Brianna Harrison PoV
Sungguh aku harus menghindari Nick. Dia sangat berpengaruh buruk buatku. Buruk bagi hati dan pikiranku.
Buruk bagi kesehatanku karena jantungku selalu berdetak kencang setiap mendengar kata-kata manisnya.
Dan untungnya kali ini Tuhan berpihak padaku. Saat Nick bertanya hal itu, mobil hitamnya berhenti tepat di depan rumah yang sengaja aku tunjukan padanya untuk mengeco.
Dengan cepat aku melepaskan seatbelt dan tersenyum kearahnya.
Aku berdehem, "Pertanyaanmu ambigu. Nick", ujarku.
Ia mengangkat sudut bibirnya, "Ya, aku tahu. Kau pasti bingung menjawab apa bukan?",
Aku menggelengkan kepala.
Aku memberanikan diri menatapnya.
"Aku tak masalah bila ada yang mendekatiku", jawabku cepat.
...
Nicholas Villa PoV
"Aku tak masalah ada yang mendekatiku", jawabnya.
Aku tidak salah dengarkan? Pikirku.
Senyuman simpul mengembang dibibirku. Aku tak akan menjawab perkataannya karena aku tahu pasti Sapphira merasa malu sekarang.
Aku mengacak rambutnya, "Baiklah, sampai jumpa hari senin di kampus", kataku.
Ia mengangguk, tapi matanya masih menatapku membuatku terkekeh.
"Apa kau ingin ikut pulang denganku?", tanyaku lagi membuatnya terkesiap.
Lagi-lagi aku tertawa. Tingkahnya selalu sukses membuatku tak bisa untuk tidaj tersenyum.
"Maaf", katanya sambil menyengir.
Aku mengangguk. "Maaf aku tidak bisa mampir. Aku ada janji hari ini", kataku lagi.
Sapphira menoleh kearahku cepat setelah ia turun dari mobil dan aku membuka kacaku.
"Oh kau ada janji. Ya tak masalah. Lain waktu saja", ujarnya kaku.
Aku mengangkat alisku. Kenapa ia menjadi aneh tiba-tiba?
...
Brianna Harrison PoV
Sial! Kenapa aku bisa lupa jika hari ini adalah hari sabtu.
Jika Nick tidak mengatakan ada janji dengan seseorang mungkin aku akan melupakannya.
Tapi, dia mengajakku sebagai Crystal.
Aku berusaha menyembunyikan keterkejutan dan kepanikanku dengan tersenyum, "Baiklah, terima kasih sudah mengantarku. Aku masuk duluan, hati-hati dijalan, Nick",
"Ya, sama-sama",
Dengan cepat aku berbalik dan melangkahkan kaki ke rumah ini.
Untung saja aku mengenal tetangga Calvin ini dengan baik.
Sewaktu kecil saat aku dan Calvin bermain. Anak pemilik rumah ini juga akan ikut bermain dengan kami di taman belakang.
Dan keberuntunganku bertambah saat taman belakang Aunt Claudia dan tetangganya hanya dibatasi oleh pagar yang bisa dibuka.
Jadi aku bisa masuk lewat pintu belakang.
Aku mencoba melirik kearah mobil Calvin yang belum pergi dan masih terbuka kacanya. Aku menghela napas ketika ia tampak sibuk memainkan ponselnya. Dengan cepat aku berlari melewati taman samping dan membuka pagar taman belakang.
Saat aku baru menginjakan kaki masuk kedalam rumah Aunt Claudia. Ponselku berbunyi.
Aku mengangkatnya tanpa membaca nama siapa yang tertera.
"Halo?",
"Hai, Crystal. Apa kau sudah siap?",
Aku melebarkan mataku. Sialan! Ini suara Nick.
Dia menghubungiku!
Ku kira dia akan pulang dahulu dan membiarkan aku bersiap.
Aku dengan cepat berlari menaiki tangga dan masuk kedalam kamar Calvin.
"Halo, kau masih disana?",
"Ya ya ya", ujarku panik sambil mengunci pintu.
Aku segera melepas sepatuku dan kaus kaki.
"Kau sedang bersiap ya?", tanyanya lagi.
Aku menghimpit ponselku dengan telinga dan bahu sambil melepaskan celana jeans. Lalu aku berlari kearah jendela.
Dan mobil Nick masih berhenti di tempat tadi.
"Ya aku sedang bersiap",
Nick terkekeh, "Aku sudah di depan rumah Calvin",
Aku tahu itu bodoh! Batinku.
Aku melangkah lebar kearah cermin dan meletakan ponsel yang sudah ku loud speaker diatas meja.
"Kau bisa menungguku kurang lebih lima menit?", tanyaku sambil melepaskan kacamataku.
Lalu aku melepaskan kawat gigi palsu.
"Tak masalah",
"Masuklah dahulu kalau kau mau. Aku bisa menyuruh pelayan untuk menyiapkanmu kue dan minuman", tawarku sambil dengan panik masuk kedalam kamar mandi sambil membawa ponsel.
"Tidak perlu. Kau bersiaplah. Aku akan menunggu di mobil",
"Ya ya ya. Aku akan cepat. Tunggu ya", ujarku dan segera mematikan panggilan.
Aku berlari lagi keluar kamar mandi dan mencolokan adaptor pada ponsel.
Lalu aku mengambil dan mencari pakaianku di dalam koper. Setelah itu aku berlari lagi masuk kedalam kamar mandi.
Dengan cepat aku keramas dan membersihkan tubuh. Mungkin hampir enam menit aku ahkirnya
keluar dengan pakaian lengkap.
Aku berlari kearah meja belajar Calvin dan menyalakan hair dryer.
Damn! Jangan sampai membuat Nick menunggu terlalu lama.
Aku mematikan hair dryer saat kurasa rambutku hampir mengering.
Lalu dengan cepat aku memakai lip balm dan merapikan sedikit alisku.
Setelah cukup memakai makeup agar fresh. Aku berlari kearah kasur Calvin dan mengambil sling bag kesayanganku.
Baru kali ini aku menyesal memiliki kamar besar. Apalagi kamar Calvim sedikit lebih besar dari milikku dirumah.
Aku mengambil ponselku dan segera memasukannya. Dan untung saja dompetku yang ada di dalam tas yang dititipkan Nick pada Calvin hanya berisi uang. Semua kartu milikku ku letakan di dalam tas untuk berjaga.
Sebelum keluar dari kamar. Aku menyempatkan diri menyiris rambut sambil melirik jam.
Untungnya ini masih jam tujuh kurang beberapa menit.
Tak peduli bila aku melebihi 15 menit. Yang penting aku harus sampai kebawah jam 7 pas karena Nick berjanji menjemputku jam tujuh.
Saat aku berlari menuruni anak tangga.
Aunt Claudia dan Uncle Vanno sedang duduk di ruang tamu mengerutkan keningnya melihatku.
"Kau pulang sejak kapan? Perasaan dari sore duduk di sini tidak melihatmu pulang, sayang", katanya bingung.
Uncle Vanno yang memang mengetahui jika aku menyamar dan pasti lewat pintu belakang hanya tersenyum, "Kau tidak melihatnya sayang. Saat kau mengambil ponselmu di kamar. Aku melihatnya baru pulang kampus, right Crystal?",
Ujarnya sambil mengedipkan mata kearahku.
Uncle Vanno is the best, untung dia membantuku.
Aku menyengir kearah Aunt Claudia.
"Kalau begitu, Crystal pergi dulu. Sudah ditunggu dari tadi", kataku.
Aku segera mendekat ke mereka berdua dan mencium pipi mereka. Setelah itu aku berlari keluar dari dalam rumah.
"Pak! Buka gerbangnya!", teriakku kearah satpam penjaga rumah.
Ia dengam cepat keluar dari dalam pos dan membukakan gerbang.
"Oh itu temannya non. Bapak kira siapa nunggu dari tadi",
Aku tersenyum, "Lain kali jika dia kesini suruh masuk, pak. Kalau begitu saya duluan", kataku ramah.
Setelah itu aku mengetuk kaca jendela mobil Nick.
"Maaf menunggumu lama", kataku sungkan kearahnya saat sudah masuk kedalam.
Ia tersenyum, "Tak masalah. Aku tahu perempuan jika bersiap pasti lama. Apalagi jika mau ngedate",
Aku menoleh cepat kearahnya. "Date?", tanyaku.
Ia terkekeh, "Lalu kau mau sebut apa jika seorang perempuan dan laki-laki hanya pergi berdua untuk menonton film?",
Aku terdiam sejenak, benar apa kata Nick.
Tapi, baru kali ini aku sangat bersemangat untuk pergi menonton.
"Kau tidak salah sih...", gumamku.
Ia tertawa dan menoleh kearahku. Ia menatapku, "Are you ready?",
Aku mengangguk, "Yah. I'm ready", jawabku sambil memasang sabuk pengaman.
Lalu Nick menyalakan mesinnya. Dan ia melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang.
Diperjalanan aku hanya menatap kearah luar jendela.
Aku tidak berani menoleh kearahnya.
Lebih baik aku memikirkan perasaanku sekarang.
Nick bersikap baik kepada kami berdua. Maksudku, Ana dan Crystal.
Aku jadi bingung sekarang.
Sebenarnya Nick menyukai siapa?
Apa hanya aku saja yang terlalu berharap?
"Kau sebenarnya kuliah dimana?", tanyanya tiba-tiba.
Aku menoleh kearahnya, "Aku homeschooling",
"Kenapa? Bukankah lebih menyenangkan bila berkuliah di tempat umum? Apalagi di universitas kami",
Aku tersenyum, "Aku tahu. Tapi, orang tuaku ingin aku lebih fokus",
Nick menaik turunkan kepalanya dengan irama pelan. "Padahal menyenangkan bila kau berkuliah di tempat yang sama denganku. Aku bisa setiap hari melihatmu", katanya sambil terkekeh.
"Untuk apa kau melihatku setiap hari? Memang kau tidak ada gadis lain selain diriku untuk dilihat?", tanyaku memancingnya.
Apakah dia akan jujur?
Dia menggeleng, "Tidak. Tidak ada",
Aku semakin bingung sekarang.
Apa dia berbohong atau hanya aku yang terlalu over percaya diri menganggapnya dia menyukaiku sebagai Ana?
Atau... Dia memang jujur?
Atau mungkin... Dia playboy seperti Dimitri?
Entahlah...
"Yakin?",
Nick tersenyum miring dan melirikku sekilas. Lalu ia kembali memandang jalan. "Kenapa? Kau cemburu?",
"Cemburu?", tanyaku lagi. "Tidak",
"Lalu?",
"Lalu apanya?", tanyaku balik.
"Lalu kenapa kau terlihat marah?",
Aku menggeleng, "Aku tidak marah. Hanya saja aku berpikir kau ini playboy",
Nick sontak tertawa keras. Bahkan ia memegangi perutnya.
Ia menoleh kearahku membuatku panik.
"Nick!!??? Eyes on the road!!!", seruku sambil memukul lenganya.
"Mataku sudah di jalan, sayang", balasnya masih tertawa keras.
"Sayang-sayang. Aku bukan sayangmu", gerutuku.
"Jadi kau tidak mau jadi sayangku?",
It's a trap. Holly Crap!
Aku buru-buru memasang wajah cemberutku kearahnya, "Apaan sih!",
"Jawabanmu menggantung", sahutnya terkekeh.
Aku memiringkan tubuhku dan melototinya yang masih tertawa kecil. "Biar kau tahu rasamya digantung. Memangnya laki-laki saja yang boleh ngegantungin perempuan?", sindirku.
"Aku tidak menggantungmu", balasnya seolah mengerti apa maksudku.
"Ya", sahutku.
Nick melirikku sekilas. Dan ia lagi-lagi tertawa membuatku memutar mata.
"Kau kenapa dari tadi tertawa?", tanyaku ketus.
"Tak apa. Nanti kuberitahu. Jika aku memberitahumu sekarang. Yang ada kau memukuliku dan bisa-bisa kita akan kecelakaan",
...
Nicholas Villa PoV
Aku memarkirkan mobilku di salah satu mall yang cukup besar di kota ini di basement.
Aku nembuka seatlbeltku dan langsung turun dari dalam mobil. Begitupun dengan Crystal.
"Crystal. Tunggu sebentar. Aku akan ganti baju", kataku.
Ia menoleh kearahku. Alisnya terangkat sebelah.
Aku hanya tersenyum simpul kearahnya sambil mengarahkan telunjukku agar ia memutar tubuhnya.
Dan dengan cepat, ia membalikan tubuhnya saat aku sempat melihat pipinya mulai memerah.
Aku sangat senang menggodainya. Apalagi saat ia sedang blush, itu sangat menggemaskan.
"Jangan mengintipku", kataku jahil sambil membuka pintu belakang.
"Aku tidak akan mengintip", balasnya menggerutu.
Aku terkekeh, "Yakin? Tapi dari ekspresimu kau sangat ingin melihatku", godaku lagi.
Ia menoleh kearahku dan melototiku.
"Bisakah kau ganti baju saja?", tanyanya jengkel.
Aku mengangguk dan langsung membuka kaus ku sebelum ia berbalik kembali.
Sungguh aku ingin tertawa melihat ekspresi Crystal sekarang.
Matanya melebar dan mulutnya menganga.
"Aku tahu tubuhku lebih bagus dari Calvin", kataku percaya diri.
Crystal buru-buru berbalik lagi, "Dasar! Bilang saja kau mau pamer",
"Aku tidak pamer. Kau sendiri yang bilang tadi, 'Bisakah kau ganti baju saja?', ?", kataku mengikuti gayanya sambil tertawa.
Ia tak membalasku. Tapi, dengan jelas aku bisa mendengarnya menggerutu dan memakiku.
Aku menggelengkan kepalaku melihat tingkahnya. Lalu aku menutup pintu setelah mengambil dompet dan ponselku.
Aku melangkah memutari mobil dan menarik Crystal.
"Aku tahu, walau kau menggerutu tapi dalam hati kau senang melihatku shirtless kan?", tanyaku membuatnya langsung mencubit pinggangku.
"Sungguh aku akan melemparmu jika kau terus menggodaiku!", ujarnya.
Aku mengusap pinggangku yang baru dicubitnya, "Wah kau ternyata suka yang main kasar. Maaf, itu bukan gayaku. Tapi, itu gaya MR. Grey", tambahku.
Wajah Crystal kini merah padam. Ia menginjak kakiku keras,
"Awhhh!",
dan ia langsung melangkah meninggalkanku dengan kaki menghentak sepanjang jalan.
"Crystal, tunggu! Hei! Aku bercanda!",
...
Aku berhasil menyusulnya dan membujuknya.
Meski sempat marah padaku, tapi, Crystal ahkirnya memaafkanku dengan satu syarat.
Aku harus membelikannya makanan cepat saji berlogo huruf M berwarna kuning. Kalian pasti tahu.
Aku tak masalah membelikannya makanan atau benda apapun yang dia inginkan. Cuma yang membuatku sempat shock tadi adalah....
Brianna Crystal Harrison gadis berwajah cantik, bertubuh sexy, dan menggemaskan ini memesan BIG Mac ditambah dua kentang dan Ice cream.
Aku meneguk ludahku susah payah.
Bahkan itu tidak termasuk diriku yang makan.
"Kau yakin mau memakan ini semua?", tanyaku tak percaya melihat pemandangan meja dihadapanku.
Ia mengangguk antusias. Lalu ia mengambil satu kentang dan disuapkan kepadaku, "Kau tak mungkin bangkrut membelikanku semua ini", jawabnya santai.
"Aku tak masalah membelikanmu ini. Tapi, aku pikir kau sama seperti gadis lainnya", kataku setelah berhasil mengunyah.
Ia mengerutkan keningnya, "What do you mean? Gadis lainnya?",
Aku tertawa, "Maksudku. Ini sudah hampir jam 8 malam. Dan kau akan makan semua makanan ini",
Crystal tiba-tiba tertawa keras. Tapi, selanjutnya ia berhenti tertawa dan menatapku datar.
"Maaf mengecewakanmu. Tapi, aku bukan seperti gadis lainnya yang kau maksud", katanya menirukan gayaku saat menggodanya di basement tentang Mr. Grey.
Aku tersenyum simpul. "Dan itu alasanku kenapa aku menyukaimu", kataku santai.
Ia tersedak burgernya dan aku langsung bangki sambil kusodorkan segelas coke kepadanya.
Aku juga membantu menepuk-nepuk punggungnya.
"Hati-hati kalau makan",
Ia menatapku kesal, "Kau juga berhati-hatilah kalau berbicara",
Aku tertawa, "Apa salahku?",
Ia memutar matanya, "Kau selalu menggodaku",
"Aku tidak menggodamu. Aku berbicara apa adanya. Aku menyukaimu. Dan inilah caraku mendekatimu", kataku sambil menatapnya.
Ia juga berbalik menatapku sambil meninum minumannya. Tapi, tatapannya itu sungguh tidak bisa diartikan.
"Nick?",
"Ya?",
"Bisakah saat kita makan kau jangan banyak berbicara?", tanyanya.
Aku mengerutkan keningku,
Apa Crystal marah?
"Jika kau terus berbicara. Kau akan membuatku mati terkena serangan jantung",
Aku terkekeh.
Aku pikir dia marah kepadaku.
Ternyata dia hanya memintaku untuk tidak menggodanya agar ia bisa makan dengan tenang dan menikmati burgernya.
Tapi, aku senang. Setidaknya aku mendapatkan alaram darinya.
Setelah kami selesai makan malam.
Kami berdua langsung menuju ke bioskop dan membeli dua tiket.
Kami memilih salah satu film yang diperankan oleh aktor kesukaan Crystal.
Kami memasuki studio dan duduk di tempat kami.
Dari awal hingga pertengahan kami menikmati film itu dengan baik.
Diiringi dengan canda tawa atau saling berbisik mengomentari akting para aktor nya.
Hingga disatu scene yang membuat moment menjadi awkward adalah...
Di film itu, pemeran utama pria dan wanitanya sedang making out di dalam lift.
Ditambah dengan beberapa pasangan disekeliling kami juga terbawa suasana dan saling berciuman.
"Nick, sepertinya kita salah memilih film", bisik Crystal.
Aku menoleh kearahnya, "Mau keluar?",
Dia mengangguk.
Dengan cepat aku bangkit dan menggandengnya.
Lebih baik kami keluar sebelum aku sendiri ikut terbawa suasanya.
Saat kami sampai diluar. Crystal menghela napasnya lega dan ia tertawa.
"Oh my god... Sebenarnya film nya bagus. Tapi, juga terlalu dewasa", ujarnya.
Lalu ia berbalik dan menatapku bingung. "Kenapa kau diam saja?", tanyanya kearahku.
Aku maju selangkah tanpa melepaskan pandanganku darinya.
Crystal ikut mundur selangkah,
"Nick!", serunya dengan nada memperingati.
Entah apa yang merasukiku. Aku tidak bisa berpikir jernih.
Mata itu, mata itu selalu menatapku membuatku sendiri tidak fokus.
Tapi, aku menyadari sesuatu...
"Kenapa kau selalu menatapku seperti itu?", tanyaku pelan.
Crystal tampak panik. Ia bahkan sudah terhimpit oleh dinding lorong.
"Bahkan tatapanmu itu membuatku ingin menciummu",