ini yang terbaik buat kalian berdua, kasian juga dia kalau lahir dan tahu pekerjaan ibunya melayani lelaki hidung belang. Anggap aja tabungan lu di akhirat," ujar Daren lagi, menguatkan sahabatnya. "Lu ngomong tumben bener, Ren! ha ha ha..." "Ba****k lu, Ros!" keduanya terbahak. **** Di lain tempat, Riswan sudah tiga hari tidak masuk kantor sejak bayinya di rawat di sebuah rumah sakit. Bayi itu baru berumur sebulan dan sangat ringkih, ibunya meninggal saat melahirkan Melati anaknya. "Dok, apakah hari ini bayi saya sudah bisa pulang?" tanya Riswan khawatir. "Kondisi bayi bapak sudah stabil, insya allah hari ini boleh pulang. Oh iya, untuk keperluan ASI, Bapak bisa mengonfirmasi ke bank ASI ya, Pak, kontaknya sudah saya kasih," jelas Dokter Fatma. "Baik Dok, terimakasih banyak," ucap Riswan sambil tersenyum kecil. "Pak Riswan semoga Bapak dan bayi Bapak bisa melewati ini semua, yang kuat ya Pak," ujar Dokter Fatma menguatkan. Ia iba pada bayi Melati yang kehilangan ibunya saat berjuang melahirkannya. Bayi Melati sangat sensitif terutama dalam pemberian asi. Melati tidak bisa minum sufor, kulitnya kemerahan dan ia menangis seharian jika diberikan sufor. Apapun itu merknya tetap tidak cocok. Sehingga Riswan sering bolak balik ke bank asi untuk mendapatkan asi bagi Melati. Riswan berjanji pada almarhumah istrinya akan menjaga anak mereka dan memberikan yang terbaik bagi Melati. "Ooeekk..ooeekk..." bayi Melati menangis kembali sesaat setelah tiba di rumah. Bik Momo pembantu di rumah Riswan yang berusia hampir paruh baya itu segera menggendong Melati penuh sayang. "Cup..cup..sayang, haus ya, Nak?" tanya Bik Momo menenangkan. "Pak, stok ASI di kulkas sudah mau habis, Pak. Sebaiknya bapak segera ke bank ASI hari ini." "Ya allah iya, Bik. Saya hampir lupa, tapi saya ada meeting jam dua ini. Semoga keburu deh, Bik. Saya titip Melati ya, saya langsung ke kantor," ucap Riswan bergegas tak lupa mencium Melati dengan lembut. **** Jam menunjukkan pukul lima sore, Rosmala atau biasa dipanggil Viona bersiap-siap hendak berangkat ke club. Dirinya sudah berdandan yang rapi, cantik, dan juga seksi. Iya mengambil empat kantong asi yang sudah ia tampung sedari malam. Seperti biasa, ia akan membawanya ke bank asi. Memberikan asinya dengan penuh suka cita kepada bayi-bayi yang membutuhkan. "Hallo, iya Jek gua mau ke situ sekarang, gua ada keperluan sebentar jadi mampir dulu ke tempat teman," ucap Viona terburu-buru keluar dari bank asi sambil menelpon Kojek. Brraaakk Ponsel Viona jatuh. "Aduuhh!" Viona terpekik kaget sambil meringis. "Maaf Mbak, maaf. Saya tidak sengaja, saya terburu-buru, apa Mbak terluka?" tanya Riswan panik. "Tak apa, its oke, saya juga tidak hati-hati. Permisi saya duluan," kata Rosmala sambil mengambil ponselnya yang jatuh seraya merapikan rambutnya. Tanpa menoleh lagi pada Riswan, kakinya melangkah menuju parkiran. Riswan memperhatikan kepergian Viona, wanita yang berpakaian sedikit menerawang itu. Riswan hanya bisa menggelengkan kepala. **** "Ris, bagaimana kabar Melati?" tanya suara lembut di ujung telepon sana. Saat Riswan sedang menggendong Melati, mencoba menidurkannya malam itu. "Alhamdulillah baik, Bu," jawab Riswan masih sambil menimang Melati. "Ibu dan Papa sehat?" tanya Riswan kepada ibunya. "Sehat, cuma ya Bapak belum bisa ditinggal, Ris. Maaf ya, Nak. Ibu belum sempat ke sana lagi," ucapnya lirih. "Iya Bu, tidak apa-apa. Ada Bik Momo yang membantu Riswan," balas Riswan menenangkan ibunya. "Ris, apakah kamu tidak mencari istri saja untuk menjadi ibu Melati?" tanya ibu Riswan dengan suara ragu. "Ya ampun Ibu, tanah kuburan Nisa saja masih basah Bu, kenapa bicara seperti ini?" lirih Riswan sedih mengingat istrinya. "Mmmm...ibu'kan hanya bertanya, maaf yaa, sudah dulu bapakmu manggil tuh," balas ibu Riswan kemudian menutup teleponnya. **** Beeenggg...beeenng... Alunan musik club sangat nyaring terdengar, membuat jantung ikut berdenyut. Viona yang sedang menjadi bartender malam ini. Sedari tadi berusaha tersenyum ramah kepada pelanggan club serta melayaninya dengan baik. Tidak semua orang-orang yang ada di dalamnya adalah orang jahat. Ada yang sekedar nongkrong dengan teman-teman menikmati malam. Ada juga yang "jajan". Club Ferrari kepunyaan Kojek cukup besar dan lengkap. Di club Kojek tidak hanya menyediakan minuman keras tetapi juga kopi dan jus. Ruang khusus untuk ngopi juga terpisah dari club party. Jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Tamu sudah banyak berdatangan, karena kebetulan sekali ini malam sabtu. Kojek menghampiri Vio yang tengah sibuk menata di rak gelas. "Vio, itu!" tunjuk Kojek kaget ke d**a Vio. Mata Viona turun melihat ke dadanya, benar saja asinya keluar lagi. "Ya, namanya juga ibu menyusui, Jek. Pasti keluar ASI, masa iya keluar lahar panas," sahut Viona sambil terkekeh. ****