Bab Tiga

1044 Kata
Garrix Kalandra, pemuda 18  tahun yang tak lain adalah influencer yang sedang naik daun, sekaligus putra seorang pengacara kondang, Fahreza,  telah menjalin hubungan asmara dengan pemilik kafe yang berusia 25 tahun, Aileen Arabella, memang ya cinta nggak mandang umur. Meskipun usia yang terpaut tujuh tahun itu bukan suatu masalah, karena umur hanya angka, yang terpenting adalah hati. Headline di internet benar-benar membuat Aileen kesal setengah mati, bagaimana bisa dirinya digosipkan menjalin hubungan dengan Garrix, kalau tahu semuanya menjadi runyam seperti ini, seharusnya ia tidak memanggil Garrix untuk datang ke kafenya.  Rasanya kepala Aileen mau pecah memikirkan hal tersebut, pasti setelah ini kehidupan Aileen tidak akan sama lagi, dia akan dihadapkan dengan media dan hal memuakkan lainnya. Aileen mematikan ponselnya dan meletakkan di bawah bantal, malam ini dia ingin tidur dengan tenang tanpa ada yang mengganggu. Tapi, itu hanya ekpektasi karena adiknya tiba-tiba masuk kamar dan menjatuhkan dirinya di atas kasur, samping Aileen. "Kak, lo benaran jadian sama Garrix Kalandra alias Gaga?" Dinda yang baru saja masuk ke kamar Aileen langsung menghajarnya dengan berbagai pertanyaanya, "Ih, kok bisa si, Kak? Lo tahu nggak, dia itu most wanted di sekolah gue, masa iya mau pacaran sama mbak-mbak 25 tahun, sih?" Sang adik masih belum percaya dengan berita itu, ia berharap bahwa berita itu memang hoax. Rasanya Aileen ingin melakban bibir adiknya itu, tapi dia hanya bisa menghela napas karena malas menanggapi hal yang sama sekali nggak berfaedah. "Kak, lo nggak pelet dia, kan?" Dinda memperhatikan wajah kakaknya itu dengan saksama. "Secara lo itu tua, terus di bawah mata lo udah ada lipatan." Dinda sama menyebalkannya dengan Garrix yang telah mengatakan dirinya keriput, padahal Aileen yakin ia belum setua itu. Aileen masih tidak mengindahkan ucapan sang adik, bodoh amat kalau adiknya terus berbicara sepuas hatinya. Karena sudah kesal nggak digubris, akhirnya Dinda mengguncang-guncangkan bahu kakaknya. "Kak, please answer!" "Lo bisa diam nggak? Gue mau istirahat, badan sama pikiran gue lelah." "Tapi lo belum jawab pertanyaan gue, Kak Ai!" Ini yang buat Aileen tidak menyukai adiknya, terlalu memaksakan kehendak, tanpa tahu situasi dan kondisi. Hari ini ia benar-benar lelah "Lo keluar sebelum gue tendang lo, Din." Dinda masih berdiam di tempatnya. "KELUAR!" teriak Aileen membuat Dinda langsung bergidik, akhirnya dia menuruti kemauan kakanya untuk segera keluar kamar. ••• Aileen berharap hari ini hidupnya lebih tenang, semoga media tidak lagi datang menghantuinya. Setelah memastikan penampilannya sudah oke, akhirnya dia keluar dari kamar menemui keluarganya yang sedang sarapan. "Ai, kamu pacaran sama anaknya Fahreza?" Pertanyaan itu terlontar begitu saja dari bibir seorang pria tua yang duduk di hadapannya. Aileen menggeleng. "Nggak, Kek. Aileen nggak pacaran sama siapa-siapa." Aileen membuang napas kasar, dia benci ketika orang menjadikan dirinya sebagai bahan perbincangan. "Kamu nggak usah malu-malu, Ai. Fahreza itu mahasiswa hukum kesayangan Kakek dulu, dan sampai sekarang kami masih berhubungan baik." Aileen mengernyit mendengar ucapan kakeknya itu. "Kek, itu berita bohong." Yusuf terdiam sejenak lalu menatap wajah cucunya dengan lembut. "Ai, kamu tahu kan umur Kakek tidak muda lagi, Kakek cuma mau di sisa umur kakek melihat kamu dan Dinda menikah, Kakek mau cicit." Aileen mengerti ke mana arah pembicaraan kakeknya ini, dan sampai sekarang Aileen belum bisa menyanggupinya. "Karena Dinda masih remaja, jadi harapan Kakek sekarang itu kamu, kamu segera menikah." "Kek, lagian nggak mungkin Ai nikah sama bocah delapan belas tahun." "Ai, sama siapa pun, nggak mesti Garrix, tapi harapan Kakek kamu segera menikah." Aileen terdiam, dia bukannya mau jadi cucu durhaka dan nggak tahu berterima kasih, masalahnya permintaan kakeknya bukan permintaan yang mudah. Saat ini dirinya masih jomlo, belum menemukan pria tepat. "Iya, nanti Ai pikirin." Aileen langsung menyibukkan diri dengan sarapan yang ada di hadapannya, sedangkan Dinda sedari tadi hanya menjadi pendengar yang baik. ••• Hubungan kedekatan Garrix dan Aileen sudah menyebar ke satu sekolahan, dan banyak yang tidak menyangka ternyata Garrix doyannya tante-tante yang berumur dua puluh lima tahun. "Garrix, kamu pacaran sama mbaknya Dinda?" tanya Joshua yang baru masuk kelas. Garrix mengernyit. "Dinda siapa?" "Anak MIPA 4, aku sering lihat dia diantar sama mbaknya ke sekolah." "Oh, jadi tante itu punya adik di sekolahan ini." Garrix beranjak dari kursinya. "Good news." Setelah itu Garrix langsung keluar kelas, dia mendatangi kelas MIPA 4. Seperti biasa saat dia melewati koridor mata gadis-gadis memandang ke arahnya, tapi dengan gaya santai Garrix berjalan tanpa menoleh kiri dan kanan. "Di kelas ini mana yang namanya Dinda?" Dinda yang sedang menyalin tugas matematika langsung mengangkat wajah dan menemui Garrix depan pintu. "Gue Dinda, kenapa?" "Lo adiknya Aileen?" "Iya." "Gue minta nomor hapenya." Dinda mengernyit bingung. "Katanya lo cowok Kak Ai, kenapa nomor aja nggak punya?" "Oke, no problem kalau lo nggak mau kasih," Garrix tersenyum licik. "Gue bisa dapatin sendiri." Saat Garrix hendak berbalik, Dinda langsung mencegatnya. "Lo kenapa bisa pacaran sama kakak gue?" "Emang kenapa?" "Dia nggak secantik cewek-cewek di sekolahan ini, dia udah tua, dan umurnya jauh di atas lo." Garrix tersenyum miring. "Ada ya orang yang jelekin saudaranya sendiri ke orang lain." "Gue bicara fakta." "Oke, gue juga mau bicara fakta. Kalau kakak lo nggak cantik berarti lo apa? Buruk rupa? Karena jelas-jelas Aileen lebih cantik dari lo." Setelah itu Garrix langsung pergi, dia baru saja merusak harga diri Dinda, gadis itu hampir menangis, dia kesal karena cowok yang selama ini dikaguminya dari jauh bisa bicara semenyebalkan itu. ••• Garrix memasuki A2's Cafe dengan santai, dia memilih meja di pojok dekat jendela. Sekarang tempat favorit Garrix adalah kafe ini. Dia langsung memanggil waiter. "Gue mau dilayanin sama pemilik kafe ini." "Tapi?" "Pembeli adalah raja." Tak bisa berkata-kata lagi, akhirnya waiter itu berjalan menjauh, dia langsung ke ruangan Aileen. Tak lama kemudian Aileen langsung keluar ruangan dan menghampiri Garrix yang sedang memainkan ponselnya. "Ada apa?" ketus Aileen. "Duh, pacar. Senyum dong, masa pacarnya datang nggak disambut." "Pacar-pacar, emang saya pacar kamu?" "Iya, udah baca kan headline di internet.kayak apa?" "Iya, saya benci sama kamu. Hidup saya nggak tenang gara-gara kamu." Garrix langsung berdiri dari kursinya, dia mendekat ke arah Aileen, kemudian mencium pipi perempuan itu, dan tak lupa arah kamera berada di depan mereka. Aileen masih belum bisa mencerna apa yang baru saja terjadi. "Ah, ini bakal heboh kalau gue upload ke instagram." "GARRIX!" Garrix tertawa puas. "Nggak usah teriak, nanti pelanggan Tante kira pemiliknya galak." Hobi baru Garrix menggoda Aileen. •••
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN