4. Pinjem Duit Bagian 1

1275 Kata
“Jadi buruan di checkout, Pemirsa! Jangan cuma dimasukkan ke keranjang! Tapi langsung checkout dan bayar, bayar, bayar, ya, Sayang! Biar tidak ketinggalan! Seri alat masak terbaru dari Tafal ini.” “Cut!” Lauren yang bertindak sebagai asisten sekaligus kameramen itu pun mengatakan jika pengambilan video telah cukup. “Gimana? Bagus?” tanya Agatha sambil ikut menengok hasilnya. “Seperti biasa, Lady Aga tidak pernah mengecewakan!” Mendengar hal itu, Agatha langsung mengibaskan rambut panjangnya dan tersenyum lebar. Dia pun melepas topeng, kemudian menyisir rambutnya lagi dengan jari. “Oke! Tinggal edit, lalu upload sesuai jadwal, ya!” Lauren mengangguk sambil menggarap pekerjaannya. “Jadi affiliator zaman sekarang duitnya banyak, ya, Ren?” Agatha tiba-tiba mengubah topik. “Benar, Bu! Makanya kalau saya jadi affiliator boleh, enggak?” Agatha menaikkan salah satu sudut bibirnya. “Enggak ada yang larang, tuh!” “Bercanda, Bu Agatha! Jangan ngambek!” “Yeee, sapa yang ngambek! Seneng aja aku kamu punya kerjaan baru! Eh, tapi ngomong-ngomong, itu yang jadi affiliator seblak sama sambel cumi aja dapet untung seminggu sampai milyaran, kira-kira penjualnya malah dapat berapa, ya?” Agatha menopang dagu dengan ibu jarinya sambil memutar bola mata untuk berpikir. “Pasti besar banget itu, Bu! Puluhan milyar!” “Wow, dari jualan sambel cumi doang itu! Segak enggak tuh tiap hari bau cabe bikin sambel!” “Walaupun bau sambelnya nyegak, tapi bau duitnya wangi, Bu! Hmmm!” “Kalau begitu ... aku juga mau buka bisnis sambel cumi! Kayaknya laku, deh, Ren!” Wajah Agatha tidak meyakinkan, apalagi jika dia mengatakan itu sambil menyisir lagi rambutnya dengan jari. Lauren hanya bisa menatap kosong kelakuan bosnya tersebut. Sampai kibasan rambut Agatha mengenai wajahnya. “Eeeuuh, Bu Agatha!” gerutu Lauren sambil menggosok mukanya. “Haha!” ** Sejatinya mereka tinggal dalam satu atap, tapi tetap saja ada area terbatas untuk Boy maupun Agatha. Dari ruang tengah ke kanan merupakan area privat milik Boy. Sementara itu dari ruang tengah menuju ke kiri menjadi area privat milik Agatha. Satu-satunya ruangan yang bisa digunakan oleh keduanya adalah ruang tengah di rumah tersebut yang begitu luas. Akan tetapi, Agatha tidak akan disebut sebagai cewek gila dengan isi otak kurang sesendok oleh Boy, jika dia tak pernah menerobos batas itu. Seperti yang ia lakukan saat ini, perempuan dengan daster biru yang belahan dadanya begitu rendah tersebut sudah berdiri di depan kamar milik suaminya. Lalu dengan santai, perempuan tersebut ‘Say Hello’ pada pria yang suasana hatinya sedang tidak bagus itu. “Hei, Boy!” bisiknya sambil menyisir bagian tengah rambutnya menggunakan jemari. Melihat hal itu, tentu saja pria kekar bagai Kuda Sumbawa itu mendadak gemetar. “Kenapa kau di sini?” “Tenang, kali ini aku tidak sedang ingin memaksamu untuk meminta jatah, kok!” Boy membenahi dasi yang ia kenakan. “Ada apa kau kemari? Bukankah kita sudah sepakat untuk tidak melanggar batas masing-masing?” “Uuuuw, Boy, suara kamu kalau sedang marah itu terdengar seksi. Jadi ingin godain kamu, deh!” “Hee ... ekhm!” Pria itu berdehem dengan rahang yang mengetat. Dia juga menatap sinis pada Agatha. “Oke! Oke! Aku akan langsung pada tujuan!” Agatha berpikir ia tak boleh banyak basa-basi karena suasana hati pria di depannya ini tampak tidak baik. “Jadi ....” Agatha masih berusaha memberi narasi yang cukup baik untuk mengungkap tujuannya. “Akupengenpinjemduitduapuluhmiliyar!” Agatha mengucapkan kalimat tersebut tanpa jeda. Wajah Boy yang tampak lelah itu, terlihat semakin lelah karena Agatha. “Ngomong yang bener coba!” Agatha menarik napasnya. “Pelan-pelan ...!” titah Boy lagi. “Aku ....” “Oke ....” “Aku ....” “Iya, kau kenapa?” Boy semakin gereget. “Aku ... pengen ....” “Pengen apa?” tanya Boy dengan nada semakin kesal. “Pengen ....” Boy yang kesal langsung memegang gagang pintu kamar untuk masuk saja meninggalkan perempuan