6. Fall in Love? NO!

1279 Kata
Fall in Love? NO!   Tiba di kawasan masjid besar di Jakarta. Mesjid yang luas nan asri, membuat kesan megah bagi yang memandangnya. Interior yang unik mempercantik permukaan masjid. Aksen islami begitu ketal di sini. Kaligrafi dan lafaz Allah terpapang di depan. Rasanya, membuat teduh umat islam yang singgah ke tempat ini. Rendy sudah siap dengan kameranya. Sementara Clarisa sedang brifing dengan Client. “Kak Rendy, property ini simpen di mana?” tanya Ana. “Oh iya di sana aja. Di pojok kiri. Tapi jangan terlalu mentok yah. Kamu udah edit yang barusan Ana?” Ana mengangguk, “Udah kak. Sekarang tinggal sesi ta'aruf yah? Konsepnya Ana belum ngerti. Bisa kakak jelasin?” pinta Ana.  Rendy menjelaskan konsep yang akan di pakai di sesi berikutnya. “Oke client kita udah siap!” seru Clarisa sambil mendekati Ana dan Rendy. “Oke. Kita masuk sesi ta'aruf kan?” tanya Ana. “Iya lah. Lo ga baca yah schedulenya?!” timpal Clarisa seperti biasa ketus. Clarisa meninggalkan mereka dengan terburu-buru. Tidak sengaja kakinya terselip kabel. “AAAWWWAAAASSSS!!!!”  Rendy berteriak kencang.   BUK! Dengan sigap Rendy menangkap Clarisa. Mereka saling berpandangan. Clarisa menatap lekat cowok yang ada di hadapannya sekarang. Mata yang dalam, hidung mancung, kulit putih, rambut tercukur rapih. Rendy engga jelek-jelek amet. Bisa di bilang ganteng mirip aktor Dimas Anggara. Ups! Apa sih Clarisa, gumam Clarisa dalam hati. “Lo ga apa-apa?” tanya Rendy. “Hah?” Clarisa malah bengong. “Lo ga apa-apa? Kaki lo sakit ga?” sangat lembut sekali. Bikin jantung Clarisa berdegup kencang. Kehangatan itu. Perhatian itu. Rindu sekali rasanya dengan semua itu. Dua tahun telah hilang lama dari hidup Clarisa. Cinta? Apakah masih ada di hidup Clarisa? “Hello!” Rendy melambaikan tangannya di depan muka Clarisa. “Elo! Lepasin gue!” Clarisa berontak. Respek Rendy melepaskan Clarisa.   BUK!   Clarisa tersungkur ke lantai. “Sialan lo! Kenapa lo lepasin gue? Sakit tahu!” omelnya. “Lah bukannya tadi lo yang minta!” Clarisa manyun. “Iya sih gue yang minta. Tapi, ga di jatohin juga kali guenya. Sakit tahu,” dampratnya. Rendy malah tertawa puas. “Haha ya udah sini,” Rendy mengulurkan tangannya. Apa boleh buat Clarisa menyambut tangan Rendy. “Makannya kalo jalan jangan buru-buru amet bu. Kejar deadline boleh. Tapi, keselamatan juga perlu di pikirkan,” tambah Rendy. “What's? Ibu! Rese lo berkali-kali gue bilang. Jangan panggil gue ibu!!” “Stt...” Rendy menekan bibir Clarisa dengan ujung telunjuknya. “Bisa ga sih lo ga bawel dulu. Malu kan kalo di lihat client,” tatapan Rendy begitu teduh. Ucapannya yang tulus terdengar begitu lembut di telinga Clarisa. Kehangatan itu yang selama ini Clarisa mau. Kehangatan cinta. What? Cinta! Apa iya Clarisa jatuh cinta? “Ya.. ya udah. Kita masuk sesi ta'aruf,” ucap Clarisa tergagap sambil melepaskan genggaman Rendy.   Kok gue jadi dek-dekan gini? Ah sial! Ga.. Engga mungkin gue suka sama bawahan gue sendiri. Dia cuma carmuk aja Clarisa. Tar juga ujung-ujungnya ngehianatin lo. Kaya ayah yang ngekhianatin bunda. Dumal Clarisa dalam hati.   Sesi ta'aruf pun di mulai. Baru kali ini Clarisa menghadapi client yang benar-benar kental dengan Islaminya. Pre wedding pun tidak terlihat mesranya. Memang dalam Islam tidak ada pre wedding. Makanya saat pre wedding pun. Pihak perempuan dan lelakinya tidak ada kontak fisik. Pandang-pandangan. Apalagi pekuk-pelukan. Yang ada mereka saling menjaga pandangan.   ♡♡♡♡   “Sebenernya apa sih yang di tutupin kak Clarisa kak? Inti tahu kak Clarisa itu anak ke sayangan bunda. Dan pas bunda kecelakaan, kak Clarisa ikut kecelakaan. Apa iya, otaknya geser pas kak Clarisa ikut kecelakaan?” kata Inti sedikit ngasal. “Hus! Ga boleh bilang gitu ah. Kakak tahu, kamu sebel sama sikap kak Clarisa yang sekarang. Mungkin belum saatnya aja, kak Clarisa cerita ke kita. Kak Clarisa masih terluka. Kakak juga kaget, kenapa kak Clarisa sampe tega ngusir ayah dari rumah kita. Ayah di mana pun kita ga tahu kan, ya udah lah. Biarin aja gini. Lebih baik kita fokus aja buat masa depan kita masing-masing. Kakak fokus kuliah. Kamu fokus sekolah,” Jasih menasehati. “Sampe kapan kak kita kaya gini? Aku kasian lihat kak Clarisa yang di penuhin sama dendam. Bisa-bisa, kak Clarisa banyak musuhnya nanti. Kalo sikap juteknya begitu amet sama orang. Aku sayang sama kak Clarisa kak,” keluhnya. “Inti sayang. Semua itu perlu waktu. Perlu proses. Nah mungkin ini fase yang perlu di lewati kak Clarisa. Saat ia mulai lelah. Dia pasti akan terbuka kok. Sabar yah sayang, kakak juga pengen kak Clarisa berubah. Tapi, bukan kita yang paksa,” Inti hanya mengangguk pasrah mendengarkan nasihat Jasih. Terkadang, Jasih lebih dewasa ketimbang Clarisa kakak tertuanya.   ♡♡♡♡   “Eta si ganteng aja masih di jutekin sama mbak Clarisa. Padahal meni bageur pisan,” ucap Wahida dengan dialek sundanya. “Iya lah si Angga aja temennya di jutekin. Padahal, dia udah totalitas kerjanya. Gile yah. Kapan si mbak bisa berubah. Aye aja malu kalo begitu,” tambah Silvi dengan dialek betawinya. Kadang nyambung, kandang tidak jika di satukan dengan Wahida. Yang satu sunda, yang satu Betawi. Perpaduan yang bagus hehe. “Tapi waktu itu aku lihat si Rendy tegur mbak Clarisa loh. Wah berani banget tuh orang,” timpal Liana. Kalau Clarisa tidak ada pasti mereka bergosip ria. “Jangan salah kita harus puji keberanian kak Rendy,” Ullie memuji. “Aku baru lihat mbak Clarisa pingsan waktu malem itu. Keliatan banget, kalo dia lagi ketakutan,” Ayas teringat kejadian malam itu. Malam saat hujan besar dan petir menyambar. Saat itu mereka sedang lembur menyelesaikan kebaya hijau pesanan clientnya. “Terus, terus kumaha tah. Naha bisa pingsan?" Wahida kepo seperti biasa. “Aku juga ga tahu pastinya. Yang jelas dia udah ada di ruangannya aja. Pas kita bangunin malah ga sadarin diri,” cerita Ayas. “Gue rasa sih ada yang nolongin deh. Ga mungkin kan tiba-tiba mbak Clarisa ada di ruangannya,” tambah Luthfiani ikut nimbrung. “Iya deh kayanya. Masa ada orang pingsan jalan sendiri,” Erinda yang sedang mempelajari konsep ikut nimbrung juga. “Eh yuk kerja. Gawat tar kalo kerjaan belum beres. Mbak Clarisa dah dateng,” tegur Nurmala si ceroboh. Dia menang paling takut pada Clarisa. “Mala Mala, ketakutan amet. Mbak Clarisa hari ini jadwalnya seharian di luar, lagian ini juga jam istirahat,” Anggi geleng-geleng. “Gi, kita ke swalayan yuk! Siapa tahu, bahan buat catering kita ada yang naik. Kita kan perlu kalkulasiin lagi ke mbak Clarisa,” ajak Sri yang merupakan bagian catering. Tidak lama Anggi dan Sri pamit dari kerumunan itu. “Ya udah deh, ada baiknya kita kerja lagi. Meskipun, kata Anggi tadi mbak Clarisa seharian di luar kantor. Kita harus kerja tepat deadline,” dukung Cristiana.   “Permisi ada Claranya?” ucap perempuan berambut sebahu yang baru memasuki kantor. “Mbak siapa yah? Udah buat janji? Clara siapa?” tanya Annisa staff kantor. “Oh iya maksud saya Clarisa. Saya Putri sahabatnya Clarisa,” ucapnya sambil menyunggingkan senyumanya yang manis.   “Hai Put, udah lama?” sapa Rini saat melewatinya. “Hei Rin, ga sih gue baru dateng. Claranya ada?” Rini mengajaknya untuk menjauh dari keramaian di kantor. Silvi si biang gossip, di tambah Wahida yang kepo bisa bahaya kalo mereka sampai nguping. “Lo ngapain  ke sini cari Clara Put?” tanya Rini di ruangannya. “Enam bulan lagi gue mau nikah. Kayanya Molefatho Wedding Organizer ini bagus deh. Banyak banget yang puas sama pelayananya,” puji Putri. “Ya udah kalo gitu. Gue buatin janji yah sama Clarisa besok. Sekarang dia lagi ngurusin project pre wedding di masjid besar di Jakarta,”     Apakah benar Clarisa jatuh cinta pada Rendy? Sebenernya apa yang di tutupi Clarisa dari adik-adiknya?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN