Tantrum

1046 Kata
“Mas, aku mau bicara sama kamu.” Kirana menghampiri suaminya yang hendak melangkah masuk ke kamar. “Apalagi yang mau kamu bicarakan? Kalau tidak penting tidak usah berbicara,” geleng Anka acuh tak acuh. “Aku tidak melarangmu untuk berhubungan dengan Siska, mau kamu bagaimanapun dengan Siska, aku akan mencoba memahaminya, karena aku tahu kalian tidak jadi menikah karena aku. Jadi, aku mohon sama kamu untuk membuat mentalku baik-baik saja dan membuat kandunganku tidak terpengaruh aku mohon kepadamu untuk tidak bermesraan dengan Siska di rumah ini, kalau aku tidak ada itu tidak masalah, tapi jika aku melihatnya? Bagaimanapun juga hati seorang istri tidak akan mungkin diam begitu saja.” Kirana yang dikenal diam dan tidak banyak bicara kini menampakkan aslinya. “Wah kamu sudah mulai bicara ya sekarang, kamu sudah mulai mengganggu ketenanganku. Ini rumahku, ini hidupku dan kamu tidak perlu ikut campur jika kamu tidak suka kamu bisa menutup mata, jangan bawa-bawa kandunganmu. Dan asal kamu tahu aku dan Siska tidak berselingkuh.” “Memberi perhatian kepada wanita lain itu sudah selingkuh namanya, Mas. Membuat wanita lain nyaman dan merasa punya kesempatan itu selingkuh.” Kirana menatap suaminya, ia tak perduli andaikan untuk pertama kalinya tangan Anka mengenai pipinya karena di anggap membangkang. “Jauh sebelum kamu hadir di sini, Siska adalah wanita yang akan aku nikahi dan dia adalah pilihan ibu dan Mbak Dania, jadi kamu tidak punya urusan dalam hal ini. Aku dan Siska mau bagaimanapun itu tidak ada urusannya dengan kamu, kamu hanyalah istri di atas kertas. Kamu hadir di sini dan ada di sini saat ini karena kamu mengandung anakku, bukan untuk menjadi istriku.” Lagi dan lagi, Kirana harus mendengar hal itu dari suaminya, ia tidak pernah mengharapkan banyak hal, yang ia inginkan satu kali saja senyuman suaminya tampak di hadapannya. Tapi, sayangnya senyuman suaminya bukan untuknya. “Oke kali ini dan seterusnya aku yang akan tetap salah di matamu,” kata Kirana. “Memang akan selalu salah, karena kamu siapa? Siapa kamu sampai kamu datang mengabrek hidupku?” Seperti biasa Kirana memilih untuk mengalah, karena jika ia tetap meladeni suaminya untuk berdebat saat ini mungkin itu akan menyakitinya juga dan ending-nya tetap ia juga yang terluka. Kirana kembali menuju dapur, ia malas mendengar perkataan suaminya yang menyakitkan itu, sudah terlalu banyak luka yang suaminya berikan tapi ia berusaha untuk terus bersabar demi anak yang sedang ia kandung, walaupun dengan menikah dan mempertahankan pernikahannya membuatnya harus kehilangan pekerjaannya dan impiannya bahkan kehilangan kepercayaan dari sang ayah, tapi Kirana senang memberikan Ayah untuk anaknya. Mungkin Kirana akan merasa lebih baik dan menjadi lebih kuat andaikan ada dukungan dari sang ayah, tapi sayangnya sang ayah tidak menerima perbuatannya dan tidak memaafkan apapun tentang itu. Tak lama kemudian, Kirana mendengar suara riuh di luar sana. Lalu tak lama juga terlihat tiga wanita masuk secara bersamaan ke dalam rumah, siapa lagi jika bukan Dania, Wahida dan juga Siska, wanita yang ia ambil posisinya. “Eh kamu, panggilkan Anka sekarang,” titah Dania menyuruh Kirana. Kirana mengangguk, ia melangkah kembali menuju kamar dan melihat suaminya itu sedang duduk di tepi ranjang. “Mas, ada yang mencarimu.” “Siapa?” “Siapa lagi jika bukan Siska, Mbak Dania, dan Ibu.” “Lalu kenapa ekspresimu seperti itu?” “Ya tidak apa-apa, memangnya aku harus berekspresi seperti apa?” “Oke kamu bisa pergi buatkan minum atau apapun,” titah Anka. “Iya aku akan membuatkannya, karena aku disini pembantu bukan ibu dari anakmu,” sindir Kirana lalu melangkah pergi. “Aneh sekali wanita itu, baru saja beberapa menit berlalu pergi, malah balik lagi,” geleng Kirana berbicara pada dirinya sendiri. Sesaat kemudian Anka datang lalu duduk di kursi kebesarannya, duduk di hadapan tiga wanita yang sedang duduk saat ini. “Ada apa, Bu?” “Tadi aku sama Ibu mau kemari, tapi kami bertemu dengan Siska. Jadi, kami ajak dia kemari lagi.” “Oh baiklah.” “Oh iya selagi Siska di sini, kamu tidak mau mengatakan sesuatu?” tanya Dania. “Maksudnya?” “Bukannya ada yang mau kamu katakan?” Dania terus memaksa. “Memangnya apa yang akan aku katakan?” “Kamu bilang setelah Kirana melahirkan kamu akan menikahi Siska dan kamu juga bilang kalau Siska mau Siska bisa menjadi istri kedua untuk sementara waktu,“ kata Dania, konyol sekali perkataan mbaknya itu, semua itu adalah dusta dan rekayasa, Anka tidak pernah mengatakan hal itu sebelumnya bahkan tidak pernah terlintas di pikirannya akan menikahi Siska atau menjadikan Siska yang kedua. Kirana mendengar semuanya. Anka mengatakan hal itu? Sungguh, sangat jahat. Anka memikirkan banyak hal selagi ia masih di sini. “Mbak ngomong apa sih?” gelang Anka. “Ya udah sih, ngomong aja. Kan tinggal ngomong, kamu mau kan Siska jadi istri kamu? Kan awalnya rencananya gitu kamu mau menikah sama Siska tapi perempuan itu datang menghancurkan semuanya." Dania melanjutkan seolah dia bisa mengatur apa pun yang adiknya lakukan. "Mbak, sudahlah," geleng Anka. "Ada apa, Anka? Kamu kenapa? Kok begitu, tadi katanya Siska, kalian mesra-mesraan di sini." Dania melanjutkan. "Dania, sudahlah. Kamu ini kayak anak kecil saja, adikmu kalau tidak mau menjawab ya sudah," sambung Wahida. "Bu, udah gak usah ikut campur, Ibu itu sedang menjengkelkan." Dania menggeleng tak percaya. "Memangnya kenapa kamu jengkel pada Ibu? Salah Ibu apa? Mbak, jangan sampai Mbak buat aku marah ya," lanjut Anka. "Kamu mau bicara tentang Mbak atau tentang Siska? Siska udah jauh-jauh kemari loh, jadi hargai kedatangannya." "Sis, kamu kan sudah datang tadi kemari, kenapa balik lagi?" tanya Anka menatap Siska yang tidak enak hati karena berada di tengah keluarga yang tidak akur ini. Siska juga tidak mau ada di sini andaikan pria yang sedang di perebutkan adalah pria miskin dan tidak punya apa-apa. Untungnya pria yang ia inginkan juga kaya raya. "Maaafin aku, Ka, aku tadi mau ke rumah Ibu, tapi aku ketemu Ibu dan Mbak Dania yang mau kemari katanya, jadi aku di ajak sekalian kemari," sambung Siska. "Harusnya kamu langsung pulang, jangan mendengarkan mereka," geleng Anka. "ANKA, kamu ini apa-apaan sih, kamu mau menggantung hubunganmu dengan Siska? Mbak tahu loh kalau kamu itu juga mencintai Siska, kamu mesra-mesraan kepadanya tanpa berpikir kah?" Dania mulai marah dan naik pitam. Sekeras apa pun ibunya menyuruhnya berhenti, Dania malah tantrum sendirian dan menjadi-jadi. Dania tak bisa di beritahu dan semaunya sendiri.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN