BAB 10 – Anna Senang

913 Kata
Gaven kembali ke rumah dengan perasaan bahagia. Lima juta  rupiah, kini sudah ada di tangannya. Gaven tidak menyangka jika dirinya akan menjadi pengawal pribadi seorang artis ternama. Di saat terdesak dan di saat ekonomi anjlok, Gaven diberikan pekerjaan yang baik dengan gaji yang tinggi. “Sore, Bu.” Gaven masuk ke dalam rumah dan langsung mendekap ibunya yang tengah termenung di depan televisi. “Sore ... Gaven, maaf jika hari ini ibu tidak bisa masak. Ayahmu belum kembali.” Anna tertunduk lesu. Sudah tidak ada apa pun yang akan ia masak di rumahnya. “Tidak apa-apa, Bu. Gaven justru ingin memberikan ini kepada ibu. Gaven sudah merndapatkan pekerjaan.” Gaven memberikan sejumlah uang kepada Anna. Anna memandang tangan Gaven yang berisi beberapa lembar pecahan seratus ribu, “Gaven, dari mana kamu dapatkan uang sebanyak ini, Nak?” “Ini uang muka gajiku, Ibu.” “Memangnya kamu bekerja apa?” “Sekarang, aku akan jadi pengawal pribadi seorang artis ternama.” “Maksudmu?” “Rose, ibu tahu dengan Rose Desiranti’kan? Mulai hari ini, aku bekerja padanya, aku akan menjadi pengawal  pribadinya.” “Benarkah? Kok bisa?” Anna heran, ia masih belum percaya. “Tadi aku tidak sengaja menyenggol pengawal pribadinya, kami pun terlibat pertengkaran dan akhirnya ia kalah. Rose memperhatikan semua itu. lalu ia menawariku untuk menjadi pengganti pengawal pribadinya yang sudah kalah itu.” Gaven berbohong. “Oiya? Syukurlah, Nak. Akhirnya, hari ini ibu bisa memasak untuk kita.” Anna tampak begitu sumringah. “Iya, Bu. Jadi, mulai sekarang ibu tidak perlu khawatir lagi. Kita tidak akan berkekurangan lagi.” “I—iya, Nak. Terima kasih.” Anna kembali merangkul putranya. Ia bersyukur dan juga sangat bahagia. “Sekarang ibu bisa pergi ke warung untuk membeli bahan makanan. Jangan lupa, kenakan masker ibu.” “I—iya, Nak. Ibu akan ke warung sekarang.” Anna bergegas meninggalkan rumahnya menuju warung terdekat untuk membeli bahan makanan untuk ia masak. Langkah kakinya begitu pasti dengan wajah merona bahagia. Uang yang ada di tangannya, berkali-kali dicium oleh wanita itu. “Permisi, Dek. Ikan masih ada?” “Eh, ibu Anna. Ada, Bu. Tapi maaf, kali ini gak bisa ngutang lagi ya. Maaf, bukannya saya tidak mau membantu bu Anna, akan tetapi kalau ngutang terus, modal aku bisa habis.” “Tidak, Dek. Gaven sudah dapat pekerjaan. Jadi sekarang ibu mau bayar cash. Sekalian, ibu mau bayar hutang yang kemarin-kemarin.” Anna berbinar. “Oiya? Bekerja di mana?” “Gaven menjadi pengawal pribadinya artis, hehehe.” “Baguslah ... jadi ibu Anna mau beli apa saja?” Sang pemilik warung begitu senang melayani Anna. Selain kali ini Anna membayar kontan pesanannya, Anna juga membayar lunas semua hutang-hutangnya. “Berapa total belanjaan ibu?” “Lima puluh dua ribu diluar hutang-hutang ibu Anna.” “Iya, sekalian hitung hutang yang lama juga.” “Siap, Bu.” Anna sudah menyelesaikan urusannya ke warung. Ia menenteng beberapa kantong berisi bahan makanan untuk ia masak. Wajahnya benar-benar berbinar. Sesampainya di rumah, Anna melihat Matheo terduduk dengan lesu di teras rumah. Pria itu berkali-kali memukulkan topinya ke lututnya. “Pak ....” Anna menghampiri Matheo dan ikut duduk di samping pria itu. “Bu, maaf ... bapak sudah berusaha, tapi hasilnya masih sama. Bapak masih belum mendapatkan pekerjaan atau pun pinjaman.” Matheo masih tertunduk. Ia mengatakan hal itu tanpa menatap Anna yang baru saja pulang dari warung. “Tidak apa-apa, Pak. Aku baru saja kembali dari warung. Lihat, ini belanjaanku. Sebentar lagi aku akan memasak untuk kita.” “Dari mana ibu dapat belanjaan itu? Berhutang lagi? Memangnya mereka masih mau meminjamkan?” Matheo melihat kantong belanjaan Anna. “Tidak, kali ini aku membelinya kontan. Aku juga sudah melunasi hutang-hutang kita di warung.” Anna tersenyum “Kok bisa?” Matheo heran. “Gaven sudah mendapatkan pekerjaan. Gaven yang sudah memberiku uang untuk melunasi hutang di warung dan juga membeli bahan makanan untuk beberapa hari ini.” Anna menjelaskan. “Gaven? Pekerjaan apa? Sejak kapan Gaven kita bekerja?” Matheo heran. “Baru hari ini, ia bekerja sebagai pengawal pribadi seorang arti ternama.” Anna menjelaskan dengan netra berbinar. “Pengawal pribadi? Artis ternama? Siapa? Kenapa bisa?” Matheo masih heran, ada segurat kekhawatiran di hati pria itu. “Iya, katanya Gaven bertemu dengan Rose Desiranti di mall, lalu ia terlibat pertengkaran dengan pengawal pribadi wanita itu. Pengawal itu kalah, dan Gaven ditawari pekerjaan oleh artis Rose.” “Kalah, maksudnya?” Matheo curiga. “Kalah, pengawal itu tumbang. Ah, sudahlah pak, yang penting sekarang Gaven sudah bekerja dan ibu bisa masak untuk makan kita. Ibu mau ke dalam dulu, mau masakh untuk makan malam kita.” Anna pun meninggalkan Matheo seorang diri di teras rumah. Ia berlalu menuju dapur untuk menyiapkan makan malam untuk keluarganya. - - - Setelah selesai melaksanakan makan malam, Gaven kembali ke dalam kamarnya. Kecantikan seorang Liliana mulai mengusik relung jiwa Gaven. Senyum manis gadis itu ketika menyapanya, jelas terekam oleh Gaven. Ingin rasanya Gaven melihat senyum itu lagi dan lagi. Dalam kegundahan hatinya, Gaven kemudian mengambil gaway dan mulai mencari tahu sosok Liliana di internet. Ia mengetik nama panjang gadis itu, “Liliana Putri Raymond”. Mesin pencari tersebut kemudian menampilkan semua data mengenai Liliana. Gaven tersenyum manis, ia bisa melihat foto senyuman Liliana dalam berbagai ekspresi. Cantik dan sederhana, kamu memang sempurna, Lian. Gaven tak bisa untuk tidak memuji Liliana seraya terus menatap layar Gawaynya. Kehadiran Liliana ternyata mampu membuat seorang Gaven Athair berdebar.      
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN