Tubuhku terasa pegal semua. Selain itu, aku juga begitu gugup. Juga tegang. Kupikir, setelah ijab kabul lalu membekukan momen pernikahan dengan berpose beragam gaya bersama teman dan kerabat, lalu menyambut tamu di pelaminan sambil tak henti tersenyum kecil, maka aku bisa segera rehat di kamar, membentangkan tangan lebar-lebar dan memejamkan mata melepas letih. Tapi ternyata aku salah. Aldri mendadak mengungkap ide gilanya di depan orangtua kami. Aku tak punya pilihan selain menurut karena baik Mamak maupun keluarganya langsung mendukung. Maka, di gubuk panggung di tengah kebun karetlah sekarang kami berada. Duduk di bibir ranjang menatap langit. Baik aku maupun Aldri sama-sama membisu. Hanya nyanyian katak dari arah plimer yang terdengar samar, sama sekali tak membantu mengusir gugup y