gila tersebut. “Tunggu! Akupengenpinjemduitduapuluhmiliar!” “Agathaaaaa!” Rahang Boy semakin keras karena istrinya. “Pengen ... pinjem ....” “Pinjem apa? Kau kalau bicara tidak jelas lagi, aku mau masuk saja!” “Pinjem ... duit!” Seakan napas dan juga detak jantungnya berhenti, Agatha tak berani menatap mata Boy kali ini. “Duit? Berapa?” “Duapuluhmiliyar!” Lagi-lagi Agatha bicara dengan cepat, tapi yang sekarang Boy bisa mengerti. Pria tersebut mengembuskan napasnya dengan keras. Jumlah yang diajukan oleh istrinya sangat tidak masuk akal. “Ah! Crk!” Boy langsung masuk ke kamar, dia tak menggubris lagi ucapan Agatha. “Boy, aku serius mau minjem duit dua puluh milyar!” Kalau Boy sudah masuk ke kamarnya, Agatha berani bicara dengan lantang. “Enggak ada!” “Boy, aku mohon!” Tapi kali ini dari dalam kamar sudah tidak terdengar suara. Boy sudah tidak mau menimpali lagi ucapan Agatha. Perempuan itu pun mengerucutkan bibir, tidak lupa sambil berjalan ke area miliknya dia selalu mengibaskan rambut dengan menggunakan jari. Sepertinya bagi Agatha, walaupun marah, harus tetap slay! “Boy, enggak mau minjemin uang! Padahal aku mau buka bisnis restoran sambel!” ** Bukan berarti melupakan keinginannya, tapi saat ini Agatha sedang bersantai menonton televisi. Meski begitu, bayangan restoran sambal yang berdiri dan menjadi miliknya masih terbayang dalam kepalanya. Dia tidak peduli dengan apa yang sedang ditayangkan oleh televisi. ‘Brak brak brak!’ Langkah kaki dengan sepatu pantofel terdengar dari kamar Boy. Pria itu keluar dengan setelan hitam formal dan rambut yang ditata berdiri tampak basah mengilap oleh pomade. “Boy, mau ke mana?” tanya Agatha yang terkejut. Pria itu menjawab dengan singkat. “Melayat!” “Melayat, ke siapa?” Boy pun melihat ke arah televisi yang sedang ditonton Agatha. Lalu tangannya pun menunjuk ke layar datar tersebut. “Ke mereka!” Agatha pun ikut melihat apa yang ditayangkan oleh televisi. “Keluarga Joseph Liem, pemilik restoran besar Amparan yang sudah tersebar di dua ratus cabang mengalami kecelakaan pesawat yang tragis saat sedang berlibur dengan keluarga besar . Mereka semua meninggal di tempat dan kini beberapa jenazah yang ditemukan sedang disemayamkan!” “Wah, yang mati orang besar! Aku ikut dong, Boy!” teriak Agatha. Tapi sayangnya, Pria yang sudah siap dengan pakaian serba hitam itu telah keluar dari rumah dan menuju parkiran. Walau berteriak sekeras Mimi Peri membangunkan sahur pun sepertinya Boy tetap tak akan menggubris dirinya. “Ah! Sialan! Dasar!” gerutu Agatha saat melihat Pajero hitam tersebut telah meninggalkan area rumahnya. Boy sudah terlanjur pergi meski Agatha sedang kesal sendiri. Perempuan dengan hobi menyisir rambut menggunakan jari dan cara seksi itu pun kembali masuk untuk melihat televisi. Namun, tak disangka, tak diduga. Bel pintu malah berbunyi. Agatha memutar tubuhnya sambil menyisir rambut dari bagian tengah hingga ujung. Lalu dia berjalan menuju arah pintu dan kemudian dibukanya pintu tersebut. “Siapa, ya?” Seorang pria dengan rambut begitu licin yang disisir ke arah kiri. Dia berkacamata dan memakai jas rapi. Sama seperti Boy tadi, setelan yang ia kenakan dari atas ke bawah semua serba hitam. “Dengan Bu Agatha?” tanya pria tersebut. Agatha mengangguk tanpa mempersilakan pria itu untuk masuk. “Saya wali hukum dari keluarga Joseph Liem. Saya mencari Bu Agatha!” “Joseph Liem?” Agatha mengingat berita tentang kecelakaan satu keluarga besar yang baru ia lihat di televisi. “Oh, yang tadi ada di TV? Ada apa, ya?” Karena pria di depannya ini adalah wali hukum, jelas saja Agatha merasa takut dan gugup. Apa dia akan dituntut? Apa Agatha melakukan kesalahan pada keluarga itu? “Bu Agatha, seluruh ahli Waris Joseph Liem telah dikonfirmasi meninggal! Tapi sebelum meninggal Pak Joseph juga menulis sebuah wasiat rahasia. Yang mana, dalam wasiat tersebut ditulis jika Bu Agatha adalah anaknya!” “Hah? Apa?”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN