Difa masih duduk di kursi kemudinya, bahkan mobilnya masih berada di tempat yang sama dengan saat ia mengantarkan Farel ke sekolahnya.
Difa masih terngiang-ngiang dengan permintaan gadis kecil teman keponakannya.
"Apa semenyedihkan itu kehidupan Jesy, ia terlihat begitu haus kasih sayang. Kejam sekali ayahnya, mengabaikan anak seusia Jesy. "Gumam Difa.
"Andai aku ketemu ayahnya akan aku maki-maki dia." Kesal Difa sebelum ia menyalakan mobilnya dan segera pergi menuju kantornya.
Sementara di dalam kelasnya, Farel berdiri di depan Jesy yang terlihat begitu sedih karena tak mendapatkan jawaban dari aunty Difa tadi.
"Ayo Jesy, kita main."
Jesy menggeleng, "Jesy tidak mau El, Jesy cuma mau aunty Difa."
Farel menggelengkan kepalanya, "Jesy, aunty aku itu sudah punya foto pernikahan jadi dia tidak mungkin mau jadi mama kamu. "
"Tapi Jesy cuma mau aunty Difa."
"Kalau kamu suka aunty aku, kita bisa sama-sama jadi anaknya,bagaimana?Kata aunty aku itu sudah seperti anak aunty."
Jesy lalu duduk tegap menatap Farel, "Kenapa El juga jadi anak aunty? El kan punya ayah sama mami. "
"Hmm, kata mami karena aku tampan dan baik."
"Jesy juga cantik dan baik, tapi kenapa aunty tidak mau jadi mama Jesy."
Farel menggaruk kepalanya, "Nanti aku tanya lagi deh sama aunty aku, sekarang ayo kita main. "
"El janji. " Tanya Jesy sambil menunjukan jari kelingkingnya.
"Janji deh. " Ucap Farel sambil menautkan jari kelingkingnya pada jari kelingking milik Jesy.
.
.
...........
.
.
Difa baru saja sampai di kantornya,sedikit lega karena ia mendapat pemberitahuan dari Nuna,sekretarisnya mengatakan jika pertemuan dengan CEO MaxL di tunda menjadi jam 3 sore.
"Nuna, bisa kamu copy dua berkas ini? Aku akan membawanya sore nanti."
"Baik bu."
Difa mendesah, pikirannya masih terus terngiang wajah polos yang memohon padanya tapi pagi.
"Ya Tuhan, apa ini karena sisi keibuanku yang tersentuh pada kepolosan anak itu."Guman Difa.
"Kamu kenapa Fa. " Tanya seseorang yang tiba-tiba masuk ke dalam ruangannya.
"Astaga, Juna kamu mengagetkanku saja, kebiasaan banget tidak mengetuk pintu dulu. "
"Kenapa harus,ini juga kantorku, aku punya 30 persent saham di sini. "
"Ya baiklah, terserah kamu saja? Ada apa tumben kamu datang kemari?"
"Hei, aku dengar kamu baru saja menang tander besar. "
"Hmm, ya kamu benar."
"Bagus, berarti kita bisa merayakannya nanti malam, mungkin makan malam romantis."
"Juna please deh, jangan mulai lagi. "
"Oke... " Juna berdiri dari duduknya, "Aku cuma mau bilang kalau bundaku mengundangmu untuk makan malam. "
"Kapan? " Tanya Difa.
"Kapan kamu bisa kamu tinggal menghubungiku. "
"Baiklah,akan aku kabari secepatnya."
Juna melihat jam di tangannya, "Baiklah aku ada janji sebentar lagi,sampai jumpa Difa... "
"Cepat sekali?"
"Aku hanya mampir sebentar tadi kebetulan lewat jadi sekalian mampir ingin mengucapkan selamat padamu."
"Ya Terima kasih. "
Setelah kepergian Juna, sahabat yang ia temui saat perjalanannya keliling dunia demi melupakan Dimas tiga tahun lalu,Difa kembali fokus pada pekerjaannya.
.
.
............
.
.
Setalah menyiapkan semuanya Difa kini sudah berada di kantor MaxL corp. Tujuan ia datang kemari adalah mematangkan konsep pembangunan resort karena ada sedikit permintaan perubahan konsep dari CEO MaxL.
Difa menghampiri meja resepsionis untuk memberitahu janji temu dengan CEO mereka.
"Baik ibu, anda bisa langsung ke ruangan beliau di lantai 30,mr.Max sudah menunggu. " Ujar resepsionis.
"Baik, Terima kasih. "
Setelah itu, Difa segera menuju lift yang akan membawanya ke ruang CEO MaxL.
Ting....
Keluar dari Lift, Difa tiba-tiba memegang dadanya.
"Kenapa aku tiba-tiba merasa sesak ya, ah asam lambungku pasti naik, aku lupa belum makan dari pagi. " Gumamnya.
Setelah di pastikan sedikit lebih baik, ia melanjutkan langkahnya.
"Permisi. " Ujar Difa menyapa sekretaris yang terlihat berusia sekitar 40tahunan.
"Ya nona."
"Saya Difa Ayu, sudah ada janji dengan mr. Max. "
Sekretaris itu mengangguk, "Saya Desi,baik mari saya antar ke dalam, mr.Max sudah menunggu. "
"Terima kasih."
Difa pun lantas mengikuti langkah sekretaris bernama Desi menuju ruangan CEO yang berada di belakang meja sekretarisnya.
"Silahkan nona. "Ucap Desi ramah.
"Terima kasih mba. "
Setelah Desi membuka pintu Difa segera masuk ke dalam. Ia mengerutkan keningnya saat ia melihat kursi kerja mr. Max yang membelakanginya.
"Permisi sir. " Sapa Difa ragu-ragu.
"Silahkan duduk nona Difa."
Deg.....
Difa mengerutkan keningnya,ia merasa mengenal suara berat yang baru saja ia dengar.Perlahan ia melangkahkan kakinya mendekat, alisnya masih saling bertaut, perasaannya mulai was-was, fellingnya mulai berbicara.
Ragu-ragu Difa mendaratkan dirinya untuk duduk dengan mata yang masih berusaha memastikan dugaanya dan berharap semoga ia salah mendengar.
"Mr...Max... "Lirih Difa.
Demi Tuhan, baru melihat pergelangan tangannya saja, perasaan Difa semakin tak karuan, ia bahkan sampai meremas ujung dressnya. Tidak jika dugaanya benar ia belum siap untuk itu.
Perlahan kursi itu berbalik, Difa menurunkan bahunya tiba-tiba,lalu ia tersenyum kecut menatap orang di balik kursi besar di depannya.
"Apa kabar sayang? " Sapa suara berat itu, suara yang masih ia hafal hingga detik ini.
Suara yang ia dengar hampir setiap malam menjelang tidur yang selalu mengucapkan have nice dream meski itu hanya rekaman saja.
"Dimas. "Lirih Difa.
Dimas tersenyum, "Akhirnya kita bisa bertemu lagi setelah 4 tahun."
Difa menelan paksa salivanya, suaranya seolah tercekat di tenggorokannya.
"Aku sudah lama menunggu agar dapat bertemu denganmu sayang, aku ingin menjelaskan semuanya."
Difa menunduk sesaat lalu menatap tajam pria di depannya, "Jika kamu sudah kembali, kenapa tidak langsung menemuiku? "Tanya Difa pada akhirnya.
Dimas tersenyum, "Aku ingin, tapi aku masih membenci jika harus berurusan dengan keluargamu."
Difa langsung menatap tajam pada Dimas, "Ada apa dengan keluargaku? Di sini kamu yang salah Dimas. "Difa menggeleng tak percaya.
Dimas tersenyum tipis, "Jika bukan karena kakakmu yang sudah lebih dulu menghancurkan perusahaan papa, aku sudah mencarimu dan menjelaskan semuanya padamu."
"Maksudmu? "
"Kakakmu Raffa Pradipta dan DGSnya sudah menghancurkan perusahaan papa dalam semalam, kamu tahu sayang, apa saja yang harus aku lakukan untuk mencegah ribuan karyawan kehilangan pekerjaannya. Bukan hanya waktu tapi juga dirimu aku korbankan. "
Difa mulai mengerti sekarang, dia tersenyum tipis, "Kamu melempar kesalahanmu pada bang Raffa? Lucu sekali. "
Difa menarik nafas panjang, lalu ia berdiri, "Aku rasa kerjasama ini tidak bisa di lanjutkan mr. Max. " Difa menoleh ke samping sesaat lalu kembali menatap Dimas, "Bodohnya aku tidak menyadari nama baratmu. "
"Wait Difa, mau kemana? "
Dimas berdiri dan langsung mencekal tangan Difa.
"Mau pulang, kerjasama kita batal, aku tidak mau berurusan dengan pembohong sepertimu. "
"Hei, kamu tidak bisa seperti itu, kamu sudah tanda tangan kontrak kemarin,ya aku tahu tak masalah bagimu untuk membayar dendanya, tapi kamu harus ingat perusahaanmu masih baru, apa kamu mau di cap tidak profesional."
"Kamu menjebakku Dimas? " Desis Difa.
Dimas menggeleng,"Jangan salah paham, ini cara yang aku pilih untuk menemuimu. "
"Lepas Dimas, soal kerja sama ini akan tetap berlanjut antara perusahaanmu dan perusahaanku, tapi tidak denganku. "
"Tidak semudah itu sayang. " Dimas langsung menarik Difa kedalam pelukannya.
"Lepas Dimas, lepas. " Ujar Difa sambil memukul-mukul bahu pria itu.
"Tidak akan, aku sudah sangat merindukanmu, biarkan seperti ini dan dengar penjelasanku."
Dimas mengerutkan keningnya saat ia merasa tak ada respon dari Difa dan merasa berat tiba-tiba dari tubuh Difa.Segera ia melepas pelukannya.
"Ya Tuhan, Difa, sayang... " Ucap Dimas saat mendapati ternyata wanita yang masih bersatus istrinya itu pingsan.
.
myAmymy