DAFFA |06|

726 Kata
•||• Daffa membuka helmnya dan menoleh ke belakang. "Turun dip!" Perintah Daffa. Diffa menurut lalu turun dari motor Daffa. Hari ini, sesuai yang dipesankan Nara kepada Daffa bahwa hari ini mereka taakan pulang ke rumah karena akan kerumah orang tua Raka di Bandung. "Aa jemput Rayyan dulu?" tanya Diffa. "Iya." Daffa menyodorkan helmnya kepada Diffa. "Nih taruh dalem, Aa nggak usah pake helm." Pun Diffa mengambil helm tersebut lalu masuk ke dalam rumah. Daffa memilih tak memakai helm karna sekolah adiknya masih dekat dengan perumahannya. Hanya beda kompleks saja. Daffa langsung meluncurkan motornya ke arah sekolah Rayyan. Di jalan, lagi-lagi Daffa memikirkan tentang hal yang seharusnya tak dipikirkannya. Ia menggeleng pelan. Tidak seharusnya pikiran itu hadir di kepalanya. Motornya berhenti didepan sebuah gerbang bertuliskan 'SD IT AL-MALIK'. Sd It Al-Malik adalah tempat Rayyan menempuh jenjang sekolah dasarnya. Bukan tanpa alasan kenapa Nara dan Raka sepakat memasukan Rayyan ke sekolah IT dibanding Negeri. Alasannya adalah agar anaknya itu tidak hanya mendapat ilmu dunia saja, namun ilmu akhirat juga. Selain itu, Nara juga ingin Rayyan aktif dan tidak pasif. "Aa!" Sebuah suara cempreng membuat Daffa mengerjapkan mata. Dilihatnya sang adik tengah berlari ke arahnya sambil sesekali membenarkan letak tali tasnya. "Bunda nggak jemput ry?" Tanyanya begitu sampai di depan Daffa. "Bunda ke tempat Oma sama ayah. Jadi Aa yang jemput kamu," Jelas Daffa. "Ayo naik ry, biar cepet pulang!" Pun Rayyan menurut. Ia langsung naik ke motor hitam Daffa. "Laper nggak kamu?" Tanya Daffa sembari melihat adiknya dari balik kaca spionnya. "Laper banget A!" "Yaudah beli cakwe yuk, Aa juga laper." "Yuk!" Daffa menjalankan motornya untuk pergi ke taman dekat rumahnya untuk membeli cakwe di sana. Semua anggota keluarganya hampir menyukai roti goreng tersebut. Daffa menghentikan motornya ketika dirasa mereka sudah sampai. "Turun cil!" perintah Daffa. Rayyan turun dari motor Daffa. Mereka memilih duduk di bangku taman yang telah tersedia. Tentu saja setelah Daffa memesan cakwe untuk mereka berdua. Setelah pesanan mereka datang, mereka langsung melahapnya. Daffa tersenyum kecil ketika melihat si bungsu belepotan oleh cokelat di sekeliling bibirnya. Daffa mengambil ponselnya. "Ry!" Cekrek. Satu foto berhasil Daffa abadikan. "Ah A nggak lucu bener candid nya!" Daffa tertawa keras. "Sosoan tau arti candid lo bocah!" Rayyan hanya cemberut setelah itu. Daffa memposting foto Rayyan di akun i********: miliknya. Dan menuai banyak komentar disana. @daffamalik Lil brotha with some cakwe! 1.987 likes 239 comments @diffamalika ah aa bawain itu buat gue ya! @ezranino buset Gans bener bro @freyaabigail18 ih calon adik ipar gue ya Tuhan Gans bangetttt @narapradipta anak bunda ganteng ganteng banget a.. Dan masih banyak lagi. Daffa tak membalas comment itu satu persatu. Terlalu banyak dan ia malas. "A balik yuk?" "Iya yuk! Bentar Aa bayar dulu sekalian mau beliin buat teh Dipa," kata Daffa. Ia pun segera berjalan ke arah penjual cakwe tadi dan memesan cakwe untuk Diffa. Baru setelahnya ia membayar dan pulang. *** "Mana punya Dipa A?" Tanya Diffa ketika Daffa dan Rayyan sampai rumah. Daffa langsung menyerahkan bungkusan berisi cakwe itu kepada Diffa. "Tuh abisin. Ry ganti baju sana!" "Iya A!" Rayyan segera naik ke lantai dua dan mengganti bajunya disana. Diffa terlihat sedang membuka cakwe di meja makan. Daffa berjalan ke arah kulkas lalu mengambil sebotol air putih dan menuangkannya ke dalam gelas. "A?" "Hhm?" "Tadi Om Farhan sms gue," jelas Diffa. Ia menoleh menatap saudara kembarnya yang terdiam beberapa saat di dekat kulkas. Kata-kata Diffa sukses membuat Daffa tak jadi meminum air ditangannya. "Sms gimana?" Daffa mendekati Diffa di meja makan. "Ya gituuu. Om Farhan tanya kabar, A. Katanya kabar gue sama lo gimana." "Terus lo bales?" "Enggak. Gue takut. Masih trauma." Daffa menarik Diffa ke pelukannya. Ia paham, adiknya terlampau sakit hati akibat kalimat Farhan beberapa tahun lalu. Oh atau lo juga bisu kayak anak lo ini? "Dia ngapain balik ke kehidupan kita sih A? Setelah kita sama-sama lupain keberadaan dia, kenapa dia balik lagi seenaknya?" "Gue gatau dip gue gatau. Gue ga ngerti. Gue minta maaf." Tangis Diffa pecah. Ia rapuh sebetulnya. Ia ingin ayahnya ada disini. Ia ingin memanggil Farhan dengan sebutan Ayah, bukan Om. Tapi. Sekali lagi, ia tak bisa. "Maafin gue Dipa. Tolong jangan nangis. Jangan bikin gue makin benci sama orang itu." Tangan Daffa terkepal kuat disamping meja makan. Ia bersumpah, ia akan memberi Farhan pukulan telak ketika ia bertemu langsung dengan orang yang sudah menyumbang sesuatu untuk membuat dirinya hadir di dunia ini. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN