Ditha tidak sanggup untuk menjawab ucapan menyebalkan dari pria yang duduk di sebelahnya. Semakin kesal dan dongkol karena tingkahnya yang bahkan tidak menutupi kikikan gelinya di hadapan Ditha.
"Mau ngapain sih kamu? Jangan bilang kalau mau mengacaukan acara perjodohanku ini?" Jeritan hati Ditha tak mampu terucapkan lewat lisan.
"Wah sepertinya kedua putra dan putri kita sudah saling mengenal dengan akrab ya? Kayaknya bisa sukses beneran ini niat baik kita."
Seorang wanita paruh baya, yang terlihat sangat anggun dalam balutan kebaya dan sanggul tradisional khas Jawa memberikan komentar. Beliau adalah Nyonya besar keluarga Pradana.
"Iya, dari tadi mereka berdua sudah bisik-bisik dengan akrabnya." Mama Ditha yang kali ini ikut menimpali dengan nada yang terdengar kegirangan.
Para tamu yang hadir lainnya pun ikut menyetujui celetukan kedua nyonya besar itu. Hampir semuanya berkomentar dan bergumam tentang betapa cocok dan serasinya Ditha dengan pria yang duduk di sebelahnya sebagai pasangan nanti.
Kedua bibir Ditha ternganga semakin lebar demi mendengar ucapan-ucapan spontan dari para hadirin yang hadir. Kaget bagaikan ada kilatan petir ribuan volt yang seketika menyambar tubuhnya.
"Tunggu-tunggu, apa maksudnya ini? Kenapa bisa jadi pria gak jelas itu yang akan menjadi pasanganku?" Ditha membatinkan kepanikannya. Sekali lagi memandang si pria yang duduk di sampingnya untuk mencari jawaban.
Ditha melihat pria itu mengembangkan senyuman lebar di bibirnya. Bahkan terlihat sekali dia berusaha keras menahan tawanya untuk tidak meledak.
Gelagat itu membuat Ditha tersadar bahwa sejak awal memang buka pria cinta pertama yang hari ini dijodohkan dengannya. Akan tetapi malah pria tidak jelas dan menyebalkan ini. Pantes saja pria ini yang duduk di sebelahnya.
"Kok bisa begini sih? Apa yang sudah terjadi? Kenapa bisa terjadi kesalahan begini? Aduh mama! Kok bisa salah orang sih yang dilamar?" Batin Ditha semakin menjerit-jerit frustasi.
Acara makan malam berlanjut dengan disajikannya hidangan pembuka. Hanya Ditha yang tidak bisa menikmati makanan itu, pikirannya sudah terbang ke mana-mana. Dia berusaha mengingat rentetan kejadian yang telah terjadi sampai acara perjodohan hari ini. Untuk mencari di mana kesalahan yang terjadi.
Semua bermula pada saat Ditha bertemu kembali dengan pria yang merupakan cinta pertamanya. Cinta pertama itu tidak ada matinya. Seperti kata pepatah, first love never die. Begitu pula perasaan Ditha kepada pria itu. Meski bisa dikatakan bahwa perasaan Ditha diawali dari sekedar cinta monyet belaka. Kekaguman dari bocah sekolah menengah tingkat pertama kepada seorang pria.
Bertemu kembali dengan pria itu setelah sepuluh tahun lamanya, ribuan lonceng di dalam hati Ditha seolah berbunyi dengan serempak. Kelopak-kelopak bunga mawar yang berwarna merah muda juga ikut bermekaran menghiasi taman hatinya. Dengan pertanda itu, Ditha meyakini bahwa inilah yang dinamakan dengan cinta.
"Ya Tuhan jika dia memang jodohku maka dekatkanlah, Jika dia bukanlah jodohku maka tetap dekatkanlah. Jadikan dia sebagai jodohku, amin." Ditha pun mulai memanjatkan doanya kepada Tuhan di setiap sujudnya. Tiba-tiba menjadi alim karena sedang ada maunya.
Akan tetapi karena merasa Tuhan tidak segera mengabulkan doanya tanpa suatu usaha, Ditha pun mulai melancarkan sebuah upaya. Ditha menyakini bahwa Tuhan tidak akan merubah nasib suatu kaum sebelum kaum itu berusaha merubahnya sendiri. Maka Ditha mulai melancarkan aksinya yang disebut 'Agresi militer untuk mendapatkan pria idaman hati dan cinta pertama'.
"Dengan cara apa? Pendekatan kepada pria itu? Oh tentu tidak, kelamaan Ferguso!"
Ditha yang lulusan sekolah management bisnis dari Sidney University, sudah memikirkan cara lain yang lebih brilian. Cara yang sesuai dengan prinsip ekonomi liberal, untuk mendapatkan hasil yang sebesar-besarnya dengan pengorbanan sekecil-kecilnya.
"Cara apakah itu? Tentu saja, Perjodohan!"
Ditha kemudian merengek dan memohon kepada kedua orang tuanya untuk dijodohkan dengan pria itu. Permintaan yang pasti akan dikabulkan, karena dia adalah kesayangan dan satu-satunya mereka. Putri terakhir yang diidamkan setelah bertahun-tahun merasakan keruwetan memiliki tiga orang anak laki-laki yang tidak manis.
Sesuai dugaan Ditha, baik mama ataupun papanya tidak keberatan dengan permintaan darinya. Bahkan mereka mau saja datang ke kediaman keluarga Pradana guna membicarakan rencana perjodohan Ditha dengan pria impiannya.
"Perjodohan antara putra dan putri dari dua kerajaan bisnis Nusantara, tentu saja layak untuk diperhitungkan bukan?"
Akan tetapi sepertinya ada yang tidak sesuai dengan segala scenario yang telah dirancang Ditha dengan sempurna. Ternyata pria yang dilamar oleh kedua orang tuanya untuk perjodohan ini adalah pria yang salah. Memang ini bukanlah perjodohan paksa, karena Ditha sendiri yang memintanya. Tapi kalau begini kejadiannya, namanya berubah menjadi Perjodohan salah sasaran kan?
"Aaarrrgggh, aku benar-benar bisa gila!" Ditha mengakhiri permainan pikirannya dengan semakin kalut.
"Sebelum membahas tentang perjodohan ini lebih jauh, bukankah lebih baik jika kita melakukan perkenalan terlebih dahulu satu persatu. Karena sepertinya tidak semua yang hadir disini sudah saling kenal." Perwakilan dari keluarga Pradana memberikan saran untuk sedikit mencairkan suasana.
Semua orang yang hadir di meja langsung mengangguk menyetujui usulan itu.
Kecuali Ditha tentu saja, dia sudah sangat panik dan galau sendiri dengan rencana perjodohan salah sasaran ini. Memikirkan bagaimana cara yang harus dia tempuh untuk meluruskan kesalahan pahaman ini. Serta bagaimana untuk membatalkan acara yang sudah terlanjur berjalan degan sangat meriah ini.
"Oh God, please help me!" Sekali lagi Ditha menyesali kesalahan yang telah dia lakukan sendiri. Dengan menghadirkan para awak media di acara ini.
Ditha sendiri yang sengaja mengundang mereka. Tujuan awalnya agar si pria idaman hatinya tidak bisa menolak atau membatalkan perjodohan. Akan tetapi seakan terkena karma, rencananya itu malah menjadi senjata makan tuan yang berbalik menyerang Ditha sendiri.
Perkenalan dari pihak keluarga Pradana berlangsung hangat. Lalu berganti dengan perwakilan dari keluarga Sampoerna yang memperkenalkan seluruh anggotanya. Sesi perkenalan singkat itu cukup ampuh untuk sedikit mencairkan suasana menjadi lebih santai dan kekeluargaan.
"Jadi bagaimana wacana selanjutnya?" Mama Ditha memulai pembicaraan yang menjadi tujuan utama mereka.
"Tunggu, Ma! Jangan dilanjutkan lagi! Mama salah orang ini yang dilamar!" Jeritan hati Ditha semakin merana, sudah ingin menangis saja rasanya karena keadaannya yang terdesak.
"Kelanjutan masalah perjodohan ini sebaiknya kita kembalikan saja kepada yang bersangkutan. Pada mereka berdua yang akan menjalaninya. Bagaimana Nak?" Seorang pria yang sepertinya Tuan Besar Pradana memberikan suaranya.
"Benar sekali kata Papa. Tidak boleh ada paksa-paksaan dalam hal ini." Nyonya besar Pradana membenarkan ucapan suaminya. Semua yang hadir lainnya juga mengangguk sebagai persetujuan.
"Kalau saya sih setuju saja dengan wacana ini. Tinggal bagaimana jawaban dari Nona Praditha Sampoerna."
Di luar dugaan Ditha, si pria tidak jelas tadi memberikan pernyataan mantap. Kata-kata yang mampu membuat Ditha semakin speachless dan galau tingkat dewa seketika.
"Kenapa kamu malah mau menerima wacana ini? Tidak mungkin kalau kamu menyukai aku kan?"
"Mampus! Aku harus bagaimana kalau sudah begini?"
"Aaaaarrggh! Kenapa aku harus terjebak dalam situasi runyam begini sih?" Batin Ditha menjerit-jerit frustasi.